Investasi Hulu Migas Masih Lesu

Kamis, 03 Agustus 2017 - 10:59 WIB
Investasi Hulu Migas Masih Lesu
Investasi Hulu Migas Masih Lesu
A A A
SURABAYA - Efek domino penurunan harga minyak dunia masih dirasakan di Indonesia. Sepanjang tahun ini investasi di sektor hulu minyak dan gas (Migas) masih lesu. Nilai investasi termasuk di wilayah eksplorasi diperkirakan kembali anjlok di sepanjang tahun ini. Bahkan beberapa investor mengembalikan blok migas yang mereka kelola.

Kepala Divisi Teknologi dan Pengembangan Lapangan SKK Migas Benny Lubiantara menuturkan, saat ini memang butuh kepastian peratuan perundang-undangan dalam pengembang wilayah hulu migas. Ego sektoral serta pola pikir yang belum berubah tentang pengelolaan migas juga masih dirasakan di berbagai wilayah.

“Memang masih banyak yang berpikiran Indonesia masih kaya minyak. Padahal kita ini sekarang importir minyak. Cadangan dan produksi migas terus turun, sementara kebutuhan nasional terus meningkat. Kita perlu membuat kebijakan yang berorientasi pada program jangka panjang yang bisa meningkatkan produksi,” ujar Benny di Jakarta, Kamis (3/8/2017).

Ia melanjutkan, potensi hulu migas sebenarnya masih menarik dan bisa mengundang investor. Solusinya, salah satunya adalah dengan menata hulu migas di Indonesia dengan baik. “Kita butuh tata kelola visioner yang mampu meningkatkan cadangan migas dan ketahanan energi,” ungkapnya.

Kepala Perwakilan SKK Migas Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabanusa) Ali Masyhar mengatakan, saat ini memang diperlukan sinergi antar pemangku kepentingan agar kegiatan industri hulu migas bisa berjalan lancar.

“Tantangan industri hulu migas di Jabanusa merupakan gambaran yang dihadapi hulu migas secara nasional. Memerlukan kerja keras dan dukungan dari semua pihak guna mengatasi tantangan yang ada serta mendorong kelancaran dan percepatan kegiatan,” jelas Ali.

Ia melanjutkan, produksi minyak bumi di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara mencapai 30% dari total produksi migas nasional yang sekitar 800 ribu barel minyak per hari.

“Peran wilayah ini cukup signifikan dalam menjaga kestabilan produksi minyak nasional. Semua ini tercapai karena kerja keras dan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya,” ucapnya.

Ali juga menjelaskan, salah satu kontraktor kontrak kerja sama dengan produksi terbesar di wilayah ini adalah Exxon Mobil Cepu Ltd (EMCL). Per Juli 2017, rata-rata produksinya lebih dari 199 ribu barel per hari. Di wilayah ini juga baru beroperasi lapangan BD dengan operator HCML yang berlokasi di perairan Sampang dengan produksi sebesar 6.600 barel per hari dan 110 juta standar kaki kubik gas bumi per hari.

Di sisi lain, katanya, tantangan kegiatan hulu migas di wilayah ini yang tidak mudah. Salah satunya rencana pengeboran pengembangan Lapindo Brantas yang belum berjalan karena kondisi non teknis. “Membangun sinergitas bersama semua pemangku kepentingan menjadi kunci untuk kelancaran operasional industri hulu migas,” kata Ali.

Dia menjelaskan, lapangan yang berproduksi di Indonesia, sebagian besar lapangan tua yang secara alamiah menurun produksinya. Sedangkan saat ini belum ditemukan cadangan migas yang besar. Sehingga kegiatan eksplorasi yang masif atau pencarian cadangan migas baru mutlak harus dilakukan.

Tingginya tingkat risiko eksplorasi dari segi biaya, katanya, serta adanya ketidakpastian dan lamanya waktu menyebabkan kegiatan ini belum terlihat ada peningkatan yang signifikan. Merosotnya harga minyak dunia juga berpengaruh terhadap menurunnya iklim investasi karena selisih biaya operasi dan harga jual minyak mentah tipis atau bahkan impas.

Selain dipengaruhi faktor harga minyak dunia, kondisi ini disebabkan, aspek finansial investor serta aspek non teknis lainnya. Salah satunya seperti penyiapan lahan, permasalahan sosial serta regulasi pusat dan daerah. “Perlu ada dorongan dari seluruh pihak agar investasi migas kembali membaik,” ucapnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4124 seconds (0.1#10.140)