Demi Tarif Listrik Tak Naik, PLN Bakal Akuisisi Tambang Batu Bara
A
A
A
JAKARTA - PT PLN (Persero) berencana mengakuisisi perusahaan tambang batu bara yang ada di Tanah Air. Hal ini demi memenuhi kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik perseroan.
Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso mengungkapkan, latarbelakang perseroan untuk mengakuisisi tambang batu bara adalah karena target pemerintah agar tarif listrik tidak naik, bahkan jika memungkinkan untuk turun. Oleh karena itu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kelistrikan ini harus menjaga agar biaya pokok produksi tidak naik dan merugikan perseroan.
"Latarbelakangnya itu target pemerintah yang diberikan ke kami, adalah menjaga agar tarif listrik tidak naik, kalau bisa turun. Tarif listrik itu ditetapkan pemerintah dengan harga yang relatif tidak bergerak. Kalau tarif tidak boleh naik, PLN harus menjaga agar biaya pokok produksinya tidak naik," katanya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (4/8/2017).
Menurutnya, perseroan tidak bisa hanya mengandalkan batu bara yang dibeli dengan mengacu pada harga pasar (market price), karena harganya yang fluktuatif. Sementara batu bara merupakan salah satu tulang punggung (backbone) untuk pembangkit listrik PLN.
"Jadi yang diutamakan adalah bagaimana menjaga harga batu baranya stable. Karena 55% pasokan listrik dari batu bara. Yang jadi backbone supaya murah itu batubara," imbuh dia.
Iwan mengakui, pemerintah memang memiliki kebijakan agar harga batu bara yang digunakan untuk kebutuhan listrik dibuat rendah. Namun, pihaknya tidak bisa mengandalkan hal tersebut mengingat harganya masih tetap mengacu pada mekanisme pasar.
"Untuk itu PLN berupaya agar secara sekuriti jangka panjang, batu bara ini bisa kita amankan. Supaya harga tidak naik turun, tentu kita menjaga agar kontraknya jangka panjang dengan harga yang tetap relatif. Kalau ada perubahan hanya dari komponen biaya angkut," ungkapnya.
Masih menurut Iwan, Indonesia memang memiliki cadangan batu bara yang besar yaitu 2,5% dari cadangan batu bara dunia. Namun, ekspor batu bara Indonesia pun tak kalah besarnya. Dikhawatirkan, dalam beberapa tahun kedepan batu bara yang dibutuhkan untuk pembangkit listrik sudah tidak ada.
"Pembangkit masih ada tapi batu bara yang dibutuhkan untuk spek ini tidak ada. Jadi tujuannya untu mengamankan security pasokan agar harga dijamin stabil. Jadi bukan untuk tujuan bisnis, tapi untuk kepentingan masyarakat," terang dia.
PLN sendiri, tambahnya, sudah memperoleh lampu hijau dari pemerintah untuk mengakuisisi perusahaan tambang. Diharapkan, tahun ini sudah ada progres mengenai hal tersebut sehingga perseroan bisa menjaga biaya pokok produksi dan pada akhirnya berujung pada tarif tenaga listrik (TTL) untuk masyarakat.
"PLN sudah diberi lampu hijau oleh pemerintah silakan untuk akuisisi tambang. Terus ada langkah lagi join operation, diproduksi bersama dengan harga jangka panjang seperti kita punya sendiri," tandasnya.
Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso mengungkapkan, latarbelakang perseroan untuk mengakuisisi tambang batu bara adalah karena target pemerintah agar tarif listrik tidak naik, bahkan jika memungkinkan untuk turun. Oleh karena itu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kelistrikan ini harus menjaga agar biaya pokok produksi tidak naik dan merugikan perseroan.
"Latarbelakangnya itu target pemerintah yang diberikan ke kami, adalah menjaga agar tarif listrik tidak naik, kalau bisa turun. Tarif listrik itu ditetapkan pemerintah dengan harga yang relatif tidak bergerak. Kalau tarif tidak boleh naik, PLN harus menjaga agar biaya pokok produksinya tidak naik," katanya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (4/8/2017).
Menurutnya, perseroan tidak bisa hanya mengandalkan batu bara yang dibeli dengan mengacu pada harga pasar (market price), karena harganya yang fluktuatif. Sementara batu bara merupakan salah satu tulang punggung (backbone) untuk pembangkit listrik PLN.
"Jadi yang diutamakan adalah bagaimana menjaga harga batu baranya stable. Karena 55% pasokan listrik dari batu bara. Yang jadi backbone supaya murah itu batubara," imbuh dia.
Iwan mengakui, pemerintah memang memiliki kebijakan agar harga batu bara yang digunakan untuk kebutuhan listrik dibuat rendah. Namun, pihaknya tidak bisa mengandalkan hal tersebut mengingat harganya masih tetap mengacu pada mekanisme pasar.
"Untuk itu PLN berupaya agar secara sekuriti jangka panjang, batu bara ini bisa kita amankan. Supaya harga tidak naik turun, tentu kita menjaga agar kontraknya jangka panjang dengan harga yang tetap relatif. Kalau ada perubahan hanya dari komponen biaya angkut," ungkapnya.
Masih menurut Iwan, Indonesia memang memiliki cadangan batu bara yang besar yaitu 2,5% dari cadangan batu bara dunia. Namun, ekspor batu bara Indonesia pun tak kalah besarnya. Dikhawatirkan, dalam beberapa tahun kedepan batu bara yang dibutuhkan untuk pembangkit listrik sudah tidak ada.
"Pembangkit masih ada tapi batu bara yang dibutuhkan untuk spek ini tidak ada. Jadi tujuannya untu mengamankan security pasokan agar harga dijamin stabil. Jadi bukan untuk tujuan bisnis, tapi untuk kepentingan masyarakat," terang dia.
PLN sendiri, tambahnya, sudah memperoleh lampu hijau dari pemerintah untuk mengakuisisi perusahaan tambang. Diharapkan, tahun ini sudah ada progres mengenai hal tersebut sehingga perseroan bisa menjaga biaya pokok produksi dan pada akhirnya berujung pada tarif tenaga listrik (TTL) untuk masyarakat.
"PLN sudah diberi lampu hijau oleh pemerintah silakan untuk akuisisi tambang. Terus ada langkah lagi join operation, diproduksi bersama dengan harga jangka panjang seperti kita punya sendiri," tandasnya.
(akr)