Pemerintah Didesak Stop Ekspor Konsentrat Freeport
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi mendesak pemerintah menyetop izin ekpor konsentrat yang dilakukan PT Freeport. Kemudian pemerintah perlu melakukan perundingan ulang dan menguntungkan negara.
"Ekspor konsentrat harus dihentikan sementara. Sampai akhir september 2017, jangan pernah mengizinkan kembali," ujarnya saat diskusi Menakar Kinerja Kementerian ESDM Semester I/2017 di Bakoel Coffie Jakarta, Selasa (15/8/2017).
Fahmy mengatakan, ekspor yang dilakukan Freeport, melanggar UU No 4/2009 tentang Minerba. Selain itu, juga dapat melemahkan Indonesia dalam perundingan dengam Freeport.
Menurutnya, dalam perundingan tersebut pemeintah harus keukeuh mempertahankan tuntutan. "Yaitu, perubahan KK menjadi IUPK, beserta seluruh persyaratan IUPK terkait smelterisasi, divestasi saham 51% dan tax rezim prevalling," terang dia.
Dalam kesempatan tersebut, Fahmy menyebut bahwa indikator untuk menilai Kementerian ESDM adalah hasil perundingan sementara dengan Freeport, maka kenerjanya cenderung jeblok. Bahkan, dia menilai bahwa bergaining posisition tim perundingan Kementerian ESDM merosot, sedangkan posisi Freeport semakin kuat.
"Kemerosotan bergaining posisition itu lebih banyak disebabkan beberapa keputusan blunder Kementerian ESDM di tengah perundingan yang lagi berlangsung," ujarnya.
Dia menjelaskan, keputusan sementara Freeport untuk ekpor konsentrat telah melemahkan posisi Indoensia, termasuk isyarat perpanjangan kontrak Freeport selama 10 tahun yang bisa diperpanjang 2x10 tahun. "Hal itu semakin melemahkan pisisi Indonesia," ucapnya.
Karena posisi itu, lanjut Fahmy, Freeport diperkirakan akan menolak keras semua tuntutan Indonesia. Meski izin ekpor konsentrat masih bersifat sementara.
Bahkan, pihaknya memperkirakan bahwa Freeport tidak akan melepas saham mayoritas dengan deviasi 51%. Sebab, Freeport maunya divestasi maksimal 30%.
"Freeport akan tetap memaksakan penggunaan tax rezim naildown (besaran pajak tetap) bukan prevailing," tuturnya.
"Ekspor konsentrat harus dihentikan sementara. Sampai akhir september 2017, jangan pernah mengizinkan kembali," ujarnya saat diskusi Menakar Kinerja Kementerian ESDM Semester I/2017 di Bakoel Coffie Jakarta, Selasa (15/8/2017).
Fahmy mengatakan, ekspor yang dilakukan Freeport, melanggar UU No 4/2009 tentang Minerba. Selain itu, juga dapat melemahkan Indonesia dalam perundingan dengam Freeport.
Menurutnya, dalam perundingan tersebut pemeintah harus keukeuh mempertahankan tuntutan. "Yaitu, perubahan KK menjadi IUPK, beserta seluruh persyaratan IUPK terkait smelterisasi, divestasi saham 51% dan tax rezim prevalling," terang dia.
Dalam kesempatan tersebut, Fahmy menyebut bahwa indikator untuk menilai Kementerian ESDM adalah hasil perundingan sementara dengan Freeport, maka kenerjanya cenderung jeblok. Bahkan, dia menilai bahwa bergaining posisition tim perundingan Kementerian ESDM merosot, sedangkan posisi Freeport semakin kuat.
"Kemerosotan bergaining posisition itu lebih banyak disebabkan beberapa keputusan blunder Kementerian ESDM di tengah perundingan yang lagi berlangsung," ujarnya.
Dia menjelaskan, keputusan sementara Freeport untuk ekpor konsentrat telah melemahkan posisi Indoensia, termasuk isyarat perpanjangan kontrak Freeport selama 10 tahun yang bisa diperpanjang 2x10 tahun. "Hal itu semakin melemahkan pisisi Indonesia," ucapnya.
Karena posisi itu, lanjut Fahmy, Freeport diperkirakan akan menolak keras semua tuntutan Indonesia. Meski izin ekpor konsentrat masih bersifat sementara.
Bahkan, pihaknya memperkirakan bahwa Freeport tidak akan melepas saham mayoritas dengan deviasi 51%. Sebab, Freeport maunya divestasi maksimal 30%.
"Freeport akan tetap memaksakan penggunaan tax rezim naildown (besaran pajak tetap) bukan prevailing," tuturnya.
(izz)