DPR Minta Kenaikan Harga Jual Gas Grissik Dibatalkan
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Inas Nasrullah Zubir meminta pemerintah untuk segera membatalkan keputusan terkait penaikan harga jual gas ConocoPhillips Indonesia (COPI) dari lapangan Grissik, Blok Corridor.
Pasalnya, kenaikan harga gas COPI akan berdampak negatif pada kinerja keuangan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) selaku pembeli gas. Di mana potensi kerugian yang akan dialami PGN ditaksir mencapai Rp120 miliar per tahun, atau berkisar Rp240 miliar hingga kontrak jual beli gas dua perusahaan tadi berakhir pada 2019.
"Kalau makin lama dibiarkan, BUMN kita akan babak belur. Jujur saya tidak mengerti alasan soal harga gas ini (COPI)," ujarnya di Jakarta, Selasa (22/8/2017).
Kenaikan harga jual gas lapangan Grissik seperti dalam surat keputusan Kementerian ESDM bernomor 5882/12/MEM.M/2017. Dalam surat keputusan yang diteken 31 Juli 2017 itu, COPI diperbolehkan untuk menaikan harga jual gas dengan volume 27,27-50 billion british thermal unit per day (BBTUD) dari USD2,6 per million metric british thermal unit (MMBTU) menjadi USD3,5 per MMBTU.
Namun, pembeli gasnya yaitu PGN tidak diperkenankan menaikan harga jual gasnya ke PT PLN (Persero), pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP) hingga pelanggan rumah tangga yang berdomisili di wilayah Batam, Kepulauan Riau. Berdasar keputusan tersebut, Inas pun menegaskan kebijakan ini dinilai tidak adil dan cenderung merugikan perusahaan negara.
"Kalau dia bicara adil, adilnya di mana? Yang ada malah alasan tersebut seakan dibuat-buat atau mengada-ada. Sudah lah, buka saja (alasannya) dan kenapa harus bertemu COPI sebelum teken," tutur dia.
Sebelumnya, saat ditemui di komplek Istana Kepresidenan Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan bahwa penaikan harga jual gas COPI telah didasarkan pada unsur keadilan (fairness) dengan hitungan yang matang. Bahkan, dalam kalkulasi negara berpotensi akan mendapatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari keputusannya.
Meski demikian, Jonan mengakui bahwa kenaikan harga jual gas COPI akan merugikan PGN selaku BUMN pembeli gas ConocoPhillips. "Oh begini, harus gas itu ya prinsipnya begini. Ini harus ada pembagian fair antara operator di hulu dengan operator di midstream. Kalau misalnya harga gas di hulu kita tingkatkan, itu penerimaan negara naik. Naik sebesar yang ditingkatkan itu, jadi ini bukan, oh ngurangi ini (PGN) dikasihkan ke ConocoPhillips, bukan," terangnya.
Sebagai informasi, lapangan Grissik adalah salah wilayah kerja migas yang berada di blok Corridor, Sumatera Selatan. Blok ini telah dikelola ConocoPhillips sejak 1983 dan akan berakhir 19 Desember 2023. Adapun di sepanjang semester I/2017 produksi gas blok Corridor sudah mencapai 980 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
"Kalau yang mengerti tentunya akan paham, apakah kenaikan harga USD0,9 per mmbtu jadi USD3,5 per mmbtu itu pantas diberikan ketika kontrak COPI sudah dimulai puluhan tahun lalu?" jelas dia.
Pasalnya, kenaikan harga gas COPI akan berdampak negatif pada kinerja keuangan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) selaku pembeli gas. Di mana potensi kerugian yang akan dialami PGN ditaksir mencapai Rp120 miliar per tahun, atau berkisar Rp240 miliar hingga kontrak jual beli gas dua perusahaan tadi berakhir pada 2019.
"Kalau makin lama dibiarkan, BUMN kita akan babak belur. Jujur saya tidak mengerti alasan soal harga gas ini (COPI)," ujarnya di Jakarta, Selasa (22/8/2017).
Kenaikan harga jual gas lapangan Grissik seperti dalam surat keputusan Kementerian ESDM bernomor 5882/12/MEM.M/2017. Dalam surat keputusan yang diteken 31 Juli 2017 itu, COPI diperbolehkan untuk menaikan harga jual gas dengan volume 27,27-50 billion british thermal unit per day (BBTUD) dari USD2,6 per million metric british thermal unit (MMBTU) menjadi USD3,5 per MMBTU.
Namun, pembeli gasnya yaitu PGN tidak diperkenankan menaikan harga jual gasnya ke PT PLN (Persero), pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP) hingga pelanggan rumah tangga yang berdomisili di wilayah Batam, Kepulauan Riau. Berdasar keputusan tersebut, Inas pun menegaskan kebijakan ini dinilai tidak adil dan cenderung merugikan perusahaan negara.
"Kalau dia bicara adil, adilnya di mana? Yang ada malah alasan tersebut seakan dibuat-buat atau mengada-ada. Sudah lah, buka saja (alasannya) dan kenapa harus bertemu COPI sebelum teken," tutur dia.
Sebelumnya, saat ditemui di komplek Istana Kepresidenan Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan bahwa penaikan harga jual gas COPI telah didasarkan pada unsur keadilan (fairness) dengan hitungan yang matang. Bahkan, dalam kalkulasi negara berpotensi akan mendapatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari keputusannya.
Meski demikian, Jonan mengakui bahwa kenaikan harga jual gas COPI akan merugikan PGN selaku BUMN pembeli gas ConocoPhillips. "Oh begini, harus gas itu ya prinsipnya begini. Ini harus ada pembagian fair antara operator di hulu dengan operator di midstream. Kalau misalnya harga gas di hulu kita tingkatkan, itu penerimaan negara naik. Naik sebesar yang ditingkatkan itu, jadi ini bukan, oh ngurangi ini (PGN) dikasihkan ke ConocoPhillips, bukan," terangnya.
Sebagai informasi, lapangan Grissik adalah salah wilayah kerja migas yang berada di blok Corridor, Sumatera Selatan. Blok ini telah dikelola ConocoPhillips sejak 1983 dan akan berakhir 19 Desember 2023. Adapun di sepanjang semester I/2017 produksi gas blok Corridor sudah mencapai 980 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
"Kalau yang mengerti tentunya akan paham, apakah kenaikan harga USD0,9 per mmbtu jadi USD3,5 per mmbtu itu pantas diberikan ketika kontrak COPI sudah dimulai puluhan tahun lalu?" jelas dia.
(izz)