Susi Pamer Perikanan RI Nomor Satu se-ASEAN ke Jepang
A
A
A
JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memaparkan kemajuan yang telah ditunjukkan pengelolaan kelautan dan perikanan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono. Untuk pertama kali neraca perdagangan perikanan Indonesia menjadi nomor satu di Asia Tenggara, di mana nelayan Indonesia sudah dapat menangkap tuna hingga ukuran 80kg dalam jarak 1-4 mil.
“Perikanan tangkap naik 11% tahun ini. Ikan naik 2 juta ton, sebanyak 20% untuk konsumsi masyarakat. Indonesia berusaha mengejar konsumsi level target Jepang dengan ukuran ikan 50 kg tahun ini,” ujarnya melalui keterangan resmi di Jakarta, Jumat (25/8/2017).
(Baca Juga: Menteri Susi Target Kembalikan Hilangnya 115 Eksportir Ikan Nasional
Sementara, Taro Kono mengaku terkesan dengan upaya yang dilakukan Menteri Susi dalam mempertahankan sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia. Untuk itu, ia menyatakan bahwa Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) siap bekerja sama dengan Indonesia dengan melakukan riset untuk proyek pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di 6 lokasi.
“Dalam waktu dekat, kami akan mengadakan seminar terkait teknologi yang dapat digunakan untuk mempertahankan sumber daya perikanan dari praktik IUU Fishing. Jepang siap bekerja sama dengan Indonesia sebagai bentuk apresiasi atas usaha Indonesia memberantas IUU Fishing,” kata Taro Kono.
(Baca Juga: Susi Persilakan Jepang Investasi Besar-besaran di Sektor Perikanan
Taro Kono juga sedikit bernostalgia, saat tinggal di Indonesia dirinya senang berkunjung ke Laut Sulu dan Laut Banda yang merupakan breeding zone 60% baby tuna di dunia.
“Kami mengapresiasi kegigihan Ibu Susi. Ibu Susi bahkan menyampaikan proposal ke markas pusat PBB di New York, minta agar ada peraturan tentang high seas untuk menyelamatkan sumber daya perikanan khusunya induk tuna dan proses peredarannya. Bahkan beliau meminta PBB membentuk lembaga khusus guna memberikan kontrol dan regulasi,” pungkas Taro.
Pada pertemuan tersebut, Susi juga meminta Jepang untuk mendukung ocean right, yaitu hak di mana sebuah negara dapat berganti pimpinan dan pola pemerintahan, tanpa mengubah dan menghentikan peraturan perlindungan kelautan dan perikanan.
“Perikanan tangkap naik 11% tahun ini. Ikan naik 2 juta ton, sebanyak 20% untuk konsumsi masyarakat. Indonesia berusaha mengejar konsumsi level target Jepang dengan ukuran ikan 50 kg tahun ini,” ujarnya melalui keterangan resmi di Jakarta, Jumat (25/8/2017).
(Baca Juga: Menteri Susi Target Kembalikan Hilangnya 115 Eksportir Ikan Nasional
Sementara, Taro Kono mengaku terkesan dengan upaya yang dilakukan Menteri Susi dalam mempertahankan sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia. Untuk itu, ia menyatakan bahwa Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) siap bekerja sama dengan Indonesia dengan melakukan riset untuk proyek pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di 6 lokasi.
“Dalam waktu dekat, kami akan mengadakan seminar terkait teknologi yang dapat digunakan untuk mempertahankan sumber daya perikanan dari praktik IUU Fishing. Jepang siap bekerja sama dengan Indonesia sebagai bentuk apresiasi atas usaha Indonesia memberantas IUU Fishing,” kata Taro Kono.
(Baca Juga: Susi Persilakan Jepang Investasi Besar-besaran di Sektor Perikanan
Taro Kono juga sedikit bernostalgia, saat tinggal di Indonesia dirinya senang berkunjung ke Laut Sulu dan Laut Banda yang merupakan breeding zone 60% baby tuna di dunia.
“Kami mengapresiasi kegigihan Ibu Susi. Ibu Susi bahkan menyampaikan proposal ke markas pusat PBB di New York, minta agar ada peraturan tentang high seas untuk menyelamatkan sumber daya perikanan khusunya induk tuna dan proses peredarannya. Bahkan beliau meminta PBB membentuk lembaga khusus guna memberikan kontrol dan regulasi,” pungkas Taro.
Pada pertemuan tersebut, Susi juga meminta Jepang untuk mendukung ocean right, yaitu hak di mana sebuah negara dapat berganti pimpinan dan pola pemerintahan, tanpa mengubah dan menghentikan peraturan perlindungan kelautan dan perikanan.
(akr)