PGN Tekankan Pentingnya Perencanaan Gas Nasional

Kamis, 07 September 2017 - 17:21 WIB
PGN Tekankan Pentingnya Perencanaan Gas Nasional
PGN Tekankan Pentingnya Perencanaan Gas Nasional
A A A
BOGOR - Data neraca gas nasional menyebutkan tahun 2019, Indonesia mengalami defisit gas. Untuk mengatasi masalah ini, negeri ini harus mengimpor gas secara besar-besaran. Namun benarkah demikian? PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk alias PGN membantah anggapan tadi.

Division Head Corporate Communication PGN Dessy Anggia mengatakan data neraca gas bumi nasional memiliki masalah soal keakurasian data. "Di neraca gas kita sering mengatakan bahwa 2019 kita harus impor gas. Kalau dijumlahkan dari seluruh pasokan gas bumi, apa benar demikian adanya?," tanyanya di Cisarua, Bogor, Kamis (7/9/2017).

Ketidakakuratan data soal gas, menurut PGN, karena perbedaan cara penghitungan. Angka-angka yang muncul dalam neraca gas nasional dihitung berdasarkan basis kontrak (contractual basis). Kesimpulan bahwa Indonesia harus impor gas pada 2019 karena melihat perencanaan kontrak, padahal realisasi produksi selalu berbeda dengan perencanaan.

"Neraca gas bumi kita punya masalah keakurasiannya. Dibandingkan perencanaan dengan realisasi, selama lima tahun terakhir realisasi berbeda dengan yang direncanakan. Keakurasian cukup mengkhawatirkan, karena tahun 2013, selisihnya hampir 2.000 BBtuD. Jadi banyak kesimpulan dari neraca gas yang tidak akurat," imbuh dia.

Dessy mencontohkan, pada 2016 disebutkan di neraca gas nasional bahwa produksi gas nasional sudah minus. Namun, yang terjadi adalah Indonesia memiliki 60 kargo gas alam cair (liquified natural gas/LNG) yang belum dimanfaatkan.

"2016 dikatakan minus, tapi yang terjadi kita punya 60 kargo uncommitted. Jadi neraca gas bumi ini adalah kontraktual basis, bukan berdasarkan realisasi yang mengalir," tuturnya.

Masih menurut Dessy, pada 2011 perencanaan kontrak penggunaan gas untuk listrik mencapai 890 BBTUD. Padahal, realisasi yang digunakan hanya sekitar 745 BBTUD.

"Jadi apa yang dialokasikan tidak dimanfaatkan. Jadi kemampuan industri untuk menyerap. Jadi neraca gas kita tidak memberikan informasi yang akurat, apa kita harus impor atau tidak," tandas Dessy.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3879 seconds (0.1#10.140)