Bisakah Rupiah Menguat Tinggalkan Level Rp16.000? Ini Syaratnya
loading...
A
A
A
SAMOSIR - Nilai tukar rupiah belakangan ini sedikit menguat terhadap dolar Amerika Serikat (USD) didukung data perdagangan domestik yang kuat serta langkah Bank Indonesia (BI) mengerek naik suku bunga acuan. Namun demikian, sepekan ini rupiah tercatat masih berada di atas level Rp16.000 per USD.
Pertanyaannya, mungkinkah rupiah kembali menguat sehingga meninggalkan level Rp16.000 per USD? Menurut Ekonom BCA David Sumual, kemungkinan itu sangat terbuka, terlebih di saat ketegangan geopolitik yang mulai mereda dan indeks dolar AS yang sedikit turun.
"Mungkin saja, kan karena perkembangannya sangat dinamis. Kalau saya perhatikan, ini sekarang mereda kan ketegangannya, indeks dolarnya juga sedikit menurun, harga minyaknya menurun ya, bukan tidak mungkin kembali ya," jelas David di sela acara Pelatihan Jurnalis BI di Samosir, Sumatera Utara, Minggu (28/4/2024).
Menurut David, posisi rupiah saat ini masih relatif kompetitif dibandingkan dengan mata uang negara-negara lain terhadap dolar AS. Berdasarkan catatan BI, pelemahan rupiah sampai dengan 23 April 2024 tercatat lebih rendah yakni 5,07% (ytd) jika dibandingkan yen Jepang dan dolar Selandia Baru yang masing-masing melemah 8,91% dan 6,12% (ytd).
Demikian pula dengan mata uang kawasan, seperti baht Thailand dan won Korea yang masing-masing melemah 7,88% dan 6,55% (ytd).
Menurut David, nilai tukar rupiah masih bisa kembali naik. Namun, dia menekankan pentingnya memperhitungkan nilai fundamental ekonomi seperti ekspor dan inflasi. Dia mengingatkan adanya faktor inflasi pangan yang naik beberapa waktu ini.
"Kita harus perhitungkan nilai fundamental seperti ekspor, inflasi, kita tahu kan inflasi pangan kita naik cukup tinggi ya beberapa bulan terakhir. Nah ini tentu mempengaruhi ekspor-impor kita, itu mempengaruhi juga fundamental rupiah," paparnya.
Pertanyaannya, mungkinkah rupiah kembali menguat sehingga meninggalkan level Rp16.000 per USD? Menurut Ekonom BCA David Sumual, kemungkinan itu sangat terbuka, terlebih di saat ketegangan geopolitik yang mulai mereda dan indeks dolar AS yang sedikit turun.
"Mungkin saja, kan karena perkembangannya sangat dinamis. Kalau saya perhatikan, ini sekarang mereda kan ketegangannya, indeks dolarnya juga sedikit menurun, harga minyaknya menurun ya, bukan tidak mungkin kembali ya," jelas David di sela acara Pelatihan Jurnalis BI di Samosir, Sumatera Utara, Minggu (28/4/2024).
Menurut David, posisi rupiah saat ini masih relatif kompetitif dibandingkan dengan mata uang negara-negara lain terhadap dolar AS. Berdasarkan catatan BI, pelemahan rupiah sampai dengan 23 April 2024 tercatat lebih rendah yakni 5,07% (ytd) jika dibandingkan yen Jepang dan dolar Selandia Baru yang masing-masing melemah 8,91% dan 6,12% (ytd).
Demikian pula dengan mata uang kawasan, seperti baht Thailand dan won Korea yang masing-masing melemah 7,88% dan 6,55% (ytd).
Menurut David, nilai tukar rupiah masih bisa kembali naik. Namun, dia menekankan pentingnya memperhitungkan nilai fundamental ekonomi seperti ekspor dan inflasi. Dia mengingatkan adanya faktor inflasi pangan yang naik beberapa waktu ini.
"Kita harus perhitungkan nilai fundamental seperti ekspor, inflasi, kita tahu kan inflasi pangan kita naik cukup tinggi ya beberapa bulan terakhir. Nah ini tentu mempengaruhi ekspor-impor kita, itu mempengaruhi juga fundamental rupiah," paparnya.
(fjo)