Indonesia Harus Tetap Jadi Produsen Sawit Terbesar Dunia
A
A
A
JAKARTA - Pertemuan tingkat tinggi para pemangku kepentingan di Markas PBB New York, Amerika Serikat, menjadi milestone bagi sektor kelapa sawit Indonesia. Di forum ini, pemerintah dan dunia usaha satu suara menegaskan posisi Indonesia terkait pengembangan sektor kelapa sawit yang berkelanjutan.
"Penguatan ISPO adalah komitmen nyata dari pemerintah dan dunia usaha di Indonesia untuk membangun sektor perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan," kata Deputi Bidang Pangan dan Pertanian Kementerian Perekonomian Musdalifah Mahmud dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Kamis (7/9/2017).
Poin yang akan dicapai dalam forum dunia yang dihadiri sekitar 300 delegasi dari berbagai negara tersebut, bagaimana dunia bisa menyeimbangkan kebutuhan produksi dengan tetap menjaga keberlanjutan lingkungan.
Selain Musdalifah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono juga berbicara dalam forum tersebut. Musdalifah berharap, pertengahan tahun depan, poin-poin terkait penguatan ISPO (Indonesian Palm Oil Plantation) bisa dipenuhi.
ISPO adalah standar keberlanjutan yang bersifat wajib bagi perkebunan kelapa sawit Indonesia. "Penguatan ISPO adalah momentum untuk meningkatkan standar keberlanjutan sektor kelapa sawit Indonesia sampai pada tingkat yang bisa diterima dunia," kata Musdalifah.
Dalam paparannya, Joko Supriyono menegaskan bahwa dunia usaha di Indonesia berkomitmen untuk mencapai tata kelola perkebunan kelapa sawit yang ramah lingkungan. Saat ini, dunia usaha dan pemerintah bahu-membahu bagaimana meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit, khususnya bagi petani (small holders).
"Alih-alih melakukan ekspansi lahan, kami berfokus pada upaya meningkatkan produktivitas tanaman," kata Joko. Ia menambahkan, di tengah tuntutan akan keberlanjutan, Indonesia tetap harus menjaga posisinya sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia.
“Tentu saja produsen minyak sawit terbesar dan paling berkelanjutan,” kata Joko. Selain dari Indonesia, dalam forum UNDP ini, juga hadir sebagai pembicara antara lain Menteri Pertanian Liberia Seklau E. Wiles, Wakil Menteri Pertanian bidang Peternakan Paraguay Marcos Medina, dan Presiden Sociedade Rural Brasil Marcelo Vieira.
Paparan Joko Supriyono mendapat sambutan yang positif dari para audiens termasuk dari UNDP (Badan PBB untuk Program Pembangunan). "Kita tahu bagaimana sektor kelapa sawit mendapat sorotan terkait isu deforestasi hingga kebakaran lahan. Kita sudah mendengar bagaimana pemerintah dan dunia usaha di Indonesia berkomitmen untuk menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan lingkungan," kata Andrew Bovarnick, global head UNDP, yang menjadi pemandu diskusi.
Selain sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia, pertemuan tingkat tinggi United Nations Development Program ini juga membahas isu keberlanjutan di Liberia, Paraguay, dan Brasil.
"Penguatan ISPO adalah komitmen nyata dari pemerintah dan dunia usaha di Indonesia untuk membangun sektor perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan," kata Deputi Bidang Pangan dan Pertanian Kementerian Perekonomian Musdalifah Mahmud dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Kamis (7/9/2017).
Poin yang akan dicapai dalam forum dunia yang dihadiri sekitar 300 delegasi dari berbagai negara tersebut, bagaimana dunia bisa menyeimbangkan kebutuhan produksi dengan tetap menjaga keberlanjutan lingkungan.
Selain Musdalifah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono juga berbicara dalam forum tersebut. Musdalifah berharap, pertengahan tahun depan, poin-poin terkait penguatan ISPO (Indonesian Palm Oil Plantation) bisa dipenuhi.
ISPO adalah standar keberlanjutan yang bersifat wajib bagi perkebunan kelapa sawit Indonesia. "Penguatan ISPO adalah momentum untuk meningkatkan standar keberlanjutan sektor kelapa sawit Indonesia sampai pada tingkat yang bisa diterima dunia," kata Musdalifah.
Dalam paparannya, Joko Supriyono menegaskan bahwa dunia usaha di Indonesia berkomitmen untuk mencapai tata kelola perkebunan kelapa sawit yang ramah lingkungan. Saat ini, dunia usaha dan pemerintah bahu-membahu bagaimana meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit, khususnya bagi petani (small holders).
"Alih-alih melakukan ekspansi lahan, kami berfokus pada upaya meningkatkan produktivitas tanaman," kata Joko. Ia menambahkan, di tengah tuntutan akan keberlanjutan, Indonesia tetap harus menjaga posisinya sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia.
“Tentu saja produsen minyak sawit terbesar dan paling berkelanjutan,” kata Joko. Selain dari Indonesia, dalam forum UNDP ini, juga hadir sebagai pembicara antara lain Menteri Pertanian Liberia Seklau E. Wiles, Wakil Menteri Pertanian bidang Peternakan Paraguay Marcos Medina, dan Presiden Sociedade Rural Brasil Marcelo Vieira.
Paparan Joko Supriyono mendapat sambutan yang positif dari para audiens termasuk dari UNDP (Badan PBB untuk Program Pembangunan). "Kita tahu bagaimana sektor kelapa sawit mendapat sorotan terkait isu deforestasi hingga kebakaran lahan. Kita sudah mendengar bagaimana pemerintah dan dunia usaha di Indonesia berkomitmen untuk menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan lingkungan," kata Andrew Bovarnick, global head UNDP, yang menjadi pemandu diskusi.
Selain sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia, pertemuan tingkat tinggi United Nations Development Program ini juga membahas isu keberlanjutan di Liberia, Paraguay, dan Brasil.
(ven)