Serikat Petani Bongkar Kelakuan Korporasi Saat Garap Kebun Sawit di Tanah Air
loading...
A
A
A
JAKARTA - Serikat Petani Indonesia (SPI) miris perkebunan kelapa sawit di dalam negeri banyak dikuasai oleh korporasi. Parahnya lagi, dalam prakteknya terjadi banyak pelanggaran yang endingnya berdampak buruk pada alam Indonesia.
“Perkebunan sawit korporasi telah mengubah hutan menjadi tanaman monokultur, menghilangkan kekayaan hutan kita, juga sumber air berupa rawa-rawa, sungai dan sumber-sumber air lainnya. Korporasi sawit juga terbukti telah menggusur tanah petani, masyarakat adat dan rakyat, sampai merusak infrastruktur di daerah,” papar Ketua Umum SPI, Henry Saragih di Jakarta, Senin (25/4/2022).
Menurutnya, kebijakan moratorium sawit yang melarang perluasan izin perkebunan sejak tahun 2017-2019 sudah benar, di mana ditemukan ada 1,7 juta hektar lebih perusahaan sawit yang melampaui Hak Guna Usaha (HGU) yang mereka miliki dan 3 juta hektar sawit di dalam kawasan hutan.
Selain itu, kata Henry, kehadiran korporasi sawit juga sering mengabaikan izin-izin yang ada, ilegal, dan terjadi kasus pelanggaran kewajiban pajak yang harus dibayarkan kepada negara.
Oleh karena itu dia menyampaikan, perkebunan sawit harus diserahkan pengelolaannya kepada petani untuk dikelola usaha secara koperasi mulai dari urusan tanaman, pabrik CPO dan turunannya.
“Negara harus berperan dalam transisi ini dengan melaksanakan reforma agraria, tanah perkebunan atau pribadi yang luasnya di atas 25 hektare dijadikan tanah obyek reforma agraria (TORA),” tegasnya.
Henry melanjutkan, negara jugalah melalui BUMN yang mengurus turunan strategis produksi sawit, seperti agrofuel atau kepentingan strategis lainnya.
“Korporasi swasta bisa diikutkan di urusan pengolahan industri lanjutan, misalnya untuk pabrik sabun, kosmetik, obatan-obatan, dan usaha-usaha industri turunan lainnya,” katanya.
“Perkebunan sawit korporasi telah mengubah hutan menjadi tanaman monokultur, menghilangkan kekayaan hutan kita, juga sumber air berupa rawa-rawa, sungai dan sumber-sumber air lainnya. Korporasi sawit juga terbukti telah menggusur tanah petani, masyarakat adat dan rakyat, sampai merusak infrastruktur di daerah,” papar Ketua Umum SPI, Henry Saragih di Jakarta, Senin (25/4/2022).
Menurutnya, kebijakan moratorium sawit yang melarang perluasan izin perkebunan sejak tahun 2017-2019 sudah benar, di mana ditemukan ada 1,7 juta hektar lebih perusahaan sawit yang melampaui Hak Guna Usaha (HGU) yang mereka miliki dan 3 juta hektar sawit di dalam kawasan hutan.
Selain itu, kata Henry, kehadiran korporasi sawit juga sering mengabaikan izin-izin yang ada, ilegal, dan terjadi kasus pelanggaran kewajiban pajak yang harus dibayarkan kepada negara.
Oleh karena itu dia menyampaikan, perkebunan sawit harus diserahkan pengelolaannya kepada petani untuk dikelola usaha secara koperasi mulai dari urusan tanaman, pabrik CPO dan turunannya.
“Negara harus berperan dalam transisi ini dengan melaksanakan reforma agraria, tanah perkebunan atau pribadi yang luasnya di atas 25 hektare dijadikan tanah obyek reforma agraria (TORA),” tegasnya.
Henry melanjutkan, negara jugalah melalui BUMN yang mengurus turunan strategis produksi sawit, seperti agrofuel atau kepentingan strategis lainnya.
“Korporasi swasta bisa diikutkan di urusan pengolahan industri lanjutan, misalnya untuk pabrik sabun, kosmetik, obatan-obatan, dan usaha-usaha industri turunan lainnya,” katanya.
(akr)