Kembangkan Bank Banten, Pemprov Diimbau Divestasi Saham BJB
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten diimbau untuk tidak meningkatkan nilai penyertaan modal ke Bank Jabar Banten (BJB) sebagai bagian dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Bahkan, Pemprov Banten didorong untuk melakukan divestasi (pelepasan) saham dari Bank Jabar Banten (BJB).
Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah menyusul informasi bahwa Pemprov Banten ingin menambah penyertaan modal ke BJB agar dividen (pembagian laba) yang diterima setiap tahun lebih besar.
“Menurut hemat saya, tidak perlu kita tambah lagi modal ke BJB. Buat apa? Justru kita akan mendorong dilakukan divestasi (pelepasan/pengurangan). Anggaran yang ada di BJB itu akan kita tarik semua untuk dimasukkan ke Bank Banten,” ujar Asep dalam keterangan resminya, Selasa (12/9/2017).
Sebenarnya, lanjut Asep, rencana penarikan modal di BJB sudah mencuat saat Pemprov Banten dipimpin Pejabat Gubernur Nata Irawan. “Ya ini terhenti. Karena memang sekarang ini ada gubernur baru (Gubernur Wahidin Halim), ya kita serahkan ke gubernur baru. DPRD kan hanya mengingatkan saja,” kata Asep.
Menurutnya, modal Bank Banten perlu ditambah agar perusahaan semakin sehat. “Ini berguna untuk menjaga agar Pemprov Banten tetap menjadi pemegang saham mayoritas dan pengendali di Bank Banten,” terangnya.
Dia meyakini jika modal di BJB dialihkan ke Bank Banten, dalam kurun waktu 2 - 3 tahun Bank Banten sudah bisa memberi dividen kepada Pemprov Banten.
“Untuk itu, direksi Bank Banten perlu serius, prospek bisnis ke depan harus bergerak cepat untuk memulihkan kondisi Bank Banten agar lebih sehat. Ibaratnya kita membeli rumah yang atapnya bolong-bolong, temboknya sudah kusam, dan lainnya, jadi harus direnovasi dulu biar bagus. Butuh kesabaran memang,” ujarnya.
Meski demikian, persoalan divestasi ini harus dikomunikasikan lebih lanjut dengan gubernur selaku pemegang saham dan pemegang kebijakan di Pemprov Banten. “Saya juga sudah meminta Komisi III agar membuat kesimpulan hasil rapat (internal), salah satunya membahas penyertaan modal untuk Bank Banten dan soal divestasi BJB,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Banten Hudaya Latuconsina membenarkan soal rencana penarikan saham dari BJB saat era penjabat Nata Irawan.
“Divestasi terhadap BJB itu tidak bisa serta merta seperti perusahaan biasa, karena BJB itu sudah perusahaan Tbk. Prosesnya harus melalui proses penjualan saham,” terang Hudaya.
Dia mengungkapkan, informasinya pemprov akan menambah saham ke BJB sepanjang dividen yang diperoleh dari BJB itu berkontribusi terhadap pendapat asli daerah (PAD) Banten. Di mana, dari penyertaan modal di BJB sebesar Rp130 miliar, nilai dividen terakhir pada 2016 sebesar Rp49 miliar.
“Kalau kita ingin beri tambahan, bagaimana kita dorong kesanggupan memberi dividen yang lebih besar. Nah itu yang akan dilakukan oleh gubernur. Tinggal menunggu saja nanti keputusannya,” tutur Hudaya.
Diketahui, Bank Banten akan kembali mendapat suntikan modal sebesar Rp100 miliar pada perubahan APBD Banten 2017. Alokasi ini sempat tertunda karena tidak lolos evaluasi kementerian dalam negeri (Kemendagri). Seusai Perda No 5 tahun 2013 tentang penyertaan modal dari Pemprov Banten kepada PT Banten Global Development (BGD) untuk pembentukan Bank Banten, penyertaan untuk Bank Banten sebesar Rp900 miliar. Saat ini, alokasi APBD Banten yang sudah masuk untuk Bank Banten baru Rp600 miliar.
Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah menyusul informasi bahwa Pemprov Banten ingin menambah penyertaan modal ke BJB agar dividen (pembagian laba) yang diterima setiap tahun lebih besar.
“Menurut hemat saya, tidak perlu kita tambah lagi modal ke BJB. Buat apa? Justru kita akan mendorong dilakukan divestasi (pelepasan/pengurangan). Anggaran yang ada di BJB itu akan kita tarik semua untuk dimasukkan ke Bank Banten,” ujar Asep dalam keterangan resminya, Selasa (12/9/2017).
Sebenarnya, lanjut Asep, rencana penarikan modal di BJB sudah mencuat saat Pemprov Banten dipimpin Pejabat Gubernur Nata Irawan. “Ya ini terhenti. Karena memang sekarang ini ada gubernur baru (Gubernur Wahidin Halim), ya kita serahkan ke gubernur baru. DPRD kan hanya mengingatkan saja,” kata Asep.
Menurutnya, modal Bank Banten perlu ditambah agar perusahaan semakin sehat. “Ini berguna untuk menjaga agar Pemprov Banten tetap menjadi pemegang saham mayoritas dan pengendali di Bank Banten,” terangnya.
Dia meyakini jika modal di BJB dialihkan ke Bank Banten, dalam kurun waktu 2 - 3 tahun Bank Banten sudah bisa memberi dividen kepada Pemprov Banten.
“Untuk itu, direksi Bank Banten perlu serius, prospek bisnis ke depan harus bergerak cepat untuk memulihkan kondisi Bank Banten agar lebih sehat. Ibaratnya kita membeli rumah yang atapnya bolong-bolong, temboknya sudah kusam, dan lainnya, jadi harus direnovasi dulu biar bagus. Butuh kesabaran memang,” ujarnya.
Meski demikian, persoalan divestasi ini harus dikomunikasikan lebih lanjut dengan gubernur selaku pemegang saham dan pemegang kebijakan di Pemprov Banten. “Saya juga sudah meminta Komisi III agar membuat kesimpulan hasil rapat (internal), salah satunya membahas penyertaan modal untuk Bank Banten dan soal divestasi BJB,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Banten Hudaya Latuconsina membenarkan soal rencana penarikan saham dari BJB saat era penjabat Nata Irawan.
“Divestasi terhadap BJB itu tidak bisa serta merta seperti perusahaan biasa, karena BJB itu sudah perusahaan Tbk. Prosesnya harus melalui proses penjualan saham,” terang Hudaya.
Dia mengungkapkan, informasinya pemprov akan menambah saham ke BJB sepanjang dividen yang diperoleh dari BJB itu berkontribusi terhadap pendapat asli daerah (PAD) Banten. Di mana, dari penyertaan modal di BJB sebesar Rp130 miliar, nilai dividen terakhir pada 2016 sebesar Rp49 miliar.
“Kalau kita ingin beri tambahan, bagaimana kita dorong kesanggupan memberi dividen yang lebih besar. Nah itu yang akan dilakukan oleh gubernur. Tinggal menunggu saja nanti keputusannya,” tutur Hudaya.
Diketahui, Bank Banten akan kembali mendapat suntikan modal sebesar Rp100 miliar pada perubahan APBD Banten 2017. Alokasi ini sempat tertunda karena tidak lolos evaluasi kementerian dalam negeri (Kemendagri). Seusai Perda No 5 tahun 2013 tentang penyertaan modal dari Pemprov Banten kepada PT Banten Global Development (BGD) untuk pembentukan Bank Banten, penyertaan untuk Bank Banten sebesar Rp900 miliar. Saat ini, alokasi APBD Banten yang sudah masuk untuk Bank Banten baru Rp600 miliar.
(dmd)