Pengembang Didorong Bangun Properti di Nepal
A
A
A
JAKARTA - Perusahaan konstruksi dan properti nasional didorong untuk berinvestasi di Nepal. "Dalam waktu dekat, sejumlah pengembang nasional yang tergabung di REI akan kami ajak melihat peluang investasi properti di negara berpenduduk 28 juta jiwa tersebut," ujar Konjen Kehormatan Nepal untuk Indonesia, Bally Saputra Datuk Janosati di Jakarta Rabu (13/9/2017).
Bally mengatakan, kebutuhan rumah di Nepal masih cukup tinggi, dengan harga jual yang lebih mahal dibandingkan Indonesia. "Ini adalah kesempatan bagi pengusaha properti Indonesia. Sekarang Nepal masih butuh banyak rumah, di samping peluang pengembangan resor, hotel, apartemen dan rumah sakit," papar dia.
Sementara itu, beberapa investor Nepal juga sedang melirik Yogyakarta khususnya kawasan di sekitar Candi Borobudur untuk dibangun hotel. Untuk perdagangan, Nepal membutuhkan banyak souvenir khas untuk dijual kepada wisatawan yang datang ke negeri yang sebagian besar wilayahnya berada di lereng Pegunungan Himalaya tersebut.
Indonesia dengan dukungan industri kreatifnya yang cukup maju, ujar Bally, memiliki peluang besar untuk memasok kebutuhan barang suvenir khas Nepal.
Menurut rencana, akhir Oktober atau awal November 2017, akan digelar forum bisnis pengusaha Indonesia dan Nepal di Kathmandu yang akan dihadiri Perdana Menteri Nepal Sher Bahadur Deuba. Pasca gempa pada 2015 silam, kondisi perekonomian Nepal semakin membaik.
World Bank bahkan memprediksi perekonomian Nepal tahun ini akan tumbuh 5%, jauh melonjak ketimbang 0,6% pada tahun 2016. Salah satu pemicunya adalah kondisi politik yang semakin stabil, selain produksi agrikultur yang terus membaik.
Bally yang juga Chief Executive Officer (CEO) Riyadh Group Indonesia, mengatakan, sesuai tugas dan wewenang yang diberikan pemerintah Indonesia kepadanya, pihaknya akan melakukan berbagai upaya untuk meningkat hubungan dan promosi terkait ekonomi, sosial budaya dan perdagangan Nepal di Indonesia.
Bally mengatakan, kebutuhan rumah di Nepal masih cukup tinggi, dengan harga jual yang lebih mahal dibandingkan Indonesia. "Ini adalah kesempatan bagi pengusaha properti Indonesia. Sekarang Nepal masih butuh banyak rumah, di samping peluang pengembangan resor, hotel, apartemen dan rumah sakit," papar dia.
Sementara itu, beberapa investor Nepal juga sedang melirik Yogyakarta khususnya kawasan di sekitar Candi Borobudur untuk dibangun hotel. Untuk perdagangan, Nepal membutuhkan banyak souvenir khas untuk dijual kepada wisatawan yang datang ke negeri yang sebagian besar wilayahnya berada di lereng Pegunungan Himalaya tersebut.
Indonesia dengan dukungan industri kreatifnya yang cukup maju, ujar Bally, memiliki peluang besar untuk memasok kebutuhan barang suvenir khas Nepal.
Menurut rencana, akhir Oktober atau awal November 2017, akan digelar forum bisnis pengusaha Indonesia dan Nepal di Kathmandu yang akan dihadiri Perdana Menteri Nepal Sher Bahadur Deuba. Pasca gempa pada 2015 silam, kondisi perekonomian Nepal semakin membaik.
World Bank bahkan memprediksi perekonomian Nepal tahun ini akan tumbuh 5%, jauh melonjak ketimbang 0,6% pada tahun 2016. Salah satu pemicunya adalah kondisi politik yang semakin stabil, selain produksi agrikultur yang terus membaik.
Bally yang juga Chief Executive Officer (CEO) Riyadh Group Indonesia, mengatakan, sesuai tugas dan wewenang yang diberikan pemerintah Indonesia kepadanya, pihaknya akan melakukan berbagai upaya untuk meningkat hubungan dan promosi terkait ekonomi, sosial budaya dan perdagangan Nepal di Indonesia.
(ven)