Dukung Swasembada, Industri Pakan Ternak Optimalkan Jagung Lokal
A
A
A
JAKARTA - Industri pakan merespons positif kebijakan pemerintah yang mencanangkan 2017 sebagai tahun swasembada jagung. Hal ini ditunjukkan oleh menurunnya impor jagung untuk bahan pakan dari 3,16 juta ton (2014) menjadi 2,74 juta ton (2015) dan turun signifikan menjadi 884 ribu ton (2016).
“Pabrik Pakan Ternak sampai saat ini belum ada impor jagung untuk bahan pakan. Melalui pola kerjasama dengan pemerintah dalam melakukan penyerapan dan pembelian hasil panen jagung dari petani sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan jagung sebagai bahan pakan,” ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Hudian di Jakarta, Sabtu (23/9/2017).
Hudian menegaskan, tahun ini GPMT juga tidak pernah meminta impor jagung. Pihaknya memandang perlu untuk mengklarifikasi juga terkait dengan pemberitaan yang beredar, bahwa GPMT mengajukan impor feed wheat untuk mengisi kurangnya pasokan jagung dalam negeri sebagai bahan baku pakan itu adalah tidak benar.
“Impor feed wheat sebesar 200 ribu MT itu hanya sebagai salah satu komponen formula pakan karena tidak diproduksi di dalam negeri, dan bukan sebagai pengganti jagung”, jelasnya.
Jumlah 200 ribu MT tersebut akan digunakan untuk waktu 3 bulan atau rata-rata 70 ribu MT per bulan. "Maka dibandingkan dengan kebutuhan satu juta MT jagung per bulan, penggunaan feed wheat tersebut dimaksudkan sebagai komponen improvement feed performance”, ungkap Hudian.
Sekretaris Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah di sela dialog acara Jambore Peternakan Nasional di Bumi Perkemahan Cibubur menyampaikan, langkah Pemerintah dalam mengendalikan impor jagung cukup beralasan karena dari produksi jagung lokal menunjukkan peningkatan signifikan yang menjamin ketersediaannya sebagai bahan pakan aman.
Berdasarkan realisasi tanam Januari – Juni 2017 terdapat potensi produksi 21,86 juta ton yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan 12 bulan bahan pakan ternak (rata-rata 950 ribu ton per bulan: 700 ribu untuk industri pakan dan 250 ribu untuk peternak mandiri). Ditambah dengan realisasi tanam bulan Juli dan Agustus 2017 yang diperkirakan panen pada bulan Oktober-Desember 2017, terdapat surplus 6 juta ton.
Lebih lanjut disampaikan Nasrullah, ketersediaan jagung sebagai bahan pakan juga dikuatkan dari hasil monitoring dan evaluasi jagung oleh tim gabungan yang beranggotakan unsur-unsur dari Kemenko Perekonomian, Bulog, GPMT, dan unsur internal Kementerian Pertanian (Ditjen PKH, Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Pusat Data dan Informasi Pertanian) ke sentra jagung di 9 Provinsi yaitu Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.
Selanjutnya Dirjen PKH I Ketut Diarmita menjelaskan “Ke depan untuk meningkatkan mutu dan keamanan, terutama pemenuhan persyaratan kadar air, maka dalam penanganan pasca panen perlu didukung oleh penyediaaan silo dan dryer di sentra-sentra produksi.
"Selain itu, penanganan pasca panen ini juga akan meningkatkan efisiensi yang diharapkan mampu memperpendek rantai tata niaga jagung dari saat ini," tandasnya.
“Pabrik Pakan Ternak sampai saat ini belum ada impor jagung untuk bahan pakan. Melalui pola kerjasama dengan pemerintah dalam melakukan penyerapan dan pembelian hasil panen jagung dari petani sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan jagung sebagai bahan pakan,” ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Hudian di Jakarta, Sabtu (23/9/2017).
Hudian menegaskan, tahun ini GPMT juga tidak pernah meminta impor jagung. Pihaknya memandang perlu untuk mengklarifikasi juga terkait dengan pemberitaan yang beredar, bahwa GPMT mengajukan impor feed wheat untuk mengisi kurangnya pasokan jagung dalam negeri sebagai bahan baku pakan itu adalah tidak benar.
“Impor feed wheat sebesar 200 ribu MT itu hanya sebagai salah satu komponen formula pakan karena tidak diproduksi di dalam negeri, dan bukan sebagai pengganti jagung”, jelasnya.
Jumlah 200 ribu MT tersebut akan digunakan untuk waktu 3 bulan atau rata-rata 70 ribu MT per bulan. "Maka dibandingkan dengan kebutuhan satu juta MT jagung per bulan, penggunaan feed wheat tersebut dimaksudkan sebagai komponen improvement feed performance”, ungkap Hudian.
Sekretaris Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah di sela dialog acara Jambore Peternakan Nasional di Bumi Perkemahan Cibubur menyampaikan, langkah Pemerintah dalam mengendalikan impor jagung cukup beralasan karena dari produksi jagung lokal menunjukkan peningkatan signifikan yang menjamin ketersediaannya sebagai bahan pakan aman.
Berdasarkan realisasi tanam Januari – Juni 2017 terdapat potensi produksi 21,86 juta ton yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan 12 bulan bahan pakan ternak (rata-rata 950 ribu ton per bulan: 700 ribu untuk industri pakan dan 250 ribu untuk peternak mandiri). Ditambah dengan realisasi tanam bulan Juli dan Agustus 2017 yang diperkirakan panen pada bulan Oktober-Desember 2017, terdapat surplus 6 juta ton.
Lebih lanjut disampaikan Nasrullah, ketersediaan jagung sebagai bahan pakan juga dikuatkan dari hasil monitoring dan evaluasi jagung oleh tim gabungan yang beranggotakan unsur-unsur dari Kemenko Perekonomian, Bulog, GPMT, dan unsur internal Kementerian Pertanian (Ditjen PKH, Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Pusat Data dan Informasi Pertanian) ke sentra jagung di 9 Provinsi yaitu Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.
Selanjutnya Dirjen PKH I Ketut Diarmita menjelaskan “Ke depan untuk meningkatkan mutu dan keamanan, terutama pemenuhan persyaratan kadar air, maka dalam penanganan pasca panen perlu didukung oleh penyediaaan silo dan dryer di sentra-sentra produksi.
"Selain itu, penanganan pasca panen ini juga akan meningkatkan efisiensi yang diharapkan mampu memperpendek rantai tata niaga jagung dari saat ini," tandasnya.
(dmd)