Transaksi Kopi di Kabupaten Bandung Tembus Rp1 Triliun
A
A
A
BANDUNG - Transaksi kopi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat diperkirakan mencapai Rp1 triliun per tahun. Produksi komoditi kopi setiap tahunnya terus meningkat seiring membaiknya harga jual kopi.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tisna Umaran mengatakan, kopi menjadi penyumbang pergerakan ekonomi Kabupaten Bandung selain hortikultura. Perputaran uang dari kopi diperkirakan mencapai Rp1 triliun atau cukup signifikan dibanding hortikultura seperti sayur dan buah yang mencapai Rp5 triliun per tahun.
"Kopi yang dihasilkan di Kabupaten Bandung cukup bagus. Apalagi, pertumbuhan kedai kopi dan kafe memberi pengaruh positif bagi bisnis kopi, selain ikut menggerakkan ekonomi masyarakat," kata Tisna di Cafe Morning Glory Bandung, Selasa (10/10/2017).
Luas lahan pertanian yang membudidayakan kopi mencapai 11.000 hektare (ha), dengan 206 kelompok tani atau 6.000 orang petani. Setiap tahun, lahan kopi rata-rata bertambah sekitar 1.000 ha, seiring terus membaiknya harga kopi di pasaran.
Setiap tahun, Kabupaten Bandung mampu memproduksi kopi dalam bentuk buah cerry sekitar 28.143 ton dan kopi olahan sekitar 7.035 ton. Tingginya produksi kopi di Kabupaten Bandung menjadikan daerah ini berkontribusi sekitar 60% terhadap total produksi kopi Jawa Barat.
Menurutnya, setiap petani kopi, rata-rata mampu menghasilkan kopi minimal 2 ton per ha dalam bentuk buah cerry. Produksi bisa meningkat pada musim-musim tertentu. Saat ini, kopi dalam bentuk cerry dijual Rp9.000/kg dan kopi olahan Rp75.000-Rp150.000/kg.
"Saat ini kami terus menggalakkan agar petani bisa menjual kopi olahan. Karena harganya cukup kompetitif, bahkan karena kualitasnya yang cukup bagus, 75% kopi olahan Kabupaten Bandung sekarang sudah diekspor ke sejumlah negara di dunia," jelas dia.
Namun demikian, jalur ekspor kopi Kabupaten Bandung masih melalui Medan, Jakarta, atau Surabaya. Padahal, bila ekspor bisa dilakukan direct, nilai ekonomi yang bisa dirasakan petani akan lebih besar. Dia berharap, ke depan ada lembaga yang bisa menjembatani proses tersebut.
Sementara itu, produsen kopi Nata Nael Charis mengatakan, secara kualitas kopi Kabupaten Bandung cukup bagus dan banyak diminati sejumlah negara. Sayangnya, kopi Kabupaten Bandung lebih banyak dikenal sebagai brand lain.
Berbagai upaya untuk membuka keran ekspor kopi dari Kabupaten Bandung ke sejumlah negara terus diupayakan. Terakhir, upaya memperkenalkan kopi tersebut ke Australia mendapat respons cukup baik. Bahkan, walaupun volumenya masih kecil, kini ekspor direct ke Australia mulai berjalan.
"Potensi Australia itu cukup bagus. Di sana, setiap orang bisa meminium hingga lima gelas kopi per hari. Kalau kita bisa menyuguhkan kopi berkualitas, akan sangat bagus bagi petani," lanjut Nael.
Sebagai upaya penguatan kopi lokal, pada 13-15 Oktober 2017, akan digelar 1st International Bandung Coffee Festival 2017 di Atrium Utama Festival Citylink, Jalan Peta, Kota Bandung. Event tersebut akan diisi lomba meracik kopi, festival kopi, woskhop, berskala internasional. Sejumlah juri dari berbagai negara akan didatangkan untuk menilai kopi Kabupaten Bandung.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tisna Umaran mengatakan, kopi menjadi penyumbang pergerakan ekonomi Kabupaten Bandung selain hortikultura. Perputaran uang dari kopi diperkirakan mencapai Rp1 triliun atau cukup signifikan dibanding hortikultura seperti sayur dan buah yang mencapai Rp5 triliun per tahun.
"Kopi yang dihasilkan di Kabupaten Bandung cukup bagus. Apalagi, pertumbuhan kedai kopi dan kafe memberi pengaruh positif bagi bisnis kopi, selain ikut menggerakkan ekonomi masyarakat," kata Tisna di Cafe Morning Glory Bandung, Selasa (10/10/2017).
Luas lahan pertanian yang membudidayakan kopi mencapai 11.000 hektare (ha), dengan 206 kelompok tani atau 6.000 orang petani. Setiap tahun, lahan kopi rata-rata bertambah sekitar 1.000 ha, seiring terus membaiknya harga kopi di pasaran.
Setiap tahun, Kabupaten Bandung mampu memproduksi kopi dalam bentuk buah cerry sekitar 28.143 ton dan kopi olahan sekitar 7.035 ton. Tingginya produksi kopi di Kabupaten Bandung menjadikan daerah ini berkontribusi sekitar 60% terhadap total produksi kopi Jawa Barat.
Menurutnya, setiap petani kopi, rata-rata mampu menghasilkan kopi minimal 2 ton per ha dalam bentuk buah cerry. Produksi bisa meningkat pada musim-musim tertentu. Saat ini, kopi dalam bentuk cerry dijual Rp9.000/kg dan kopi olahan Rp75.000-Rp150.000/kg.
"Saat ini kami terus menggalakkan agar petani bisa menjual kopi olahan. Karena harganya cukup kompetitif, bahkan karena kualitasnya yang cukup bagus, 75% kopi olahan Kabupaten Bandung sekarang sudah diekspor ke sejumlah negara di dunia," jelas dia.
Namun demikian, jalur ekspor kopi Kabupaten Bandung masih melalui Medan, Jakarta, atau Surabaya. Padahal, bila ekspor bisa dilakukan direct, nilai ekonomi yang bisa dirasakan petani akan lebih besar. Dia berharap, ke depan ada lembaga yang bisa menjembatani proses tersebut.
Sementara itu, produsen kopi Nata Nael Charis mengatakan, secara kualitas kopi Kabupaten Bandung cukup bagus dan banyak diminati sejumlah negara. Sayangnya, kopi Kabupaten Bandung lebih banyak dikenal sebagai brand lain.
Berbagai upaya untuk membuka keran ekspor kopi dari Kabupaten Bandung ke sejumlah negara terus diupayakan. Terakhir, upaya memperkenalkan kopi tersebut ke Australia mendapat respons cukup baik. Bahkan, walaupun volumenya masih kecil, kini ekspor direct ke Australia mulai berjalan.
"Potensi Australia itu cukup bagus. Di sana, setiap orang bisa meminium hingga lima gelas kopi per hari. Kalau kita bisa menyuguhkan kopi berkualitas, akan sangat bagus bagi petani," lanjut Nael.
Sebagai upaya penguatan kopi lokal, pada 13-15 Oktober 2017, akan digelar 1st International Bandung Coffee Festival 2017 di Atrium Utama Festival Citylink, Jalan Peta, Kota Bandung. Event tersebut akan diisi lomba meracik kopi, festival kopi, woskhop, berskala internasional. Sejumlah juri dari berbagai negara akan didatangkan untuk menilai kopi Kabupaten Bandung.
(izz)