OJK Dukung Program Global Anti Serangan Siber

Rabu, 18 Oktober 2017 - 15:54 WIB
OJK Dukung Program Global...
OJK Dukung Program Global Anti Serangan Siber
A A A
JAKARTA - Risiko terkena serangan siber ke sistem keuangan semakin besar, seiring makin pesatnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di industri jasa keuangan. Upaya pencegahan serangan siber tidak dapat dilakukan hanya oleh satu negara saja, tetapi harus merupakan inisiatif global karena para hackers beroperasi tanpa mengenal batas negara.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, meningkatnya penggunaan internet oleh pemerintah, pelayanan publik dan bisnis swasta termasuk di industri jasa keuangan memiliki implikasi besar jika tidak ditangani dengan baik.

“Di Indonesia, industri jasa keuangan dikategorikan sebagai salah satu infrastruktur penting yang perlu dijaga dari ancaman keamanan dunia maya,” kata Wimboh dalam siaran pers saat seminar International Good Practices on Cybersecurity Preparednesss dalam rangkaian pertemuan tahunan Bank Dunia-IMF di Washington, D.C.

Menghadapi hal itu, di dalam negeri OJK berencana membuat layanan informasi keuangan yang bertugas mempercepat pemulihan saat terjadi serangan siber, dan membentuk lembaga pelatihan penanganan serangan siber. Menurut dia, kepedulian industri jasa keuangan di setiap negara terhadap risiko cyber attacks ini harus ditingkatkan dengan penguatan manajemen risiko operasional terkait teknologi informasi.

Selain itu, untuk mengantisipasi peningkatan ancaman keamanan siber, OJK telah bergabung dalam inisiatif bersama untuk membentuk Badan Siber Nasional bersama sejumlah kementerian dan lembaga negara seperti Kemenkominfo, Kementerian Pertahanan, Kemenko Polhukam, Kepolisian, dan lain-lain. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa pengaruh perubahan iklim dapat mengakibatkan gangguan pada sektor jasa keuangan dan berpotensi memicu krisis ekonomi.

“Perlu adanya global roadmap keuangan berkelanjutan yang diharapkan dapat mempercepat pemenuhan pendanaan untuk tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) dengan meningkatkan peran sektor swasta secara global,” ungkap dia.

Menurut Wimboh, agar lebih efektif, masing-masing negara harus memiliki strategi nasional pengembangan keuangan berkelanjutan yang membangun komitmen bersama dan mengkolaborasikan berbagai instansi, akademisi, industri jasa keuangan dan sektor bisnis. OJK sudah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/POJK.03/2017 Tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, Dan Perusahaan Publik.

Sebelumnya pada Desember 2014, OJK juga sudah mengeluarkan roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia yang bertujuan menjabarkan kondisi yang ingin dicapai terkait keuangan yang berkelanjutan dalam jangka menengah (2015-2019) dan panjang (2015-2024) bagi industri jasa keuangan yang berada di bawah pengawasan OJK serta untuk menentukan dan menyusun tonggak perbaikan program keuangan berkelanjutan.

Di sisi lain, dalam forum Regulatory Approaches for Non-Systemic Banks, Wimboh menyampaikan bahwa setiap negara memiliki struktur perbankan, kompleksitas dan ukuran yang berbeda-beda, sehingga standarisasi pengaturan kehatian-hatian bank non-sistemik secara internasional sulit dilakukan.

Sehingga yang lebih diperlukan adalah penyesuaian standar kehati-hatian di masing-masing negara termasuk kerangka pengawasannya dengan karakteristik bank non-sistemik di masing-masing negara tersebut atau asas proporsionalita. "Hal ini agar pengaturan berlebihan yang memicu compliance cost yang tinggi dapat diminimalkan tanpa mengurangi efektifitas pengaturan dan pengawasan," pungkasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7680 seconds (0.1#10.140)