Kemenko Perekonomian Percepat Proses Reforma Agraria

Kamis, 19 Oktober 2017 - 14:54 WIB
Kemenko Perekonomian Percepat Proses Reforma Agraria
Kemenko Perekonomian Percepat Proses Reforma Agraria
A A A
JAKARTA - Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian mempercepat proses reforma agraria dengan dibentuknya Sekretariat Bersama Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial. Dalam Nota Kesepahaman yang ditandatangani oleh Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan WWF lndonesia, WWF ditunjuk sebagai Project Management Office (PMO) untuk pembentukan Sekretariat Bersama.

Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan, sekretariat bersama dibentuk dengan tujuan mempercepat proses reforma agraria yang sangat penting sebagai peletak dasar bagi program Kebijakan Pemerataan Ekonomi (KPE), pengurangan kesenjangan pemilikan atau penguasaan lahan, penurunan angka kemiskinan dan penciptaan Iapangan pekerjaan.

"Dengan penunjukan PMO ini diharapkan kerjasama antar Kementerian dan lembaga-lembaga yang menangani reforma agraria akan berlangsung secara lebih efektif dan dapat mempercepat pencapaian target program Reforma Agraria," ujarnya di Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Lukita melanjutkan, dalam kebijakan reforma agraria ada dua fokus program yang menjadi kunci mengurangi ketimpangan yang terjadi. Pertama, legalisasi aset yang terdiri dari lahan transmigrasi dan prona serta redistribusi aset yang terdiri dari HGU (Hak Guna Usaha) atau tanah terlantar dan pelepasan kawasan hutan. Kedua, pemberian akses pemanfaatan lahan hutan melalui program Perhutanan Sosial.

"Dalam reforma agraria, masing-masing stakeholder terkadang berbeda budaya kerja dan organisasi dalam merumuskan kebijakan. Ini yang menjadi kendala sehingga memerlukan upaya lebih untuk memahami lebih rinci," ungkap.

Untuk itu, kata Lukita, kerja sama yang dilakukan bersama WWF diharapkan mendukung upaya pemerintah dalam mempercepat program reforma agraria. Sementara CEO WWF lndonesia Rizal Malik mengatakan, kerja sama ini penting untuk mewujudkan komitmen pemerintah dalam memperbaiki tata kelola dan mewujudkan perhutanan sosial, juga melestarikan hutan dan keanekaragaman hayatinya.

"Salah satu yang penting adalah membedakan masyarakat yang betul-betul membutuhkan lahan dengan korporasi. Jadi lahan benar-benar diberikan kepada yang berhak," ujarnya.

Fokus program reforma agraria pertama-tama adalah legalisasi dan redistribusi aset yang digolongkan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) seluas 9 juta hektar. Dari luasan tersebut, ditargetkan 4,5 juta hektar untuk legalisasi aset yang terdiri dari 3,9 juta hektar untuk sertifikasi tanah-tanah warga dan 0.6 juta hektar untuk lahan transmigrasi.

Kemudian sisanya seluas 4,5 juta hektar dialokasikan untuk redistribusi aset yang terdiri dari 0,4 juta hektar dari lahan HGU yang telah habis masa berlakunya dan tanah-tanah terlantar, dan 4,1 juta hektar dari pelepasan kawasan hutan negara.

Selanjutnya, diluar 9 juta hektar tersebut, pemerintah juga menyiapkan lahan seluas 12,7 hektar melalui program Perhutanan Sosial, yang dikelola oleh Kementerian Linkungan Hidup dan Kehutanan melalui skema pemberian ijin pengelolaan atas hutan negara, dan pengakuan hutan adat.

PMO ini akan akan membantu koordinasi dan komunikasi dengan Kementerian teknis (Kementerian LHK, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN dan Kementeria Desa PDT dan Transmigrasi) mengenai progres sertifikasi tanah rakyat, sertifikasi lahan transmigrasi, redistribusi lahan terlantar, pelepasan kawasan hutan, dan perhutanan sosial. Adanya PMO ini sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 2019.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3548 seconds (0.1#10.140)