Pengusaha Ritel Tantang Bisnis Online Bertarung Adil
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menegaskan tidak ada masalah dengan maraknya kehadiran bisnis online yang merebak saat ini, hanya saja mereka ingin adanya permainan adil dalam persaingan perdagangan. Ditambah dengan masuknya pemodal asing, anggota Aprindo saat ini kewalahan menghadapi gempuran bisnis online di tengah pergeseran belanja masyarakat saat ini.
Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta menegaskan, tidak anti terhadap kemajuan zaman dan perkembangan online sekarang dengan berbagai platformnya. Hanya saja menurutnya ketika pengusaha konvensional harus mematuhi berbagai aturan dan perizinan, namun di sisi lain bisnis online belum mempunyai aturan yang jelas. Lantaran hal itu Aprindo menuntut adanya keadilan serta persaingan yang sehat.
"Inikan sudah campur tangan asing terkait permodalan, kita tidak masalah. Sekarang kalo kami melakukan aktivitas perdagangan dengan berbagai aturan, lalu bagaimana dengan online apakah ada aturan?. Selama ini kenyataannya kan tidak ada. Kita harus mematuhi izin barang edar, SNI, Badan POM, pajak maupun tenaga kerja. Kalo kita tidak ada itu semua kita juga akan menggila," ujar Tutum saat Polemik SINDOTrijaya bertajuk "Bisnis Ritel Zaman Now" di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (28/10/2017).
(Baca Juga: Gerai Lotus Tutup, Aprindo Sebut Toko Bangkrut Biasa
Lebih lanjut Ia menambahkan yang diinginkan Aprindo adalah permainan yang adil karena produk yang dijual sama. Kemajuan-kemajuan ini menurutnya jangan sampai melupakan bahwa kita harus jadi pemain bukan penonton. Terang dia pemerintah sebagai regulator harus mempunyai aturan yang jelas, salah satunya adalah masalah pajak yang juga harus diterapkan pada bisnis online.
Tutum lebih lanjut menerangkan untuk pengusaha offline tidak kurang ada 50 izin yang harus dipenuhi sebelum mendirikan toko. Kemudian harus bayar pajak, sewa, bayar karyawan hingga mengikuti aturan izin barang beredar. "Lalu muncul makhluk baru yang cepat, namanya online. Siapapun bisa berjualan tanpa aturan. Kami bahkan ada aturan patokan harga tidak boleh di bawah pasar tradisional. Pemerintah harus jadi juri yang adil," ungkap dia.
"Ini (kemajuan teknologi) bukan hal yang harus ditakuti, tapi harus ada regulasi yang benar. Kami tidak manja untuk meminta perlindungan secara khusus, saya hanya ingin keadilan saja. Ini kemajuan yang kita banggakan, tapi adanya aturan harus ditangkap oleh regulator kita. Kalo bukan kedudukan yang sama, paling tidak diatur yang paling penting. Kita tidak harus seperti China, kita tetap memerlukan google dan lain-lain," tandasnya.
Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta menegaskan, tidak anti terhadap kemajuan zaman dan perkembangan online sekarang dengan berbagai platformnya. Hanya saja menurutnya ketika pengusaha konvensional harus mematuhi berbagai aturan dan perizinan, namun di sisi lain bisnis online belum mempunyai aturan yang jelas. Lantaran hal itu Aprindo menuntut adanya keadilan serta persaingan yang sehat.
"Inikan sudah campur tangan asing terkait permodalan, kita tidak masalah. Sekarang kalo kami melakukan aktivitas perdagangan dengan berbagai aturan, lalu bagaimana dengan online apakah ada aturan?. Selama ini kenyataannya kan tidak ada. Kita harus mematuhi izin barang edar, SNI, Badan POM, pajak maupun tenaga kerja. Kalo kita tidak ada itu semua kita juga akan menggila," ujar Tutum saat Polemik SINDOTrijaya bertajuk "Bisnis Ritel Zaman Now" di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (28/10/2017).
(Baca Juga: Gerai Lotus Tutup, Aprindo Sebut Toko Bangkrut Biasa
Lebih lanjut Ia menambahkan yang diinginkan Aprindo adalah permainan yang adil karena produk yang dijual sama. Kemajuan-kemajuan ini menurutnya jangan sampai melupakan bahwa kita harus jadi pemain bukan penonton. Terang dia pemerintah sebagai regulator harus mempunyai aturan yang jelas, salah satunya adalah masalah pajak yang juga harus diterapkan pada bisnis online.
Tutum lebih lanjut menerangkan untuk pengusaha offline tidak kurang ada 50 izin yang harus dipenuhi sebelum mendirikan toko. Kemudian harus bayar pajak, sewa, bayar karyawan hingga mengikuti aturan izin barang beredar. "Lalu muncul makhluk baru yang cepat, namanya online. Siapapun bisa berjualan tanpa aturan. Kami bahkan ada aturan patokan harga tidak boleh di bawah pasar tradisional. Pemerintah harus jadi juri yang adil," ungkap dia.
"Ini (kemajuan teknologi) bukan hal yang harus ditakuti, tapi harus ada regulasi yang benar. Kami tidak manja untuk meminta perlindungan secara khusus, saya hanya ingin keadilan saja. Ini kemajuan yang kita banggakan, tapi adanya aturan harus ditangkap oleh regulator kita. Kalo bukan kedudukan yang sama, paling tidak diatur yang paling penting. Kita tidak harus seperti China, kita tetap memerlukan google dan lain-lain," tandasnya.
(akr)