Kemenkeu: Perlu Upaya agar Tax Ratio Balik Meningkat
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, perlu dilakukan upaya untuk membuat tax ratio kembali meningkat, mengingat sudah lima tahun terakhir basis pajak mengalami penurunan.
"Kita inginkan tax ratio kita kembali berbalik arah. Selama ini turun sudah lima tahun terakhir. Kita bisa ketemu, belok dia dan mulai meningkat," imbuh dia saat seminar reformasi pajak di Jakarta, Senin (30/10/2017).
Menurutnya, peningkatan basis pajak perlu dilakukan lantaran saat ini pemerintah tengah menggenjot pembangunan. "Kita butuh karena kebutuhan pembangunan. Kebutuhan pembangunan, bangun infrastruktur terus, kebutuhan memberikan perlindungan sosial, transfer ke daerah. Nah, ini sumbernya dari pajak kita dari uang yang kita kumpulkan," terangnya.
Dia mencontohkan, jika kebutuhan pengeluaran pembangunan Indonesia dalam 3-4 tahun ke depan mencapai 15%-16% dari produk domestik bruto (PDB), seharusnya penerimaan pajak Indonesia bisa mendekati angka tersebut. "Sehingga kita bisa membiayai pembangunan kita dari pajak yang kita kumpulkan," tutur Suahasil.
Saat ini pemerintah melakukan reformasi perpajakan, sehingga diharapkan bisa mendorong tax ratio menjadi naik. Dia memaparkan, terdapat empat elemen dari reformasi pajak, pertama perbaikan human resources-nya, kedua perbaikan di IT proses, ketiga perbaikan di bisnis proses pajaknya itu sendiri, dan keempat perbaikan di peraturan-peraturan.
Saat ini pemerintah melakukan pembicaraan oleh DPR untuk revisi UU ketentuan umum perpajakan. Selain itu, pemerintah juga mendiskusikan RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Nah, ini secara keseluruhan kita arahkan agar mendorong tax ratio bisa naik," jelasnya.
Lebih lanjut dia menuturkan, momentum reformasi pajak yang sudah terbangun melalui kesuksesan program pengampunan pajak perlu terus dijaga melalui upaya-upaya reformasi perpajakan yang menyeluruh, termasuk di dalamnya pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi, dan peningkatan basis perpajakan.
Program Pengampunan Pajak yang berakhir 31 Maret 2017 merupakan suatu pencapain luar biasa dan tertinggi dibanding program pengampunan pajak yang dilakukan negara-negara lain di dunia.
Total kekayaan yang dideklarasikan dalam program tersebut mencapai Rp4,885 triliun, di mana 67% merupakan deklarasi dalam negeri, 21% merupakan deklarasi di luar negeri dan 3% dari total aset tersebut direpatriasi ke Indonesia.
Sementara total pembayaran uang tebusan sebesar Rp114 triliun. Sebagian besar uang tebusan tersebut (91,4%) berasal dari Objek Pajak Non UMKM, 14,7% berasal dari Badan Non UKM dan sisanya dari UKM baik perorangan maupun badan.
"Kita inginkan tax ratio kita kembali berbalik arah. Selama ini turun sudah lima tahun terakhir. Kita bisa ketemu, belok dia dan mulai meningkat," imbuh dia saat seminar reformasi pajak di Jakarta, Senin (30/10/2017).
Menurutnya, peningkatan basis pajak perlu dilakukan lantaran saat ini pemerintah tengah menggenjot pembangunan. "Kita butuh karena kebutuhan pembangunan. Kebutuhan pembangunan, bangun infrastruktur terus, kebutuhan memberikan perlindungan sosial, transfer ke daerah. Nah, ini sumbernya dari pajak kita dari uang yang kita kumpulkan," terangnya.
Dia mencontohkan, jika kebutuhan pengeluaran pembangunan Indonesia dalam 3-4 tahun ke depan mencapai 15%-16% dari produk domestik bruto (PDB), seharusnya penerimaan pajak Indonesia bisa mendekati angka tersebut. "Sehingga kita bisa membiayai pembangunan kita dari pajak yang kita kumpulkan," tutur Suahasil.
Saat ini pemerintah melakukan reformasi perpajakan, sehingga diharapkan bisa mendorong tax ratio menjadi naik. Dia memaparkan, terdapat empat elemen dari reformasi pajak, pertama perbaikan human resources-nya, kedua perbaikan di IT proses, ketiga perbaikan di bisnis proses pajaknya itu sendiri, dan keempat perbaikan di peraturan-peraturan.
Saat ini pemerintah melakukan pembicaraan oleh DPR untuk revisi UU ketentuan umum perpajakan. Selain itu, pemerintah juga mendiskusikan RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Nah, ini secara keseluruhan kita arahkan agar mendorong tax ratio bisa naik," jelasnya.
Lebih lanjut dia menuturkan, momentum reformasi pajak yang sudah terbangun melalui kesuksesan program pengampunan pajak perlu terus dijaga melalui upaya-upaya reformasi perpajakan yang menyeluruh, termasuk di dalamnya pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi, dan peningkatan basis perpajakan.
Program Pengampunan Pajak yang berakhir 31 Maret 2017 merupakan suatu pencapain luar biasa dan tertinggi dibanding program pengampunan pajak yang dilakukan negara-negara lain di dunia.
Total kekayaan yang dideklarasikan dalam program tersebut mencapai Rp4,885 triliun, di mana 67% merupakan deklarasi dalam negeri, 21% merupakan deklarasi di luar negeri dan 3% dari total aset tersebut direpatriasi ke Indonesia.
Sementara total pembayaran uang tebusan sebesar Rp114 triliun. Sebagian besar uang tebusan tersebut (91,4%) berasal dari Objek Pajak Non UMKM, 14,7% berasal dari Badan Non UKM dan sisanya dari UKM baik perorangan maupun badan.
(izz)