BI Pantau Kerentanan Sistem Keuangan lewat Neraca Terintegrasi
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) membangun neraca terintegrasi untuk memantau kerentanan sistem keuangan Indonesia. National and Regional Balance Sheet merupakan statistik neraca yang mengintegrasikan posisi dan transaksi keuangan lintas sektor.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keberadaan neraca terintegrasi tersebut akan memperkuat pemantauan risiko sistemik yang dilakukan Bank Indonesia dalam mendukung terwujudnya stabilitas sistem keuangan, sehingga dapat meningkatkan resiliensi ekonomi Indonesia. "Inisiasi penyusunan National and Regional Balance Sheet muncul dari kebutuhan informasi dan alat analisis dalam memantau kompleksitas transaksi ekonomi dan pasar keuangan," kata Perry di Jakarta, Rabu (1/11/2017).
Menurut dia, statistik yang dimiliki sebelumnya tidak sepenuhnya mampu memotret potensi kerentanan sistem keuangan akibat ketidakseimbangan finansial (financial imbalances), interkoneksi antar pelaku ekonomi maupun jalur transmisinya dengan cepat.
Maka dari itu, National and Regional Balance Sheet merupakan satu-satunya statistik yang mengumpulkan posisi dan transaksi keuangan seluruh sektor dalam perekonomian, yaitu rumah tangga, korporasi, pemerintah pusat, pemerintah daerah, perbankan, industri keuangan nonbank dan sektor luar negeri.
"Pemantauan risiko sistemik sektor keuangan menggunakan National and Regional Balance Sheet dilakukan melalui berbagai metode analisis seperti analisis matriks, analisis jaringan (network analysis), analisis profil risiko sektoral, hingga analisis keterkaitan makrofinansial (macrofinancial linkages)," terangnya.
Bank Indonesia memandang, pemantauan risiko sistem keuangan juga perlu dilakukan secara regional. Keberagaman tingkat ekonomi dan kedalaman sektor keuangan antar regional, serta kewenangan daerah dalam mengelola keuangan daerahnya sendiri membutuhkan pemahaman spesifik untuk menangkap keunikan risiko masing-masing daerah.
"Dalam kerangka tersebut, Bank Indonesia menginisiasi penyusunan regional balance sheet di tingkat provinsi sebagai yang pertama di dunia," ungkapnya.
Dia menuturkan, sejak inisiatif ini dimulai pada tahun 2014, berbagai perkembangan telah dicapai. Dari sisi kompilasi statistik, kelengkapan dan akurasi data terus meningkat seiring dengan dukungan data dan informasi dari berbagai lembaga terkait. Sementara dari sisi analisis, berbagai indikator risiko dan metodologi terus dikembangkan untuk mencari alat analisis yang paling tepat.
"Berbagai risiko serta keterkaitan antar sektor mulai dapat dipetakan dan dideteksi," ungkapnya. Lebihlanjut Perry menuturkan, kelengkapan data khususnya pada sektor korporasi perlu mendapatkan perhatian agar kualitas statistik dan analisis semakin meningkat.
Pelaporan keuangan korporasi secara rutin perlu menjadi prioritas bagi otoritas yang berwenang. Selanjutnya, hasil analisis dari National dan Regional Balance Sheet diharapkan dapat dimanfaatkan dan digunakan dalam meningkatkan kualitas pengambilan keputusan oleh institusi baik di level nasional maupun regional. "Ke depan, pengembangan terhadap National dan Regional Balance Sheet akan terus dilakukan," pungkasnya.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keberadaan neraca terintegrasi tersebut akan memperkuat pemantauan risiko sistemik yang dilakukan Bank Indonesia dalam mendukung terwujudnya stabilitas sistem keuangan, sehingga dapat meningkatkan resiliensi ekonomi Indonesia. "Inisiasi penyusunan National and Regional Balance Sheet muncul dari kebutuhan informasi dan alat analisis dalam memantau kompleksitas transaksi ekonomi dan pasar keuangan," kata Perry di Jakarta, Rabu (1/11/2017).
Menurut dia, statistik yang dimiliki sebelumnya tidak sepenuhnya mampu memotret potensi kerentanan sistem keuangan akibat ketidakseimbangan finansial (financial imbalances), interkoneksi antar pelaku ekonomi maupun jalur transmisinya dengan cepat.
Maka dari itu, National and Regional Balance Sheet merupakan satu-satunya statistik yang mengumpulkan posisi dan transaksi keuangan seluruh sektor dalam perekonomian, yaitu rumah tangga, korporasi, pemerintah pusat, pemerintah daerah, perbankan, industri keuangan nonbank dan sektor luar negeri.
"Pemantauan risiko sistemik sektor keuangan menggunakan National and Regional Balance Sheet dilakukan melalui berbagai metode analisis seperti analisis matriks, analisis jaringan (network analysis), analisis profil risiko sektoral, hingga analisis keterkaitan makrofinansial (macrofinancial linkages)," terangnya.
Bank Indonesia memandang, pemantauan risiko sistem keuangan juga perlu dilakukan secara regional. Keberagaman tingkat ekonomi dan kedalaman sektor keuangan antar regional, serta kewenangan daerah dalam mengelola keuangan daerahnya sendiri membutuhkan pemahaman spesifik untuk menangkap keunikan risiko masing-masing daerah.
"Dalam kerangka tersebut, Bank Indonesia menginisiasi penyusunan regional balance sheet di tingkat provinsi sebagai yang pertama di dunia," ungkapnya.
Dia menuturkan, sejak inisiatif ini dimulai pada tahun 2014, berbagai perkembangan telah dicapai. Dari sisi kompilasi statistik, kelengkapan dan akurasi data terus meningkat seiring dengan dukungan data dan informasi dari berbagai lembaga terkait. Sementara dari sisi analisis, berbagai indikator risiko dan metodologi terus dikembangkan untuk mencari alat analisis yang paling tepat.
"Berbagai risiko serta keterkaitan antar sektor mulai dapat dipetakan dan dideteksi," ungkapnya. Lebihlanjut Perry menuturkan, kelengkapan data khususnya pada sektor korporasi perlu mendapatkan perhatian agar kualitas statistik dan analisis semakin meningkat.
Pelaporan keuangan korporasi secara rutin perlu menjadi prioritas bagi otoritas yang berwenang. Selanjutnya, hasil analisis dari National dan Regional Balance Sheet diharapkan dapat dimanfaatkan dan digunakan dalam meningkatkan kualitas pengambilan keputusan oleh institusi baik di level nasional maupun regional. "Ke depan, pengembangan terhadap National dan Regional Balance Sheet akan terus dilakukan," pungkasnya.
(akr)