Perjanjian Perdagangan Perbatasan Indonesia-Malaysia Rampung di 2018
A
A
A
YOGYAKARTA - Pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat menyelesaikan Perundingan Perjanjian Perdagangan Perbatasan (Review Border Trade Agreement/BTA) pada tahun 2018. Kesepakatan ini dicapai pada Perundingan ke-5 Review BTA 1970 yang berlangsung 2-3 November 2017 di Yogyakarta.
“Untuk mencapat target ini, kedua delegasi sepakat mengintensifkan pertemuan. Namun secara intersesi akan terus dilakukan proses konsultasi guna memfasilitasi penyelesaian perundingan ini,” ujar Direktur Perundingan Bilateral Made Marthini sekaligus Ketua Perunding BTA RI-Malaysia seperti dilansir situs resmi Kementerian Perdagangan.
Salah satu bahasan penting dalam perundingan ini, lanjut Made, adalah daftar pertukaran barang-barang yang diperbolehkan dalam perjanjian lintas batas. "Daftar tersebut disusun atas masukan dari daerah dan Kementerian/Lembaga terkait terkait berdasarkan parameter daya beli, tingkat inflasi, kebutuhan dasar, dan pertumbuhan ekonomi masyarakat perbatasan," ujar Made.
Guna mempercepat penyelesaian BTA, kedua negara telah melakukan pertukaran dokumen lampiran BTA sebelum perundingan ini dimulai. "Hal lain yang juga dibahas yaitu titik-titik di wilayah perbatasan yang diperbolehkan kedua negara sebagai pintu masuk/keluar dalam melakukan perdagangan perbatasan. Pembahasan mengenai ini hampir selesai," imbuhnya.
Selain itu, menurut Made, pembahasan mengenai draft text mengalami kemajuan yang signifikan. “Hampir secara prinsip tidak ada masalah yang serius, hanya perlu klarifikasi dan konsultasi internal kedua negara,” jelasnya.
Perundingan ini akan menghasilkan Perjanjian Perdagangan Perbatasan sebagai payung hukum bagi penduduk yang tinggal di perbatasan Indonesia-Malaysia. Perundingan ini merupakan kelanjutan dari perundingan sebelumnya yang berlangsung pada 10-11 Juli 2017 di Kuching, Malaysia.
Dalam perundingan ini, Indonesia diperkuat oleh perwakilan unit-unit terkait di Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Hukum dan HAM, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
Sekilas Mengenai Review BTA 1970
Review BTA Indonesia-Malaysia 1970 ini merupakan salah satu implementasi terhadap Komitmen Presiden Jokowi untuk membangun Indonesia dari perbatasan. BTA Indonesia-Malaysia disepakati tahun 1970, sehingga sangat perlu untuk merevisi BTA tersebut karena banyak sekali perkembangan dan dinamika yang terjadi di lapangan yang mungkin tidak sesuai lagi dengan keadaan dan perkembangan di kedua negara.
Komitmen pemerintah juga tertuang didalam Undang-Undang No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan yang di dalamnya mengatur perdagangan lintas batas. Dengan komitmen pemerintah Indonesia yang serius terhadap pembangunan perbatasan, tentunya membawa semangat baru dan diharapkan perundingan BTA Indonesia-Malaysia dapat segera diselesaikan.
Setelah sempat terhenti selama enam tahun, pada bulan Juni 2016, Presiden Joko Widodo melalui Menteri Perdagangan RI mencetuskan dimulainya kembali perundingan BTA yang sejalan dengan program prioritas nasional untuk membangun Indonesia dari pinggiran.
“Untuk mencapat target ini, kedua delegasi sepakat mengintensifkan pertemuan. Namun secara intersesi akan terus dilakukan proses konsultasi guna memfasilitasi penyelesaian perundingan ini,” ujar Direktur Perundingan Bilateral Made Marthini sekaligus Ketua Perunding BTA RI-Malaysia seperti dilansir situs resmi Kementerian Perdagangan.
Salah satu bahasan penting dalam perundingan ini, lanjut Made, adalah daftar pertukaran barang-barang yang diperbolehkan dalam perjanjian lintas batas. "Daftar tersebut disusun atas masukan dari daerah dan Kementerian/Lembaga terkait terkait berdasarkan parameter daya beli, tingkat inflasi, kebutuhan dasar, dan pertumbuhan ekonomi masyarakat perbatasan," ujar Made.
Guna mempercepat penyelesaian BTA, kedua negara telah melakukan pertukaran dokumen lampiran BTA sebelum perundingan ini dimulai. "Hal lain yang juga dibahas yaitu titik-titik di wilayah perbatasan yang diperbolehkan kedua negara sebagai pintu masuk/keluar dalam melakukan perdagangan perbatasan. Pembahasan mengenai ini hampir selesai," imbuhnya.
Selain itu, menurut Made, pembahasan mengenai draft text mengalami kemajuan yang signifikan. “Hampir secara prinsip tidak ada masalah yang serius, hanya perlu klarifikasi dan konsultasi internal kedua negara,” jelasnya.
Perundingan ini akan menghasilkan Perjanjian Perdagangan Perbatasan sebagai payung hukum bagi penduduk yang tinggal di perbatasan Indonesia-Malaysia. Perundingan ini merupakan kelanjutan dari perundingan sebelumnya yang berlangsung pada 10-11 Juli 2017 di Kuching, Malaysia.
Dalam perundingan ini, Indonesia diperkuat oleh perwakilan unit-unit terkait di Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Hukum dan HAM, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
Sekilas Mengenai Review BTA 1970
Review BTA Indonesia-Malaysia 1970 ini merupakan salah satu implementasi terhadap Komitmen Presiden Jokowi untuk membangun Indonesia dari perbatasan. BTA Indonesia-Malaysia disepakati tahun 1970, sehingga sangat perlu untuk merevisi BTA tersebut karena banyak sekali perkembangan dan dinamika yang terjadi di lapangan yang mungkin tidak sesuai lagi dengan keadaan dan perkembangan di kedua negara.
Komitmen pemerintah juga tertuang didalam Undang-Undang No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan yang di dalamnya mengatur perdagangan lintas batas. Dengan komitmen pemerintah Indonesia yang serius terhadap pembangunan perbatasan, tentunya membawa semangat baru dan diharapkan perundingan BTA Indonesia-Malaysia dapat segera diselesaikan.
Setelah sempat terhenti selama enam tahun, pada bulan Juni 2016, Presiden Joko Widodo melalui Menteri Perdagangan RI mencetuskan dimulainya kembali perundingan BTA yang sejalan dengan program prioritas nasional untuk membangun Indonesia dari pinggiran.
(akr)