Pemalsuan dan Ilegalisasi Produk Jadi PR Sektor Pertanian

Rabu, 08 November 2017 - 14:29 WIB
Pemalsuan dan Ilegalisasi Produk Jadi PR Sektor Pertanian
Pemalsuan dan Ilegalisasi Produk Jadi PR Sektor Pertanian
A A A
BANDUNG - Sebanyak 26% petani tercatat pernah membeli produk perlindungan tanaman (pestisida) dari toko-toko pertanian di tingkat desa. Padahal, dari data hasil survei yang dilakukan Insight Asia tentang pemalsuan pestisida pada beberapa kecamatan di Indonesia, lebih dari 67% petani sudah mempunyai pengetahuan mengenai informasi pestisida palsu dan ilegal dengan daerah tertinggi di Brebes dan Jember.

(Baca Juga: Jaga Keamanan Pangan, Croplife Ajak Perangi Produk Palsu-Ilegal)

"Survey yang mengambil sampel acak sejumlah 180 responden yang mewakili petani, PPL, KP3 (Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida), kepolisian dan Bea Cukai ini terutama menjadikan salah satu parameter dan baseline untuk mengetahui sejauh mana kondisi distribusi penyebaran pestisida palsu dan ilegal," ujar Peniliti dari pihak Insight Asia Ali Indra Hendrawan saat Lokakarya di Lembang, Bandung, Rabu (8/11/2017).

Selain itu, dia menambahkan dilakukan juga untuk mendapatkan pemahaman petani, penegakan hukum dan pemangku kepentingan terhadap masalah pemalsuan pestisida.

Dia menerangkan, survey juga menyebutkan bahwa persentase terhadap informasi keberadaan pestisida palsu dan ilegal sangat kecil, bahkan data di kepolisian menunjukkan hanya mencapai 10%. Sementara, petani dan PPL rerata 30% dan KP3 serta bea cukai mencapai angka 60%.

"Sebagian besar petani yang mendapati memakai produk palsu baru menyadari membeli produk palsu ketika melakukan aplikasi pada tanaman. Namun, tidak halnya dengan produk ilegal, karena ironisnya ada juga petani yang dengan sadar membeli produk ilegal meskipun hanya sejumlah 3%," tuturnya.

Ali Indra menambahkan, tingkat kesadaran untuk melaporkan adanya produk palsu hanya sebesar 28% dan produk ilegal lebih tinggi mencapai 50%. Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) merupakan salah satu tempat yang paling banyak menerima laporan, selebihnya mereka melaporkan ke toko, dinas dan pemerintah setempat.

"Namun sejauh ini keberadaan produsen produk palsu dan ilegal ini masih belum terdeteksi secara akurat. Tetapi pengetahuan petani lebih mengetahui soal keberadaan pestisida palsu daripada pestisida ilegal," terang dia yang mengaku belum mengetahui seberapa banyak persentase jumlah produk yang beredar antara pestisida palsu dan ilegal dipasaran.

Terkait dengan penanggulangan beredarnya pestisida palsu, pihak Direktorat Pengawas Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian (Kementan) berencana memberikan barkode pada produk yang bisa di scan lewat aplikasi. Ditambah perilaku petani yang terbiasa menyimpan botol pestisida sudah terpakai, berpotensi dimanfaatkan hingga beredar kembali.

"Dari diskusi ini kita tahu banyak pekerjaan rumah bagi kita yang masih harus dilakukan. Kita sebagai pelaku industri terus berupaya, dan salah satu menyuluhkan untuk menghancurkan botol pestisida yang sudah dipakai. Petani karena ketidaktauannya sering menyimpan botol bekas pakai dan menjual kembali. Lewat kegiatan ini kita bisa berkolaborasi untuk mencegah peredaran produk ilegal," tutup Executive Director Croplife Indonesia Agung Kurniawan.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7903 seconds (0.1#10.140)