BWI Minta Insentif untuk Kembangkan Tanah Wakaf
A
A
A
SURABAYA - Badan Wakaf Indonesia (BWI) meminta pemerintah untuk memberikan insentif untuk mengembangkan tanah wakaf di Indonesia. Pasalnya, hingga saat ini masih ratusan hektare (ha) tanah wakaf yang menganggur.
Waqf Management & Empowerement Division Badan Wakaf Indonesia Robbyantono menuturkan, saat ini luas tanah wakaf di Indonesia mencapai 420 ribu ha. Dari total luas tanah wakaf tersebut, baru sekitar 10% tanah wakaf yang dimanfaatkan secara produktif dan menghasilkan penerimaan (revenue center).
Sementara sisanya masih merupakan aset yang menganggur. Padahal, nilai tanah wakaf tersebut mencapai Rp2.100 triliun dengan asumsi harga tanah sekitar Rp500 ribu per meter.
"Pemerintah harus memberikan insentif, baik kepada perusahaan pelat merah maupun swasta agar bisa mengembangkan aset wakaf yang sangat besar tersebut," katanya di Grand City Convention Center, Surabaya, Kamis (9/11/2017).
Adapun insentif yang dimaksud bisa berupa Penyertaan Modal Negara (PMN). Dengan begitu, likuiditas lebih memungkinkan dalam mengembangkan tanah wakaf yang menganggur.
Selain itu, pemerintah juga bisa menerbitkan aturan tentang sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) untuk tanah wakaf dalam periode tertentu.
"Pemerintah sejak awal harus menegaskan bahwa PMN ini untuk utilisasi aset wakaf yang masih sangat besar potensinya," tutur dia.
Robby menjelaskan, permasalahan lain yang terjadi terhadap tanah wakaf di Tanah Air adalah pemahaman pengelola zakat (nazar) terkait tanah wakaf tersebut masih minim. Akibatnya, tanah wakaf tersebut tidak termanfaatkan secara optimal.
Misalnya, nazir menukar tanah di kawasan strategis di Rasuna Said, Jakarta Selatan senilai Rp300 miliar. Akibatnya, aset tersebut hanya membukukan pendapatan Rp200 juta per tahun.
"Ukuran tanahnya bisa jadi sama, tapi potensi ekonominya turun. Ini tentu merugikan," jelas dia.
Waqf Management & Empowerement Division Badan Wakaf Indonesia Robbyantono menuturkan, saat ini luas tanah wakaf di Indonesia mencapai 420 ribu ha. Dari total luas tanah wakaf tersebut, baru sekitar 10% tanah wakaf yang dimanfaatkan secara produktif dan menghasilkan penerimaan (revenue center).
Sementara sisanya masih merupakan aset yang menganggur. Padahal, nilai tanah wakaf tersebut mencapai Rp2.100 triliun dengan asumsi harga tanah sekitar Rp500 ribu per meter.
"Pemerintah harus memberikan insentif, baik kepada perusahaan pelat merah maupun swasta agar bisa mengembangkan aset wakaf yang sangat besar tersebut," katanya di Grand City Convention Center, Surabaya, Kamis (9/11/2017).
Adapun insentif yang dimaksud bisa berupa Penyertaan Modal Negara (PMN). Dengan begitu, likuiditas lebih memungkinkan dalam mengembangkan tanah wakaf yang menganggur.
Selain itu, pemerintah juga bisa menerbitkan aturan tentang sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) untuk tanah wakaf dalam periode tertentu.
"Pemerintah sejak awal harus menegaskan bahwa PMN ini untuk utilisasi aset wakaf yang masih sangat besar potensinya," tutur dia.
Robby menjelaskan, permasalahan lain yang terjadi terhadap tanah wakaf di Tanah Air adalah pemahaman pengelola zakat (nazar) terkait tanah wakaf tersebut masih minim. Akibatnya, tanah wakaf tersebut tidak termanfaatkan secara optimal.
Misalnya, nazir menukar tanah di kawasan strategis di Rasuna Said, Jakarta Selatan senilai Rp300 miliar. Akibatnya, aset tersebut hanya membukukan pendapatan Rp200 juta per tahun.
"Ukuran tanahnya bisa jadi sama, tapi potensi ekonominya turun. Ini tentu merugikan," jelas dia.
(izz)