1% Orang Kaya Kuasai Separuh Kekayaan Dunia

Kamis, 16 November 2017 - 08:12 WIB
1% Orang Kaya Kuasai Separuh Kekayaan Dunia
1% Orang Kaya Kuasai Separuh Kekayaan Dunia
A A A
NEW YORK - Jumlah orang superkaya hanya 1% dari populasi dunia. Kendati demikian, orang-orang superkaya ini menguasai 50,1% kekayaan di seluruh dunia.

Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2000 di mana orang kaya di dunia hanya menguasai 45,5% kekayaan di seluruh dunia dunia. Klaim itu diungkapkan dalam laporan terbaru bank investasi Credit Suisse.

Tren ini menunjukkan bahwa jumlah orang kaya dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal itu seiring dengan munculnya berbagai kesempatan orang untuk berwirausaha dan mengembangkan bisnis bersamaan dengan massifnya perkembangan teknologi digital.

Sejak resesi hebat (great recession) pada 1920, orang superkaya mendapatkan keuntungan besar di seluruh dunia. Kekayaan mereka terus bertambah. Bahkan, kekayaan mereka lebih besar dibandingkan anggaran di negara-negara miskin.

Berdasarkan laporan Credit Suisse yang dirilis Selasa (14/11), total kekayaan orang kaya di seluruh dunia juga tumbuh 6% dalam kurun waktu 12 bulan menjadi USD280 triliun (Rp3.790.895 triliun). Angka tersebut merupakan pertumbuhan kekayaan paling cepat sejak 2012.

Dari total USD280 triliun tersebut, jumlah kekayaan sebesar USD16,7 triliun berada di Amerika Serikat (AS), naik USD8,5 triliun dibanding periode sebelumnya. Namun, pertumbuhan kekayaan itu hanya berkonsentrasi pada orang superkaya yakni 1% dari penduduk dunia.

“Sejauh ini kepemimpinan pemerintahan Presiden Donald Trump membuat sektor bisnis tumbuh pesat dan lapangan pekerjaan terbuka lebar,” ujar Chief Investment Officer untuk Manajemen Kekayaan Internasional dari Credit Suisse, Michael O'Sullivan, dilansir CNBC.

Langkah Trump tersebut, kata O’Sullivan, juga mendapatkan dukungan penuhd ari Federal Reserve atau Bank Sentral AS.

“Melihat ke depan, bagaimanapun, nilai pasar tinggi dan harga properti akan memperlambat pergerakan pertumbuhan di masa mendatang,” imbuhnya.

Para miliarder dunia juga diprediksi masih akan mendorong pergerakan bisnis mereka. Sejak tahun 2000, Credit Suisse mengungkapkan, terdapat sebanyak 23,9 juta miliarder baru yang muncul. Saat ini, ada sekitar 36 juta miliarder di dunia dan jumlah mereka diprediksi bertambah menjadi 44 juta pada 2022.

AS masih memimpin dalam jumlah miliarder di seluruh dunia. Sebanyak 15,2 juta miliarder berasal di AS. Mereka yang disebut miliarder adalah orang dengan kekayaan mencapai USD1 juta (Rp13,5 miliar).

Selanjutnya di posisi kedua negara dengan jumlah miliarder terbanyak adalah Jepang. Di negeri Sakura ini, jumlah miliardernya mencapai 2,7 juta orang. Sedangkan Inggris pada peringkat ketiga dengan 2,2 juta miliarder.

Sementara itu, China yang tumbuh menjadi raksasa ekonomi baru berada di posisi kelima dengan jumlah miliarder mencapai 1,9 juta orang. Jumlah populasi orang kaya di China diprediksi mencapai 2,8 juta orang pada 2022 seiring pertumbuhan ekonomi di Negeri Panda yang berkembang pesat.

Menurut laporan Credit Suisse, kekayaan 1% populasi dunia itu akan meningkatkan nilai investasi pada saham dan properti. “Nilai aset finansial –khususnya perusahaan sekuritas –akan menjadi faktor penting karena orang kaya tersebut memegang saham yang tidak proporsional dari bentuk finansial mereka,” ungkap laporan tersebut.

Namun demikian, kesenjangan kekayaan semakin lebar setelah krisis ekonomi. Kondisi itu menyebabkan para pakar kebijakan dan anggota parlemen mempertanyakan dampak bertambahnya jumlah orang kaya dan kekayaan mereka terhadap perekonomian AS dan negara maju lainnya.

Lembaga pemeringat kredit Standard & Poor memperingatkan, kesenjangan kekayaan akan menjadi gangguan dan tantangan dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Apalagi, muncul permasalahan sektor tenaga kerja tak berpendidikan yang akan menjadi beban.

Temuan kajian Credit Suisse menambah perdebatan mengenai reformasi pajak. Apalagi, kubu Partai Republik di AS mengajukan pemotongan pajak. Anggota Dewan Perwakilan AS dan Senat juga lebih mendorong reformasi pajak yang menguntungkan orang kaya dan kelas menengah. Para kritikus mengungkapkan bahwa semua itu akan menambah jurang ketidakadilan dan kesenjangan kekayaan.

Berdampak pada Generasi Milenial
Pada laporan terbarunya, Credit Suisse juga menyatakan bahwa ketimpangan kekayaan juga akan berdampak pada generasi milenial yang berusia 17-35 tahun di seluruh dunia.

Menurut lembaga keuangan tersebut, ada beberapa dampak ketimpangan yang dirasakan pada kelompok tersebut. Salah satunya adalah bertambahnya utang mahasiswa di negara berkembang, menguatnya aturan kredit perumahan setelah 2008, dan tingginya harga rumah.

“Selain itu adanya ketidakseimbangan pendapatan, akses pensiun yang terbatas, dan mobilitas pendapatan yang rendah akan menjadi ‘badai’ yang dihadapi generasi milineal di banyak negara,” ungkap Credit Suisse.

Mereka menambahkan, generasi milenial melakukan hal kurang baik dibandingkan orang tua mereka pada usia yang sama. Namun, tidak semua milenial akan mengaami kesulitan. Banyak generasi milenial yang terjun ke dunia bisnis dan menggapai kesuksesan.

Contohnya, petinggi Facebok Mark Zuckerberg yang mewakili miliarder muda. Pada 2017, terdapat 46 miliarder yang berusia di bawah 40 tahun. Kini miliarder muda bertambah banyak. Misalnya, pada 2003 hanya ada 21 miliarder muda.(Andika Hendra)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6553 seconds (0.1#10.140)