DPR Siapkan Kajian UU BPR yang Spesifik
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Maruarar Sirait siap mendukung kajian UU Bank Perkreditan Rakyat (UU BPR). Menurutnya, BPR harus berkembang karena dibutuhkan masyarakat khususnya di lokasi terpencil.
"BPR banyak berikan kemudahan pelayanan. Prinsip aturan itu harus mengatur semua supaya tidak bertabrakan. Jangan dipaksakan dalam satu UU Perbankan. Karena itu harus ada dukungan regulasi karena BPR sifatnya unik," ujar Maruarar di Jakarta, Jumat (17/11/2017).
Menurutnya, UU BPR harus spesifik misalnya untuk mengatur kredit atau tabungan. Sehingga aturannya sesuai kondisi di lapangan dan tajam dalam menyelesaikan masalah. Saat ini karakter perekonomian di Indonesia banyak sektor UKM atau non formal.
"UU BPR harus lebih teknis dan spesifik sehingga BI dan OJK tidak perlu tarik menarik kebijakan lagi seperti sekarang atau menambah semakin banyak aturan turunan baru. Namun, soal SDM juga harus diseleksi serius dan sungguh sungguh sehingga cocok ketika dieksekusi," ujarnya.
Sementara Ketua Umum Persatuan Bank BPR Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto mengatakan, pihaknya optimistis tahun ini pertumbuhan bisnis BPR dapat tumbuh di level10%-11% sehingga tahun depan diprediksi dapat kembali naik sebesar 12%-13%.
Karena itu, pihaknya selalu memberikan masukan kepada regulator sehingga bisnis BPR bisa tumbuh melayani daerah terpencil. "Jaringan BPR hadir hingga tingkat kecamatan. Kami bisa bersinergi dengan program pemerintah seperti bantuan langsung tunai. Selama ini BPR tidak pernah dilibatkan dalam program pemerintah," ujar Joko.
Dia mengaku anggotanya sangat siap dengan SDM yang lengkap dan aturan yang rigid sesuai standar regulator. Target ekspansi selanjutnya ialah menjadi co-branding e-money dengan Bank Mandiri.
BPR akan turut masuk dalam layanan keuangan digital atau e cash sebagai agen Bank Mandiri untuk melayani pembayaran listrik, pulsa, transfer uang sehingga bisa efisien. "Kami masukkan kerja sama e-money dalam RBB di 2018. Rencananya kami juga akan gandeng beberapa bank lainnya untuk co-branding," imbuhnya.
"BPR banyak berikan kemudahan pelayanan. Prinsip aturan itu harus mengatur semua supaya tidak bertabrakan. Jangan dipaksakan dalam satu UU Perbankan. Karena itu harus ada dukungan regulasi karena BPR sifatnya unik," ujar Maruarar di Jakarta, Jumat (17/11/2017).
Menurutnya, UU BPR harus spesifik misalnya untuk mengatur kredit atau tabungan. Sehingga aturannya sesuai kondisi di lapangan dan tajam dalam menyelesaikan masalah. Saat ini karakter perekonomian di Indonesia banyak sektor UKM atau non formal.
"UU BPR harus lebih teknis dan spesifik sehingga BI dan OJK tidak perlu tarik menarik kebijakan lagi seperti sekarang atau menambah semakin banyak aturan turunan baru. Namun, soal SDM juga harus diseleksi serius dan sungguh sungguh sehingga cocok ketika dieksekusi," ujarnya.
Sementara Ketua Umum Persatuan Bank BPR Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto mengatakan, pihaknya optimistis tahun ini pertumbuhan bisnis BPR dapat tumbuh di level10%-11% sehingga tahun depan diprediksi dapat kembali naik sebesar 12%-13%.
Karena itu, pihaknya selalu memberikan masukan kepada regulator sehingga bisnis BPR bisa tumbuh melayani daerah terpencil. "Jaringan BPR hadir hingga tingkat kecamatan. Kami bisa bersinergi dengan program pemerintah seperti bantuan langsung tunai. Selama ini BPR tidak pernah dilibatkan dalam program pemerintah," ujar Joko.
Dia mengaku anggotanya sangat siap dengan SDM yang lengkap dan aturan yang rigid sesuai standar regulator. Target ekspansi selanjutnya ialah menjadi co-branding e-money dengan Bank Mandiri.
BPR akan turut masuk dalam layanan keuangan digital atau e cash sebagai agen Bank Mandiri untuk melayani pembayaran listrik, pulsa, transfer uang sehingga bisa efisien. "Kami masukkan kerja sama e-money dalam RBB di 2018. Rencananya kami juga akan gandeng beberapa bank lainnya untuk co-branding," imbuhnya.
(izz)