Menperin Dorong Realisasi Investasi SCG Senilai USD600 Juta
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mendorong realisiasi investasi dari manufaktur besar Thailand, Siam Cement Group (SCG), yang berencana membangun fasilitas produksi naphtha cracker di Cilegon, Banten.
Diharapkan, pabrik dengan investasi senilai USD600 juta ini akan memenuhi kebutuhan bahan baku di dalam negeri sehingga dapat mengurangi impor.
“Kami berharap investasi ini bisa segera terwujud, mengingat pentingnya bagi penguatan industria kimia di Indonesia,” kata Menperin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (19/11/2017).
Menperin menegaskan, pemerintah siap memfasilitasi upaya percepatan para pelaku industri yang ingin berekspansi atau menanamkan modalnya di Tanah Air. Misalnya, investor akan mendapat kemudahan perizinan apabila membangun pabriknya di kawasan industri.
“Kalau ingin cepat, sebaiknya investasi dilakukan di kawasan industri karena semua perizinan, rantai pasok, dan infrastruktur penunjang sudah disiapkan di sana,” tuturnya.
Guna mendukung pembangunan industri petrokimia di Indonesia, Kementerian Perindustrian (Kemenprin) juga akan memfasilitasi perusahaan memperoleh insentif fiskal seperti tax allowance atau tax holiday.
Di samping itu, agar lebih berdaya saing, Kemenperin juga telah mengusulkan industri petrokimia perlu mendapatkan penurunan harga gas karena sebagai sektor pengguna gas terbesar dalam proses produksinya.
Saat ini, Kemenperin memfokuskan industri petrokimia sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan pembangunannya di dalam negeri karena berperan penting sebagai pemasok bahan baku bagi banyak manufaktur hilir seperti industri plastik, tekstil, cat, kosmetika hingga farmasi.
Lebih lanjut, Airlangga memberikan apresiasi kepada SCG yang sudah berinvestasi di Indonesia selama lebih dari 20 tahun. Perusahaan ini telah menyerap tenaga kerja langsung ataupun tidak langsung lebih dari 8.000 orang.
Di Indonesia, SCG memiliki tiga lini bisnis, yaitu kimia, material bangunan semen (CBM), dan pengemasan. Pangsa pasar CBM sebesar 56%, kimia 42%, dan pengemasan 2%. Total nilai investasi SCG di Indonesia sebesar USD1,4 miliar hingga akhir 2016 atau sekitar Rp18,9 triliun.
Diharapkan, pabrik dengan investasi senilai USD600 juta ini akan memenuhi kebutuhan bahan baku di dalam negeri sehingga dapat mengurangi impor.
“Kami berharap investasi ini bisa segera terwujud, mengingat pentingnya bagi penguatan industria kimia di Indonesia,” kata Menperin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (19/11/2017).
Menperin menegaskan, pemerintah siap memfasilitasi upaya percepatan para pelaku industri yang ingin berekspansi atau menanamkan modalnya di Tanah Air. Misalnya, investor akan mendapat kemudahan perizinan apabila membangun pabriknya di kawasan industri.
“Kalau ingin cepat, sebaiknya investasi dilakukan di kawasan industri karena semua perizinan, rantai pasok, dan infrastruktur penunjang sudah disiapkan di sana,” tuturnya.
Guna mendukung pembangunan industri petrokimia di Indonesia, Kementerian Perindustrian (Kemenprin) juga akan memfasilitasi perusahaan memperoleh insentif fiskal seperti tax allowance atau tax holiday.
Di samping itu, agar lebih berdaya saing, Kemenperin juga telah mengusulkan industri petrokimia perlu mendapatkan penurunan harga gas karena sebagai sektor pengguna gas terbesar dalam proses produksinya.
Saat ini, Kemenperin memfokuskan industri petrokimia sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan pembangunannya di dalam negeri karena berperan penting sebagai pemasok bahan baku bagi banyak manufaktur hilir seperti industri plastik, tekstil, cat, kosmetika hingga farmasi.
Lebih lanjut, Airlangga memberikan apresiasi kepada SCG yang sudah berinvestasi di Indonesia selama lebih dari 20 tahun. Perusahaan ini telah menyerap tenaga kerja langsung ataupun tidak langsung lebih dari 8.000 orang.
Di Indonesia, SCG memiliki tiga lini bisnis, yaitu kimia, material bangunan semen (CBM), dan pengemasan. Pangsa pasar CBM sebesar 56%, kimia 42%, dan pengemasan 2%. Total nilai investasi SCG di Indonesia sebesar USD1,4 miliar hingga akhir 2016 atau sekitar Rp18,9 triliun.
(fjo)