Pembayaran Nontunai di Tol Dinilai Langgar Delapan Aturan
A
A
A
BANDUNG - Penggunaan uang elektronik (e-money) di tol dinilai melanggar delapan peraturan. Pemerintah pun dinilai terlalu terburu-buru tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat.
Ketua Umum Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Firman Turmantara mengatakan, setidaknya ada delapan peraturan yang dilanggar pemerintah dari sisi perlindungan konsumen atas diberlakukannya pembayaran nontunai di jalan tol.
"Pemerintah terlalu cepat melakukan program nontunai di tol tanpa memperbaiki terlebih dulu aturan yang ada. Kami melihat setidaknya ada delapan aturan yang dilanggar untuk program ini," jelas Firman dalam Seminar Implementasi Era Non Tunai bagi Masyarakat dan Pelaku Usaha di Kampus USB Bandung, Senin (20/11/2017).
Dari sisi perlindungan konsumen, pembayaran nontunai di tol melanggar UU Perlindungan Konsumen. Di mana, pemerintah mengabaikan hak untuk memilih. Semestinya, operator juga membuka satu pintu untuk pembayaran tunai, sehingga konsumen bisa memilih.
UU lainnya yang dilanggar adalah UU No 7/2011 tentang Mata Uang. Di mana disebutkan bahwa mata uang yang berlaku di Indonesia adalah mata uang kertas dan berbentuk logam.
"Ini juga melanggar UU pelayanan publik. Bahkan Ombudsman pun menyebut program ini maladministrasi," imbuh dia.
Firman juga menyebutkan, pembayaran nontunai melanggar peraturan BI No 16/2014 Pasal 6, dalam memberikan jasa sistem pembayaran yang ada biaya dari konsumen, wajib mendapatkan kesepakatan tertulis dari konsumen. Tetapi pada pembayaran nontunai tidak ada kesepakatan kedua belah pihak.
Ketua Tim Sistem Pembayaran BI Kantor Perwakilan Jabar, Hermawan Novianto menyebutkan, penggunaan nontunai ritel masih 1%. Artinya, sisanya masih menggunakan uang cash. Sementara, mereka yang telah mengakses perbankan baru 36%.
"Kami memang menyadari sosialisasi perlu diperluas. Karena pada awal pelaksanaannya, banyak ditemukan masyarakat yang kesulitan akses kartu e-money. Tapi lama kelamaan terbiasa," jelas dia.
Ketua Umum Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Firman Turmantara mengatakan, setidaknya ada delapan peraturan yang dilanggar pemerintah dari sisi perlindungan konsumen atas diberlakukannya pembayaran nontunai di jalan tol.
"Pemerintah terlalu cepat melakukan program nontunai di tol tanpa memperbaiki terlebih dulu aturan yang ada. Kami melihat setidaknya ada delapan aturan yang dilanggar untuk program ini," jelas Firman dalam Seminar Implementasi Era Non Tunai bagi Masyarakat dan Pelaku Usaha di Kampus USB Bandung, Senin (20/11/2017).
Dari sisi perlindungan konsumen, pembayaran nontunai di tol melanggar UU Perlindungan Konsumen. Di mana, pemerintah mengabaikan hak untuk memilih. Semestinya, operator juga membuka satu pintu untuk pembayaran tunai, sehingga konsumen bisa memilih.
UU lainnya yang dilanggar adalah UU No 7/2011 tentang Mata Uang. Di mana disebutkan bahwa mata uang yang berlaku di Indonesia adalah mata uang kertas dan berbentuk logam.
"Ini juga melanggar UU pelayanan publik. Bahkan Ombudsman pun menyebut program ini maladministrasi," imbuh dia.
Firman juga menyebutkan, pembayaran nontunai melanggar peraturan BI No 16/2014 Pasal 6, dalam memberikan jasa sistem pembayaran yang ada biaya dari konsumen, wajib mendapatkan kesepakatan tertulis dari konsumen. Tetapi pada pembayaran nontunai tidak ada kesepakatan kedua belah pihak.
Ketua Tim Sistem Pembayaran BI Kantor Perwakilan Jabar, Hermawan Novianto menyebutkan, penggunaan nontunai ritel masih 1%. Artinya, sisanya masih menggunakan uang cash. Sementara, mereka yang telah mengakses perbankan baru 36%.
"Kami memang menyadari sosialisasi perlu diperluas. Karena pada awal pelaksanaannya, banyak ditemukan masyarakat yang kesulitan akses kartu e-money. Tapi lama kelamaan terbiasa," jelas dia.
(izz)