Pembangunan Hunian Vertikal Murah di Tangsel Makin Menggeliat
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Letak hunian dan bangunan di area pinggiran DKI Jakarta terus mengalami peningkatan pesat, salah satunya di wilayah Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
Daerah yang memiliki akses langsung ke ibu kota itu, saat ini dihuni sekitar 1,5 juta jiwa, angka tersebut diprediksi bakal terus mengalami peningkatan tiap tahun.
Belum lagi ditambah statusnya sebagai kota penyangga ibu kota, maka Kota Tangsel kini seolah menjadi magnet tersendiri bagi sebagian pekerja untuk mempunyai hunian dengan harga terjangkau.
Hal tersebut tentu harus menyesuaikan pula dengan ketersediaan lahan. Padahal disisi lain, pembangunan gedung-gedung perkantoran, sarana dan prasarana umum, pusat bisnis serta perbelanjaan, membuat letak tata kota di Tangsel semakin padat.
Akibatnya, harga lahan pun mengalami peningkatan fluktuatif, tergantung pada aksesibilitasnya. Sementara, mayoritas kemampuan financial kalangan pekerja sangat terbatas.
Ditenggarai, hal itu penyebab pengembang properti baik "plat merah" ataupun swasta menitikberatkan pada pembangunan hunian vertikal berbentuk apartemen dan rumah susun. Karena, selain sebagai solusi mengatasi keterbatasan lahan, langkah itu juga ditujukan agar masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah mampu memiliki tempat tinggal dengan harga murah.
"Wilayah Banten yang paling dekat dengan Jakarta yaitu Bintaro (Tangsel). Dari hasil yang kita amati beberapa tahun terakhir ini, hunian vertikal diperlukan di sini sebagai kota penyangga Jakarta, karena kalau mencari tanah baru di kawasan ini sangat sulit. Itulah mengapa mulai banyak pembangunan hunian-hunian vertikal di kawasan ini," terang Bisnis Head Apartemen Emerald Bintaro Novel Fauzi saat memaparkan hunian vertikal murah di kawasan Jombang Raya, Bintaro, Tangsel, Selasa (21/11/2017).
Sementara di lokasi yang sama, General Manager (GM) Property Bintaro Jaya, Arum Prasasti menggambarkan, pembangunan hunian vertikal murah di Tangsel sejalan dengan keinginan pemerintah yang gencar menjalankan program satu juta rumah murah bersubsidi.
Target konsumen pasarnya merupakan generasi milenial, yakni pasangan yang baru menikah, keluarga kecil, atau kelas pekerja dengan pendapatan menengah ke bawah. Saat ini, permintaan hunian murah itu cukup tinggi, khususnya bagi generasi milenial.
"Ini bisa dilihat dari dua tower apartemen kami yang berkisar Rp300 jutaan, ada 598 unit tiap tower, statusnya sudah sould out pada 2015. Sebenarnya kalau dilihat tipologi unit dari apartemen kami, itu sudah kami sesuaikan dengan standar peraturan Kemen PUPR, mengenai rumah susun umum bersubsidi, walaupun fasilitasnya mungkin lebih," jelas Arum.
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo melakukan groundbreaking pembangunan 6.000 unit rumah vertikal bersubsidi di kawasan Bukit Sarua, Ciputat, Tangsel. Tiap unit harganya sekitar Rp293 juta, melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), penerima program itu akan mendapat DP rendah hanya 1% dan subsidi bunga KPR hanya 5%.
Sebagaimana diketahui, realisasi program satu juta rumah murah bersubsidi pada 2016 telah terpenuhi hingga mencapai 805.169. Rinciannya, pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mencapai angka 569.382 unit, sedangkan rumah non MBR sebanyak 235.787 unit. Jumlah ini meningkat dibanding 2015 yang hanya sekitar 699.770 unit.
Daerah yang memiliki akses langsung ke ibu kota itu, saat ini dihuni sekitar 1,5 juta jiwa, angka tersebut diprediksi bakal terus mengalami peningkatan tiap tahun.
Belum lagi ditambah statusnya sebagai kota penyangga ibu kota, maka Kota Tangsel kini seolah menjadi magnet tersendiri bagi sebagian pekerja untuk mempunyai hunian dengan harga terjangkau.
Hal tersebut tentu harus menyesuaikan pula dengan ketersediaan lahan. Padahal disisi lain, pembangunan gedung-gedung perkantoran, sarana dan prasarana umum, pusat bisnis serta perbelanjaan, membuat letak tata kota di Tangsel semakin padat.
Akibatnya, harga lahan pun mengalami peningkatan fluktuatif, tergantung pada aksesibilitasnya. Sementara, mayoritas kemampuan financial kalangan pekerja sangat terbatas.
Ditenggarai, hal itu penyebab pengembang properti baik "plat merah" ataupun swasta menitikberatkan pada pembangunan hunian vertikal berbentuk apartemen dan rumah susun. Karena, selain sebagai solusi mengatasi keterbatasan lahan, langkah itu juga ditujukan agar masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah mampu memiliki tempat tinggal dengan harga murah.
"Wilayah Banten yang paling dekat dengan Jakarta yaitu Bintaro (Tangsel). Dari hasil yang kita amati beberapa tahun terakhir ini, hunian vertikal diperlukan di sini sebagai kota penyangga Jakarta, karena kalau mencari tanah baru di kawasan ini sangat sulit. Itulah mengapa mulai banyak pembangunan hunian-hunian vertikal di kawasan ini," terang Bisnis Head Apartemen Emerald Bintaro Novel Fauzi saat memaparkan hunian vertikal murah di kawasan Jombang Raya, Bintaro, Tangsel, Selasa (21/11/2017).
Sementara di lokasi yang sama, General Manager (GM) Property Bintaro Jaya, Arum Prasasti menggambarkan, pembangunan hunian vertikal murah di Tangsel sejalan dengan keinginan pemerintah yang gencar menjalankan program satu juta rumah murah bersubsidi.
Target konsumen pasarnya merupakan generasi milenial, yakni pasangan yang baru menikah, keluarga kecil, atau kelas pekerja dengan pendapatan menengah ke bawah. Saat ini, permintaan hunian murah itu cukup tinggi, khususnya bagi generasi milenial.
"Ini bisa dilihat dari dua tower apartemen kami yang berkisar Rp300 jutaan, ada 598 unit tiap tower, statusnya sudah sould out pada 2015. Sebenarnya kalau dilihat tipologi unit dari apartemen kami, itu sudah kami sesuaikan dengan standar peraturan Kemen PUPR, mengenai rumah susun umum bersubsidi, walaupun fasilitasnya mungkin lebih," jelas Arum.
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo melakukan groundbreaking pembangunan 6.000 unit rumah vertikal bersubsidi di kawasan Bukit Sarua, Ciputat, Tangsel. Tiap unit harganya sekitar Rp293 juta, melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), penerima program itu akan mendapat DP rendah hanya 1% dan subsidi bunga KPR hanya 5%.
Sebagaimana diketahui, realisasi program satu juta rumah murah bersubsidi pada 2016 telah terpenuhi hingga mencapai 805.169. Rinciannya, pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mencapai angka 569.382 unit, sedangkan rumah non MBR sebanyak 235.787 unit. Jumlah ini meningkat dibanding 2015 yang hanya sekitar 699.770 unit.
(izz)