Penyesuaian Tarif Tol Tiap Dua Tahun Perlu Kajian Mendalam
A
A
A
JAKARTA - Kenaikan tarif tol untuk belasan ruas yang segera diberlakukan dinilai sangat kurang bijak jika dipaksakan dalam kondisi ekonomi dan penurunan daya beli saat ini. Sehingga, perlu dikaji lebih dalam oleh pemerintah dalam hal ini BPJT dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Perindo Henky Eko Sriyantono mengatakan, jika kebijakan ini dipaksakan maka multiplier effect-nya akan berimbas kepada naiknya biaya angkutan umum, angkut bahan baku kebutuhan pokok. Sehingga, menimbulkan semua harga bahan baku termasuk sembako akan naik.
"Kalau sudah begini masyarakat kecil yang paling merasakan dampaknya di tengah kondisi sulit. Kalau sudah seperti ini, pasti akan disusul dengan tuntutan kenaikan UMP atau UMK yang akan memberatkan pelaku usaha, khususnya pelaku UMKM," kata dia, Jakarta, Rabu (22/11/2017).
Dia menuturkan, memang kenaikan atau penyesuaian tarif tol merujuk kepada UU No 38/2004 yang mana para pengelola jalan tol di Indonesia berhak mengajukan penyesuaian tarif tiap dua tahun sekali yang dihitung berdasarkan besaran inflasi masing-masing daerah atau lokasi beroperasinya jalan tol.
Namun, perlu diingat apakah hal ini linier dengan kenaikan tingkat pendapatan masyarakat kecil khususnya. Kenaikan atau penyesuaian tarif jalan tol tidak bisa dilihat dari kacamata pengguna jalan tol, tapi harus dikaji secara detail dan matang dampak dari kenaikan komoditi bahan baku.
"Termasuk biaya transportasi angkutan umum yang akan dihadapi masyarakat kecil di tengah kondisi yang penurunan daya beli saat ini," imbuhnya.
Sebagai masyarakat yang setiap hari melewati jalan tol khususnya di wilayah Jabodetabek, pemandangan pemacetan menjadi makanan sehari-hari. "Praktis bisa saya katakan V/C ratio jalan tol di Jabodetabek sudah mendekati 1, padahal semestinya jalan tol adalah jalan bebas hambatan yang memberikan kenyamanan untuk pengguna," tutur Henky.
Pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM) juga perlu dinilai atau diaudit apakah sudah memenuhi substansi pelayanan, kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan, unit pertolongan/penyelamatan, bantuan pelayanan, lingkungan, tempat istirahat.
Atas dasar itu, jangan sampai yang terjadi selama in,i besok tarif dinaikkan tapi kemacetan masih sama dengan sebelum tarif naik dan kondisi jalan juga masih ditemukan lubang yang membahayakan pengguna jalan tol.
Hal itu perlu menjadi perhatian pemerintah, audit SPM terhadap operator jalan tol benar-benar sesuai kaidah jalan tol sesungguhnya. Operator jalan tol juga dituntut kreatif dalam melakukan traffic management setiap hari.
"Saya contohkan di ruas JORR dari Cikunir ke arah Pondok Indah yang mana setiap hari macet dipenuhi dengan truk yang membuat tidak nyaman, semestinya dibuat kanalisasi dan kontra flow untuk jalur truk secara khusus dan menindak dengan tegas truk atau kendaraan berat yang kecepatannya di bawah minimal yang ditentukan akibat muatan berlebih," jelasnya.
Hal lainnya, lanjut dia, masih masalah SPM (standar pelayanan minimal) yang terkadang kurang diperhatikan, contoh masalah lubang di jalan tol yang semestinya 2x24 jam zero pothole jangan sampai terlewat yang merugikan pengguna jalan tol.
"Termasuk masalah penerapan e-toll, petugas mesti sigap karena seringkali saya alami loading alat elektronik pembaca kartu elektronik lambat yang akhirnya membuat antrean panjang," ujar dia.
Melihat kondisi seperti ini, kenaikan tarif masih belum tepat waktunya dan sambil mengaudit SPM masing-masing operator jalan tol dengan mendengarkan masukan dan kritikan para pengguna jalan tol.
Pemerintah dalam hal ini DPR, BPJT, Kementerian PUPR, pemerintah daerah dan stakeholder operator jalan tol, pengguna jalan tol, YLKI, asosiasi pengusaha, pelaku UMKM duduk bersama untuk mengkaji kembali penghitungan tarif tol yang didasarkan Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK) dan kelayakan investasi (Pasal 48 ayat 1 UU No 38/2004 tentang jalan.
Selain itu, perlu juga untuk merevisi aturan penyesuaian tarif tol tiap dua tahun sekali yang tertuang di pasal 48 ayat 3 UU No 38/2004 tentang jalan dan pasal 68 ayat 1 dan Peraturan Pemerintah No 15/2005 tentang jalan tol agar tidak memberatkan masyarakat secara luas.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Perindo Henky Eko Sriyantono mengatakan, jika kebijakan ini dipaksakan maka multiplier effect-nya akan berimbas kepada naiknya biaya angkutan umum, angkut bahan baku kebutuhan pokok. Sehingga, menimbulkan semua harga bahan baku termasuk sembako akan naik.
"Kalau sudah begini masyarakat kecil yang paling merasakan dampaknya di tengah kondisi sulit. Kalau sudah seperti ini, pasti akan disusul dengan tuntutan kenaikan UMP atau UMK yang akan memberatkan pelaku usaha, khususnya pelaku UMKM," kata dia, Jakarta, Rabu (22/11/2017).
Dia menuturkan, memang kenaikan atau penyesuaian tarif tol merujuk kepada UU No 38/2004 yang mana para pengelola jalan tol di Indonesia berhak mengajukan penyesuaian tarif tiap dua tahun sekali yang dihitung berdasarkan besaran inflasi masing-masing daerah atau lokasi beroperasinya jalan tol.
Namun, perlu diingat apakah hal ini linier dengan kenaikan tingkat pendapatan masyarakat kecil khususnya. Kenaikan atau penyesuaian tarif jalan tol tidak bisa dilihat dari kacamata pengguna jalan tol, tapi harus dikaji secara detail dan matang dampak dari kenaikan komoditi bahan baku.
"Termasuk biaya transportasi angkutan umum yang akan dihadapi masyarakat kecil di tengah kondisi yang penurunan daya beli saat ini," imbuhnya.
Sebagai masyarakat yang setiap hari melewati jalan tol khususnya di wilayah Jabodetabek, pemandangan pemacetan menjadi makanan sehari-hari. "Praktis bisa saya katakan V/C ratio jalan tol di Jabodetabek sudah mendekati 1, padahal semestinya jalan tol adalah jalan bebas hambatan yang memberikan kenyamanan untuk pengguna," tutur Henky.
Pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM) juga perlu dinilai atau diaudit apakah sudah memenuhi substansi pelayanan, kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan, unit pertolongan/penyelamatan, bantuan pelayanan, lingkungan, tempat istirahat.
Atas dasar itu, jangan sampai yang terjadi selama in,i besok tarif dinaikkan tapi kemacetan masih sama dengan sebelum tarif naik dan kondisi jalan juga masih ditemukan lubang yang membahayakan pengguna jalan tol.
Hal itu perlu menjadi perhatian pemerintah, audit SPM terhadap operator jalan tol benar-benar sesuai kaidah jalan tol sesungguhnya. Operator jalan tol juga dituntut kreatif dalam melakukan traffic management setiap hari.
"Saya contohkan di ruas JORR dari Cikunir ke arah Pondok Indah yang mana setiap hari macet dipenuhi dengan truk yang membuat tidak nyaman, semestinya dibuat kanalisasi dan kontra flow untuk jalur truk secara khusus dan menindak dengan tegas truk atau kendaraan berat yang kecepatannya di bawah minimal yang ditentukan akibat muatan berlebih," jelasnya.
Hal lainnya, lanjut dia, masih masalah SPM (standar pelayanan minimal) yang terkadang kurang diperhatikan, contoh masalah lubang di jalan tol yang semestinya 2x24 jam zero pothole jangan sampai terlewat yang merugikan pengguna jalan tol.
"Termasuk masalah penerapan e-toll, petugas mesti sigap karena seringkali saya alami loading alat elektronik pembaca kartu elektronik lambat yang akhirnya membuat antrean panjang," ujar dia.
Melihat kondisi seperti ini, kenaikan tarif masih belum tepat waktunya dan sambil mengaudit SPM masing-masing operator jalan tol dengan mendengarkan masukan dan kritikan para pengguna jalan tol.
Pemerintah dalam hal ini DPR, BPJT, Kementerian PUPR, pemerintah daerah dan stakeholder operator jalan tol, pengguna jalan tol, YLKI, asosiasi pengusaha, pelaku UMKM duduk bersama untuk mengkaji kembali penghitungan tarif tol yang didasarkan Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK) dan kelayakan investasi (Pasal 48 ayat 1 UU No 38/2004 tentang jalan.
Selain itu, perlu juga untuk merevisi aturan penyesuaian tarif tol tiap dua tahun sekali yang tertuang di pasal 48 ayat 3 UU No 38/2004 tentang jalan dan pasal 68 ayat 1 dan Peraturan Pemerintah No 15/2005 tentang jalan tol agar tidak memberatkan masyarakat secara luas.
(izz)