Holding BUMN Tambang Dipastikan Tak Lemahkan Pengawasan DPR
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan bahwa pembentukan holding BUMN pertammmmbangan tidak akan melemahkan pengawasan DPR. Pemerintah pun telah sejak lama menyampaikan rencana pembentukan holding kepada parlemen.
(Baca Juga: Holding Tambang Selamatkan 9,36% Saham Pemerintah di Freeport
Deputi bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kemenerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengungkapkan, rencana pembentukan holding telah disampaikan Rini Soemarno baru menjabat sebagai Menteri BUMN. Pembentukan holding masuk dalam peta jalan (roadmap) BUMN yang diserahkan ke DPR pada akhir Desember 2015.
"Prosesnya ini sudah lama banget. Di roadmap ini ada holding. Setelah itu baru diproses, kemudian presiden perintahkan pada tanggal 29 februari 2016 untuk diproses. PP 72 keluar setahun kemudian. Namun, PP 72 ini di-challenged, sehingga proses holding ini ditahan dulu, terhambat," katanya di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (24/11/2017).
Bahkan, kata dia, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang pernah menggantikan Menteri BUMN melaksanakan rapat kerja dengan Komisi VI pun telah menyampaikan rencana holding tersebut. "Jadi dengan konsultasi atau laporan ke DPR itu sudah mulai dari awal, dari Bu Rini, Bu Sri Mulyani kemudian Pak Airlangga," terang dia.
Menurutnya, PP 72 justru semakin memperkuat pengawasan DPR terhadsap BUMN. Adanya saham dwiwarna, kata dia, juga membuat pengawasan DPR tidak berubah. "Karena itu tadi disebutkan ada saham dwiwarna. Dengan demikian, untuk penjualan saham atau privatisasi, itu normal saja harus disetujui DPR. Jadi semua kegiatan yang berurusan dengan pengawasan DPR itu tidak ada perubahan," imbuhnya.
Direktur Utama PT Aneka Tambang (Persero) Tbk Arie Prabowo Ariotedjo menambahkan, meskipun nantinya PT Antam, PT Bukit Asam (Persero), dan PT Timah (Persero) tak akan menyandang embel-embel persero di belakang nama, namun mereka tetap diperlakukan seperti BUMN.
"Walaupun kita sudah bukan persero lagi, tapi kita ini masih diperlakukan sebagai BUMN. Termasuk dalam hal privilege-nya. Artinya apa? DPR tentu tetap melakukan pengawasan terhadap kita seperti sebelumnya. Jadinya business as usual kalau terkait DPR," tandasnya.
(Baca Juga: Holding Tambang Selamatkan 9,36% Saham Pemerintah di Freeport
Deputi bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kemenerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengungkapkan, rencana pembentukan holding telah disampaikan Rini Soemarno baru menjabat sebagai Menteri BUMN. Pembentukan holding masuk dalam peta jalan (roadmap) BUMN yang diserahkan ke DPR pada akhir Desember 2015.
"Prosesnya ini sudah lama banget. Di roadmap ini ada holding. Setelah itu baru diproses, kemudian presiden perintahkan pada tanggal 29 februari 2016 untuk diproses. PP 72 keluar setahun kemudian. Namun, PP 72 ini di-challenged, sehingga proses holding ini ditahan dulu, terhambat," katanya di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (24/11/2017).
Bahkan, kata dia, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang pernah menggantikan Menteri BUMN melaksanakan rapat kerja dengan Komisi VI pun telah menyampaikan rencana holding tersebut. "Jadi dengan konsultasi atau laporan ke DPR itu sudah mulai dari awal, dari Bu Rini, Bu Sri Mulyani kemudian Pak Airlangga," terang dia.
Menurutnya, PP 72 justru semakin memperkuat pengawasan DPR terhadsap BUMN. Adanya saham dwiwarna, kata dia, juga membuat pengawasan DPR tidak berubah. "Karena itu tadi disebutkan ada saham dwiwarna. Dengan demikian, untuk penjualan saham atau privatisasi, itu normal saja harus disetujui DPR. Jadi semua kegiatan yang berurusan dengan pengawasan DPR itu tidak ada perubahan," imbuhnya.
Direktur Utama PT Aneka Tambang (Persero) Tbk Arie Prabowo Ariotedjo menambahkan, meskipun nantinya PT Antam, PT Bukit Asam (Persero), dan PT Timah (Persero) tak akan menyandang embel-embel persero di belakang nama, namun mereka tetap diperlakukan seperti BUMN.
"Walaupun kita sudah bukan persero lagi, tapi kita ini masih diperlakukan sebagai BUMN. Termasuk dalam hal privilege-nya. Artinya apa? DPR tentu tetap melakukan pengawasan terhadap kita seperti sebelumnya. Jadinya business as usual kalau terkait DPR," tandasnya.
(akr)