Bunga Tinggi jadi Kendala Pengembangan Energi Terbarukan

Rabu, 13 Desember 2017 - 16:15 WIB
Bunga Tinggi jadi Kendala...
Bunga Tinggi jadi Kendala Pengembangan Energi Terbarukan
A A A
JAKARTA - Pemerintah mengakui bahwa pengembangan energi terbarukan saat ini masih dihadapkan pada sejumlah tantangan. Salah satunya adalah tingginya bunga pinjaman dari bank-bank lokal dalam pendanaan proyek energi terbarukan.

“Perbankan dalam negeri memberikan tingkat bunga yang tinggi, melampaui 10%. Sementara bank dari luar negeri menawarkan pinjaman rata-rata di bawah 5%, namun biasanya diikuti sejumlah persyaratan seperti masuk dalam kredit ekspor atau menggunakan teknologi dari negara pemberi pinjaman,” ungkap Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Rabu (13/12/2017).

Arcandra mengungkapkan bahwa dirinya sudah mengumpulkan para pemberi pinjaman (lender) dari luar negeri, termasuk Bank Dunia dan sejumlah lender dari Eropa terkait masalah pendanaan. Namun, kata dia, memang ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, di mana persyaratan tersebut kadang terlalu ketat.

"Tapi terus kita usahakan, agar persyaratannya diperlonggar agar pengusaha bisa mendapat akses ke pendanaan berbunga rendah,” paparnya.

Di luar masalah pendanaan, kata dia, ada tantangan lain yang juga menjadi kendala seperti izin penggunaan lahan, masih rendahnya kapasitas pembangkit tenaga angin dan panel surya, belum adanya sistem grid pintar yang operasional, dan beragamnya pemangku kepentingan yang terlibat.

Namun, di acara Pertamina Energy Forum 2017, Arcandra menjelaskan langkah-langkah yang telah ditempuh pemerintah guna mengoptimalkan energi terbarukan. Melalui langkah-langkah itu, diharapkan target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dapat dicapai.

Langkah-langkah itu antara lain dengan menerbitkan beragam regulasi guna memperbaiki iklim investasi dan mempercepat penggunaan energi terbarukan, berupa insentif fiskal dan nonfiskal.

Dari aspek strategi fiskal, pemerintah antara lain menerapkan feed in tarrif, indeks harga tertinggi untuk biaya pembangkit regional, menerapkan mekanisme business to business antara investor dengan PT PLN (Persero) untuk pembangkit panas bumi dan biomassa dari sampah kota.

Sementara, anggota Komisi VII DPR Andi Yuliani Paris mengatakan, meski ada sejumlah kendala, minat investor untuk mengembangkan energi terbarukan masih tinggi. Namun, dia mengakui bahwa ke depan yang masih harus dibahas adalah insentif untuk meningkatkan minat investor.

“Pembangkit tenaga angin dengan kapasitas 70 MW di Sidrap sudah beroperasi. Kedepannya, Indonesia punya potensi besar untuk arus laut dan gelombang. Sejumlah pengusaha dari Inggris bahkan sudah menyatakan minatnya untuk berinvestasi di pembangkit panel surya dan tenaga angin. Geothermal juga masih bisa dikembangkan,” tuturnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7787 seconds (0.1#10.140)