BPH Migas Sosialisasikan Aturan Sub-Penyalur BBM di Tarakan
A
A
A
JAKARTA - Dalam mewujudkan program Presiden Joko Widodo mengenai penetapan kebijakan satu harga bahan bakar minyak (BBM) di seluruh Indonesia, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) terus melakukan sosialisasi pengaturan terhadap implementasi sub-penyalur BBM.
Kali ini, BPH Migas menggelar sosialisasi di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, untuk memastikan bahwa menyaluran BBM tepat sasaran. Hal itu sesuai amanat Undang-Undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (UU Migas) yang menjamin ketersediaan dan kelancaran penyaluran BBM untuk kebutuhan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
"Dengan luasnya wilayah NKRI masih banyak masyarakat yang belum menikmati kemudahan dalam memperoleh BBM yang seharusnya dapat diakses dengan mudah dan dengan harga yang sama di seluruh wilayah Indonesia," kata anggota Komite BPH migas Hendry Ahmad dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Kamis (14/12/2017).
Hendri menerangkan, program tersebut termasuk dalam amanat Peraturan BPH Migas No 6 tahun 2015 tentang Penyaluran Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan pada Wilayah yang Belum Terdapat Penyalur, dengan maksud menanggulangi permasalahan ketersediaan dan kelancaran pendistribusian di wilayah-wilayah tersebut, khususnya yang belum terdapat penyalur BBM resmi.
Hendry menambahkan, selain menanggulangi permasalahan ketersediaan BBM, subpenyalur ini diharapkan menjadi suatu entitas lembaga yang secara fleksibel dapat berdiri sebagai program masyarakat. Namun, jika ke depan diperlukan, maka dapat ditingkatkan menjadi penyalur badan usaha seperti stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) atau stasiun pengisian diesel nelayan (SPDN).
"Subpenyalur tersebut adalah merupakan perwakilan dari anggota masyarakat yang melakukan kegiatan penyaluran dengan sisitem titi-beli dengan mendapatkan pengantian ongkos angkut yang wajar yang ditetapkan pemerintah daerah dan diangkat oleh pemerintah daerah," jelas Hendry.
Terkait harga BBM di tarakan, warga setempat Asmawati (34) mengatakan bahwa BBM jenis premium di Kelurahan Beringin, Tarakan Tengah, mencapai Rp10.000 per botol ukuran 1 liter dan Rp18.000 untuk botol ukuran 1,5 liter. Namun, volume BBM dalam botol yang dijual eceran itu tidak benar-benar bisa dipastikan kesesuaiannya.
"Suami saya itu nelayan, beli di SPBU itu tidak boleh lebih dari 10 liter, padahal untuk melaut itu semalam perlu lebih dari 20 liter, jadi terpaksa beli di eceran, enggak ada pilihan lain," ungkapnya.
Hal senada dikatakan Sri Wahyuningsih (30) dari Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Tarakan Barat. Harga premium di penjual eceran di tempatnya Rp10.000 per botol ukuran 1 liter dan Rp13.000 per botol ukuran 1,5 liter.
Keberadaan sub-penyalur BBM yang tengah disosialisasikan BPH Migas diharapkan menjadi solusi atas masalah tersebut. Langkah itu juga sejalan dengan salah satu Nawacita Presiden Jokowi yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan.
Kali ini, BPH Migas menggelar sosialisasi di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, untuk memastikan bahwa menyaluran BBM tepat sasaran. Hal itu sesuai amanat Undang-Undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (UU Migas) yang menjamin ketersediaan dan kelancaran penyaluran BBM untuk kebutuhan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
"Dengan luasnya wilayah NKRI masih banyak masyarakat yang belum menikmati kemudahan dalam memperoleh BBM yang seharusnya dapat diakses dengan mudah dan dengan harga yang sama di seluruh wilayah Indonesia," kata anggota Komite BPH migas Hendry Ahmad dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Kamis (14/12/2017).
Hendri menerangkan, program tersebut termasuk dalam amanat Peraturan BPH Migas No 6 tahun 2015 tentang Penyaluran Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan pada Wilayah yang Belum Terdapat Penyalur, dengan maksud menanggulangi permasalahan ketersediaan dan kelancaran pendistribusian di wilayah-wilayah tersebut, khususnya yang belum terdapat penyalur BBM resmi.
Hendry menambahkan, selain menanggulangi permasalahan ketersediaan BBM, subpenyalur ini diharapkan menjadi suatu entitas lembaga yang secara fleksibel dapat berdiri sebagai program masyarakat. Namun, jika ke depan diperlukan, maka dapat ditingkatkan menjadi penyalur badan usaha seperti stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) atau stasiun pengisian diesel nelayan (SPDN).
"Subpenyalur tersebut adalah merupakan perwakilan dari anggota masyarakat yang melakukan kegiatan penyaluran dengan sisitem titi-beli dengan mendapatkan pengantian ongkos angkut yang wajar yang ditetapkan pemerintah daerah dan diangkat oleh pemerintah daerah," jelas Hendry.
Terkait harga BBM di tarakan, warga setempat Asmawati (34) mengatakan bahwa BBM jenis premium di Kelurahan Beringin, Tarakan Tengah, mencapai Rp10.000 per botol ukuran 1 liter dan Rp18.000 untuk botol ukuran 1,5 liter. Namun, volume BBM dalam botol yang dijual eceran itu tidak benar-benar bisa dipastikan kesesuaiannya.
"Suami saya itu nelayan, beli di SPBU itu tidak boleh lebih dari 10 liter, padahal untuk melaut itu semalam perlu lebih dari 20 liter, jadi terpaksa beli di eceran, enggak ada pilihan lain," ungkapnya.
Hal senada dikatakan Sri Wahyuningsih (30) dari Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Tarakan Barat. Harga premium di penjual eceran di tempatnya Rp10.000 per botol ukuran 1 liter dan Rp13.000 per botol ukuran 1,5 liter.
Keberadaan sub-penyalur BBM yang tengah disosialisasikan BPH Migas diharapkan menjadi solusi atas masalah tersebut. Langkah itu juga sejalan dengan salah satu Nawacita Presiden Jokowi yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan.
(fjo)