Kebijakan Pemerintah soal Holding BUMN Tabrakan dengan RUU Migas
A
A
A
JAKARTA - Langkah pemerintah merealisasikan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor minyak dan gas bumi, sepertinya akan menemui jalan buntu. Sebab, konsep holding BUMN yang bakal menjadikan PT Pertamina (Persero) sebagai induk usaha di sektor migas ditolak Komisi VII DPR.
Anggota Komisi VII DPR, Andi Jamaro menilai, konsep holding migas bentukan Kementerian BUMN bertabrakan dengan konsep Rancangan Undang-undang (RUU) Migas yang sedang digodok legislator.
"Semangat RUU Migas, khususnya pada aspek tata kelola MIGAS akan memisahkan secara tegas bisnis minyak dan gas. Pengelolaan bisnis minyak dari hulu sampai hilir akan diserahkan ke Pertamina, sedangkan gas akan diserahkan ke PGN," ujarnya di Jakarta, Senin (18/12/2017).
Jamaro mengungkapkan, dalam RUU Migas, pihaknya telah memutuskan bakal memisahkan antara pengelolaan antara minyak dan gas bumi. Itu artinya, akan terdapat dualisme pengelolaan komoditas migas dalam rangka memperbaiki tata kelola migas nasional yang masih carut-marut.
"Jika RUU Migas disahkan menjadi UU Migas, maka seluruh anak dan cucu perusahaan Pertamina yang mengelola bisnis gas akan dikonsolidasikan ke dalam pengelolaan PGN. Karena itu, holding migas yang direncanakan oleh pemerintah harus sejalan dengan semangat RUU Migas yang sedang dalam tahap akhir pembahasan di DPR, dan bukan sebaliknya malah ditabrakan," imbuh dia.
Berangkat dari hal itu, Jamaro pun mendesak pemerintah mengevaluasi ulang konsep holding migas. Selain bertabrakan dengan RUU Migas, konsep holding migas yang disusun Kementerian BUMN juga dinilai tidak akan memperbaiki tata kelola migas.
"Restruktisasi korporasi yang dilakukan Menteri BUMN dengan pembentukan holding Migas bukan jawaban untuk menyelesaikan permasalahan di sektor migas. Tidak semua permasalahan BUMN dapat selesai dengan holding. Harus dilihat kembali karakteristik dan arah pengelolaan sektornya," tegas Jamaro.
Anggota Komisi VII DPR, Andi Jamaro menilai, konsep holding migas bentukan Kementerian BUMN bertabrakan dengan konsep Rancangan Undang-undang (RUU) Migas yang sedang digodok legislator.
"Semangat RUU Migas, khususnya pada aspek tata kelola MIGAS akan memisahkan secara tegas bisnis minyak dan gas. Pengelolaan bisnis minyak dari hulu sampai hilir akan diserahkan ke Pertamina, sedangkan gas akan diserahkan ke PGN," ujarnya di Jakarta, Senin (18/12/2017).
Jamaro mengungkapkan, dalam RUU Migas, pihaknya telah memutuskan bakal memisahkan antara pengelolaan antara minyak dan gas bumi. Itu artinya, akan terdapat dualisme pengelolaan komoditas migas dalam rangka memperbaiki tata kelola migas nasional yang masih carut-marut.
"Jika RUU Migas disahkan menjadi UU Migas, maka seluruh anak dan cucu perusahaan Pertamina yang mengelola bisnis gas akan dikonsolidasikan ke dalam pengelolaan PGN. Karena itu, holding migas yang direncanakan oleh pemerintah harus sejalan dengan semangat RUU Migas yang sedang dalam tahap akhir pembahasan di DPR, dan bukan sebaliknya malah ditabrakan," imbuh dia.
Berangkat dari hal itu, Jamaro pun mendesak pemerintah mengevaluasi ulang konsep holding migas. Selain bertabrakan dengan RUU Migas, konsep holding migas yang disusun Kementerian BUMN juga dinilai tidak akan memperbaiki tata kelola migas.
"Restruktisasi korporasi yang dilakukan Menteri BUMN dengan pembentukan holding Migas bukan jawaban untuk menyelesaikan permasalahan di sektor migas. Tidak semua permasalahan BUMN dapat selesai dengan holding. Harus dilihat kembali karakteristik dan arah pengelolaan sektornya," tegas Jamaro.
(ven)