2.000 Pekerja di Tomohon Tercover BPJS Ketenagakerjaan
A
A
A
TOMOHON - Gerakan Nasional Lingkaran Program Diakonia BPJS Ketenagakerjaan bersama Pemerintah Kota Tomohon, Sulawesi Utara (Sulut) mendapat sambutan positif dari ribuan pekerja rentan di Tomohon. Sebanyak 2.000 pekerja rentan di Kota Tomohon pun tercover BPJS Ketenagakerjaan.
Sekretaris Daerah Kota Tomohon, Harold Lolowang menyatakan Gerakan Nasional Lingkaran yang merupakan program BPJS Ketenagakerjaan, begitu penting dan sangat mendasar karena menyangkut kepedulian terhadap pekerja rentan. "Pekerja rentan adalah pekerja yang bukan penerima upah secara tetap atau pekerja yang tidak secara rutin menerima gaji setiap bulan," jelasnya, Selasa (19/12/2017).
Harold menjelaskan, pekerja rentan tersebut belum mampu menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan secara mandiri karena keterbatasan penghasilan. Para pekerja ini sangat rentan terhadap kemunduran ekonomi jika mengalami risiko, seperti kecelakaan saat bekerja atau pun meninggal dunia. Diharapkan dengan kegiatan ini, semua lapisan masyarakat pekerja, baik itu formal dan informal dapat saling bahu-membahu mewujudkan sistem jaringan sosial di Indonesia.
"Gerakan ini merupakan gerakan pertama kali yang ada di Indonesia dan dimulai dari Kota Tomohon," ujarnya. Gerakan ini juga sejalan dengan Nawacita yang disampaikan Presiden Joko Widodo. Hal ini dimulai pejabat pemerintah yang membackup lima pekerja rentan yang bukan penerima upah.
"Diakonia itu berasal dari bahasa Yunani yang artinya pelayan. Sebagai seorang pejabat wajib melayani masyarakat dan salah satunya adalah berdiakonia untuk pekerja rentan," katanya. Kegiatan ini akan menjadi contoh bagi kabupaten dan kota lain di Sulut bahkan secara nasional.
Sementara itu, Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Sulawesi-Maluku, Sudirman Simamora, menyatakan jaminan sosial berawal dari niat mulia untuk melindungi para pekerja dan keluarganya dari risiko-risiko sosial yang dihadapi mereka yakni kecelakaan kerja, hari tua dan kematian.
"BPJS Ketenagakerjaan mendapatkan mandat melindungi seluruh pekerja di Indonesia, baik dari sektor pekerja penerima upah maupun bukan penerima upah. Jadi melindungai program kesehatan nasional bagi seluruh warga negara Indonesia," katanya.
Saat ini terdapat kurang lebih 87 juta warga Indonesia yang merupakan angkatan kerja dan menjadi potensi kepesertaan dari BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan telah memberikan perlindungan kepada 42 juta pekerja di Indonesia, dimana 24 juta terhitung sebagai peserta aktif yang membayar iuran.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Utara, Jemmy Lampus menyatakan apresiasi yang tinggi terhadap BPJS Ketenagakerjaan atas peluncuran program tersebut. "Masalah ketenagakerjaan menjadi fokus pemerintah dalam rangka menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran di Sulut," tukasnya.
Program diakonia tersebut harus didukung karena akan memberikan jaminan sosial bagi tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat. Dan isu sentral sektor ketenagakerja Sulut antara lain, masih terdapatnya 6,12% penduduk yang menganggur. Belum maksimalnya kualitas sumber daya manusia, baik yang akan memasuki dunia kerja maupun yang telah bekerja.
Selain itu, belum meratanya kesejahteraan dan belum optimalnya cakupan jaminan sosial bagi tenaga kerja di Sulut. "Pemerintah terus melakukan berbagai upaya strategis untuk menjembatani para pekerja dengan berbagai pihak yang berkepentingan," jelasnya.
Sekretaris Daerah Kota Tomohon, Harold Lolowang menyatakan Gerakan Nasional Lingkaran yang merupakan program BPJS Ketenagakerjaan, begitu penting dan sangat mendasar karena menyangkut kepedulian terhadap pekerja rentan. "Pekerja rentan adalah pekerja yang bukan penerima upah secara tetap atau pekerja yang tidak secara rutin menerima gaji setiap bulan," jelasnya, Selasa (19/12/2017).
Harold menjelaskan, pekerja rentan tersebut belum mampu menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan secara mandiri karena keterbatasan penghasilan. Para pekerja ini sangat rentan terhadap kemunduran ekonomi jika mengalami risiko, seperti kecelakaan saat bekerja atau pun meninggal dunia. Diharapkan dengan kegiatan ini, semua lapisan masyarakat pekerja, baik itu formal dan informal dapat saling bahu-membahu mewujudkan sistem jaringan sosial di Indonesia.
"Gerakan ini merupakan gerakan pertama kali yang ada di Indonesia dan dimulai dari Kota Tomohon," ujarnya. Gerakan ini juga sejalan dengan Nawacita yang disampaikan Presiden Joko Widodo. Hal ini dimulai pejabat pemerintah yang membackup lima pekerja rentan yang bukan penerima upah.
"Diakonia itu berasal dari bahasa Yunani yang artinya pelayan. Sebagai seorang pejabat wajib melayani masyarakat dan salah satunya adalah berdiakonia untuk pekerja rentan," katanya. Kegiatan ini akan menjadi contoh bagi kabupaten dan kota lain di Sulut bahkan secara nasional.
Sementara itu, Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Sulawesi-Maluku, Sudirman Simamora, menyatakan jaminan sosial berawal dari niat mulia untuk melindungi para pekerja dan keluarganya dari risiko-risiko sosial yang dihadapi mereka yakni kecelakaan kerja, hari tua dan kematian.
"BPJS Ketenagakerjaan mendapatkan mandat melindungi seluruh pekerja di Indonesia, baik dari sektor pekerja penerima upah maupun bukan penerima upah. Jadi melindungai program kesehatan nasional bagi seluruh warga negara Indonesia," katanya.
Saat ini terdapat kurang lebih 87 juta warga Indonesia yang merupakan angkatan kerja dan menjadi potensi kepesertaan dari BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan telah memberikan perlindungan kepada 42 juta pekerja di Indonesia, dimana 24 juta terhitung sebagai peserta aktif yang membayar iuran.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Utara, Jemmy Lampus menyatakan apresiasi yang tinggi terhadap BPJS Ketenagakerjaan atas peluncuran program tersebut. "Masalah ketenagakerjaan menjadi fokus pemerintah dalam rangka menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran di Sulut," tukasnya.
Program diakonia tersebut harus didukung karena akan memberikan jaminan sosial bagi tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat. Dan isu sentral sektor ketenagakerja Sulut antara lain, masih terdapatnya 6,12% penduduk yang menganggur. Belum maksimalnya kualitas sumber daya manusia, baik yang akan memasuki dunia kerja maupun yang telah bekerja.
Selain itu, belum meratanya kesejahteraan dan belum optimalnya cakupan jaminan sosial bagi tenaga kerja di Sulut. "Pemerintah terus melakukan berbagai upaya strategis untuk menjembatani para pekerja dengan berbagai pihak yang berkepentingan," jelasnya.
(ven)