Pengembangan Energi Terbarukan Diperkirakan Sulit Capai Target

Kamis, 21 Desember 2017 - 20:01 WIB
Pengembangan Energi Terbarukan Diperkirakan Sulit Capai Target
Pengembangan Energi Terbarukan Diperkirakan Sulit Capai Target
A A A
JAKARTA - Program pengembangan kelistrikan tahun depan diperkirakan masih akan dihadapkan sejumlah tantangan. Salah satunya di sektor energi baru terbarukan (EBT) yang diprediksi sulit mencapai target akibat kebijakan yang kerap berubah.

Pemerintah telah menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025. Namun progres pengembangan EBT hingga saat ini dinilai masih lambat. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, melihat realisasi bauran EBTpada tahun lalu yang hanya 6% dan tahun ini di kisaran 7%, akan berat untuk mencapai target seperti yang ditetapkan pemerintah.

Menurut dia, kendati sejumlah kontrak perjanjian jual beli (PPA) listrik telah disepakati, namun realisasi di lapangan belum signifikan. Hal ini karena para pengembang produsen masih harus melewati sejumlah tahapan mulai seperti financial closing hingga masa konstruksi. Apalagi, akses pendanaan untuk sektor EBT dinilai terbatas karena suku bunga perbankan dalam negeri masih tinggi.

“Dinamika kebijakan EBT ini cepat sekali. Tahun ini saja terdapat perubahan kebijakan pemerintah yang dampaknya tidak selalu positif bagi pengembang energi terbarukan,” ujar Fabby di sela-sela Indonesia Clean Energy Outlook 2018 & Stakeholder Dialogue di Jakarta, Kamis (21/12/2017).

Berdasarkan catatan IESR, sepanjang tahun ini, terdapat 16 kebijakan baik berupa peraturan menteri, maupun perpres terkait EBT. Kebijakan tersebut terkait penetapan tarif tenaga listrik, pokok-pokok perjanjian jual beli listrik, dan pemanfaatan energi terbarukan.

“Adanya beberapa perubahan kebijakan dalam waktu singkat ini ditanggapi para pengembang sebagai hal negatif. Sehingga iklim investasi menjadi kurang baik,” ujarnya. Kondisi tersebut, kata Fabby, menyebabkan pertumbuhan energi terbarukan secara nasional menjadi lambat, yakni hanya 0,4% per tahun.

Kendati dari sisi kebijakan banyak mengalami perubahan, namun IESR mengapresiasi sejumlah keberhasilan di sektor kelistrikan seperti terkait rasio elektifikasi yang meningkat signifikan. Menurut dia rasio elektifikasi sudah sejalan dengan target pemerintah di 2019 yang ditargetkan 97%. Adapun berdasarkan data PT PLN (Persero) rasio elektrifikasi sepanjang 2017 telah mencapai 93,08%, lebih tinggi dibanding target 92,75%.

“Pemerintah berhasil membuat akses listrik untuk masyarakat lebih gampang. Selain itu, waktu penyambungan listrik baru juga kini lebih cepat. Beda dengan dulu yang butuh waktu berbulan-bulan,” ujarnya.

Namun demikian, kata Fabby, di sisi lain pertumbuhan penjualan energi listrik pada tahun ini diperkarakan hanya di kisaran 3,3-3,5%. Angka tersebut di bawah target yang ditetapkan yakni 7%. Sebagai perbandingan, pada tahun lalu pertumbuhan penjualan listrik mencapai 6%.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana mengatakan, banyaknya perubahan kebijakan terkait pengembangan EBT merupakan upaya untuk merespons masukan dari para pemangku kepentingan.

“Semua kerangka kebijakan EBT pada prinsipnya untuk ketahanan energi. Kalaupun ada ketidaksamaan visi kami harus mengambil jalan tengahnya,” ujar Rida.

Dia menambahkan, saat ini Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla menekankan pada pemerataan dan keadilan energi bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya diterjemahkan melalui penyediaan listrik dengan harga yang terjangkau terutama di daerah timur Indonesia.

“PR-nya adalah bagaimana kesejahteraan meningkat harga listrik bisa turun,” ujar dia.

Rida mengakui, untuk mencapai target bauran EBT memang perlu upaya yang sunguh-sungguh termasuk ketersediaan akses pendanaan. Dia berharap, selain swasta yang masuk, ke depan sektor ini juga bisa mendapatkan green fund atau dana hibah disalurkan dalam kerangka mengurangi dampak perubahan iklim.

Sementara itu, Kepala Divisi EBT PLN Tohari Hadiat mengatakan, PLN selaku perusahaan listrik milik negara terus berupaya meningkatkan kontribusi dalam mengembangkan EBT. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2026, PLN ditargetkan membangun 21.000 MW dari pembangkit EBT.

“Setiap tahun kita targetkan membangun 2.000 MW, namun untuk di awal-awal kita akan bangun 500 MW,” ujar dia.

Untuk mengembangkan EBT, PLN masih mengandalkan sumber energi berupa panas bumi, hydro, mikro hydro, matahari, angin, biomassa, hingga biofuel.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.0951 seconds (0.1#10.140)