Jasa Titip Manjakan Shopaholic

Minggu, 31 Desember 2017 - 10:02 WIB
Jasa Titip Manjakan...
Jasa Titip Manjakan Shopaholic
A A A
Fenomena personal shopper atau jasa titip (jastip) belanja selain memanjakan shopaholic, juga menjadi peluang bisnis dengan modal kecil. Tak perlu modal besar, seorang pelaku jastip harus jeli dan lincah memilih produk untuk konsumen.

Bisnis ala jastip mulai marak di Indonesia selama hampir dua tahun terakhir. Melalui jastip seorang konsumen akan mudah mendapatkan barang branded yang hanya dijual di luar negeri dan mengurangi kesalahan pembelian saat bertransaksi belanja online. Ketua Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy Mande menyambut baik adanya bisnis jastip. Bagi peritel, hal ini merupakan bentuk kemajuan pelayanan. Namun Roy juga berharap agar bisnis ini memiliki aspek formal atau lebih serius dikelola.

"Kalau bisa ada badan hukumnya, kantornya jelas di mana sehingga bisa menjadi sesuatu yang baru di industri ritel, bisa kami fasilitasi," ujar Roy kepada KORAN SINDO.

Roy melihat bisnis jastip ini sebagai distribusi channel baru. Para penjual tetap mengambil barang pada peritel sehingga penjualan ritel pun akan tetap stabil. Bahkan Roy melihat bahwa fenomena ini berkembang di masyarakat dan banyak yang terbantu atas jasa personal shopper. Roy mengatakan dunia ritel akan ikut berperan dalam fenomena ini. "Tinggal menunggu waktu saja, maka hal itu (jastip) akan menjadi bagian dari channel service kami. Kami dapat menyediakan personal shopper untuk pelanggan," ungkapnya.

Sebagai langkah awal, Roy menjelaskan beberapa brand juga sangat terbuka dengan mereka yang melakukan bisnis jasa ini. Seperti para penyedia jastip yang sudah kenal dengan karyawan outlet karena sering berbelanja, bahkan sampai ke mancanegara. Dengan begitu mereka diberi keleluasaan untuk foto produk atau bertanya detail mengenai produk yang diincar pembelinya.

Hal lain yang diingatkan Roy untuk pembeli atau pemakai jastip ini adalah kehati-hatian. Menurut dia, pembeli harus hati-hati dan melihat barang apa yang dititipkan serta melihat secara terperinci track record personal shopper yang digunakannya.

Ketua Umum Asosiasi Ecommerce Indonesia atau Indonesian E-Commerce Association (idEA) Aulia E Marinto mengatakan, aktivitas jastip tidak ada hubungannya dengan e-commerce. Bahkan CEO Belanja.com ini menyebut bisnis jastip hanya fenomena sementara. Sebab semua keberlangsungan bisnis tersebut hanya bergantung pada individu yang kebetulan ada di area tertentu.

"Itu hanya dinamika orang bertemu di media sosial. Dengan mudah orang menyampaikan bahwa punya barang atau akan beli. Kalau tidak terjual tidak rugi, tidak ada cost dari sisi marketing pun dalam penyediaan barang," papar Aulia.

Selain itu, lanjut Aulia, dari sisi waktu pun jastip hanya terjadi di saat tertentu saja. Misalnya sewaktu datang produk baru dari luar negeri atau diskon yang hanya tersedia di kota besar di mana masyarakat di wilayah lain di Indonesia tidak dapat membeli. Maka di situlah peran jastip akan hadir. Aulia juga tidak dapat melihat potensi bisnis ini sejauh mana bagi perdagangan online mengingat bisa saja mereka bertransaksi secara langsung.

Media online hanya digunakan untuk sarana promosi. Namun Aulia tetap memberi perhatian khusus bagi para pembeli untuk tetap waspada kepada penjual atau yang dititipi. "Minimal harus kenal siapa yang sudah kita percayai untuk beli sebuah barang yang kita inginkan. Gunakan market place juga sehingga dapat menjadi pilihan agar sama-sama tepercaya," sarannya. Menurutnya, market place memang menjadi tempat tepercaya dalam transaksi online.

Market place lokal Bukalapak pun setuju bila para pembeli yang memakai jastip menggunakan layanan mereka. Corporate Communication Manager Bukalapak Evi Andarini mengungkapkan, sebagai jastip, seharusnya barang yang di inginkan konsumen sudah ada atau sebagai reseller. Jika barang yang dipilih konsumen belum ada, e-commerce seperti Bukalapak pun menyediakan sistem preorder dengan waktu dua hari dari waktu setelah transaksi bayar agar penjual dapat menyediakan barang yang diinginkan pembeli.

"Konsep Bukalapak sebagai market place artinya semua orang bisa berjualan dan bertransaksi di Bukalapak, bedanya transaksinya jauh lebih aman. Uang akan diteruskan kepada penjual jika barang dikonfirmasi telah diterima dengan baik dan tidak ada komplain," urai Evi.

Market place juga digunakan Marisa Tumbuan untuk menjaga kepercayaan pembelinya. Tujuh tahun Marisa bergelut dalam bisnis jastip barang preloved (tangan kedua) brand ternama melalui akun Instagram @adelsbrandedbags. Melalui market place Tokopedia, Marisa menaruh kepercayaan pembeli karena memang barang yang dijualnya terbilang memiliki harga fantastis.

Menekuni bisnis jastip yang kebanyakan produk tas ini, bagi Marisa, sebuah pekerjaan yang tidak main-main. Dirinya tidak ingin mengecewakan owner atau pemilik tas dan penjual. Karena termasuk barang mewah, syarat ketat pun diajukan Marisa. "Tas atau apa pun itu kalau ingin dititip jual ke saya harus saya lihat dan pegang. Tidak bisa hanya dengan foto saja. Harga pun saling diskusi dengan mereka agar keduanya puas," jelasnya.

Bisnis jastip yang serius dijalaninya pun kini bermuara pada sebuah kegiatan bazar. Irresistible bazaar dibuatnya untuk mempertemukan antara penjual dan pembeli yang biasanya hanya di dunia maya. Mereka yang biasa berinteraksi melalui pesan online sekarang bisa langsung tawar-menawar. Baginya bisnis titip jual bukan hanya fenomena belaka. Sudah sejak lama bisnis ini dilakukan beberapa orang dan banyak peminatnya.

Terhadap semua kegiatan usaha mandiri tersebut apakah pemerintah membuat "aturan main" terhadap pelaku jastip? Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih mengatakan, pihaknya belum menetapkan aturan main pelaku usaha jastip. Sebab, menurut Karyanto, nilai transaksi yang dihasilkan jastip belum terlalu besar. "Mereka belum besar. Jadi belum perlu diformalkan," ucap dia saat dihubungi.

Namun dia mengaku, ketika skala usahanya sudah besar, jastip kemungkinan bisa dikategorikan sebagai penyuplai atau distributor. Mereka akan diharuskan memiliki gudang untuk menyetok barang dan kemudian mendistribusikan kepada konsumennya. Kendati belum dianggap perlu diformalkan, Karyanto menegaskan, jastip tetap harus mengikuti aturan yang berlaku bagi semua kalangan. Misalkan saja barang yang dibeli harus telah memenuhi standar SNI.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas), Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama mengakui bahwa selama ini Kementerian Keuangan hanya mengatur pajak bagi mereka yang berprofesi seperti jastip dan memiliki penghasilan Rp4,8 miliar per tahun. Kementerian Keuangan sebenarnya mengenal profesi perdagangan eceran atas dasar balas jasa (fee) atau kontrak. Hestu menjelaskan, kelompok ini mencakup usaha pedagang perantara (makelar) yang menerima komisi dari pedagang eceran lainnya.

"Perhitungan pajaknya, dari komisi yang dia terima dikalikan 50% menjadi penghasilan neto. Penghasilan neto dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) merupakan penghasilan kena pajak yang kemudian dikalikan tarif Pasal 17 UU PPh," tandasnya.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1295 seconds (0.1#10.140)