Pasir dan Batu Kerikil Menjadi Emas Baru yang Diminati Dunia
A
A
A
LONDON - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) percaya nilai pasir dan batu kerikil akan semakin meningkat di masa depan sehingga menjadi sangat berharga layaknya emas. Saat ini sebanyak 85% aktivitas tambang di seluruh dunia adalah menambang pasir dan batu kerikil.
"Pasir kini seperti udara. Udara di mana kita butuhkan untuk bernapas. Kita tidak berpikir banyak tentang hal itu. Namun, kita tidak bisa hidup tanpa udara," kata pendiri Sand Stories.org, Kiran Pereira, dilansir Al Jazeera.
Ketika pasir menjadi sumber daya yang semakin banyak dibutuhkan, di sisi lain alam semakin sedikit menghasilkan pasir. Laporan PBB pada 2014 memperkirakan secara global lebih dari 40 miliar ton pasir dan batu kerikil ditambang setiap tahun. Itu menjadikan produksi pasir sama seperti sumber daya alam lainnya.
Secara global, industri pasir bernilai lebih dari USD70 miliar dan itu setara dengan pendapatan domestik bruto (PDB) Kenya. Pasir menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari. Bahan itu bisa digunakan untuk gelas dan sumber mineral strategis, seperti silikon dioksida. Bahkan, pasir juga ditemukan pada wine, produk pembersih, pasta gigi, dan banyak produk yang digunakan dalam keseharian. Dalam industri microchip yang dipasang di komputer dan ponsel pintar, pasir juga menjadi komponen yang tidak bisa diabaikan.
Faktanya, sebagian besar masyarakat hanya mengetahui pasir merupakan bahan baku paling penting dalam konstruksi. Hampir separuh penduduk dunia kini tinggal di perkotaan. Hingga 2030, PBB memperkirakan 60% orang akan tinggal di pemukiman urban. Tak ayal, pembangunan dan perluasan kota dengan beton dan aspal akan semakin penting.
Pasir pun akan sangat dibutuhkan. Sebagai contoh, Singapura yang merupakan satu dari sejumlah negara kota metropolis yang kecanduan pasir. Antara 1990 dan 2017, penduduk Singapura mencapai dua kali lipat dari 3 juta jiwa menjadi 5,6 juta orang. Wilayah daratan Singapura tumbuh pesat dengan reklamasi dari 581,5 km persegi pada 1960 menjadi 719,7 km persegi pada 2016 atau meningkat 24%.
Untuk reklamasi satu km persegi daratan memerlukan 37,4 juta meter kubik pasir. Pada 2016 saja, Singapura mengimpor 35 juta metrik ton pasir. Pada Juli 2017, Kamboja melarang seluruh penjualan pasir ke Singapura. Malaysia, Indonesia, dan Vietnam juga telah melaksanakan pembatasan ekspor pasir ke Singapura.
Meski demikian, pembatasan tersebut ternyata memicu penyelundupan pasir. Hingga muncul mafia pasir yang berkembang pesat. Melansir Times of India, pertambahan pasir ilegal mencapai USD2,3 miliar per tahun di Tamil Nadu. Tak semua pasir bisa digunakan untuk pembangunan konstruksi. Pasir gurun memiliki kualitas terbaik.
Kalau pasir yang diambil dari pantai atau sungai bisa dijadikan untuk kepentingan industri. Di sisi lain, penambangan pasir berdampak pada kerusakan ekologi. Danau Poyang di Provinsi Jiangxi, China, merupakan korban tambang pasir terbesar di dunia. Sebanyak 236 juta meter kubik pasir berhasil diambil dari danau tersebut setiap tahun.
"Pertambangan pasir merusak integritas ekonomi dan berkontribusi terhadap gangguan fluktuasi air secara musim dan menyebabkan tingkat pasokan air semakin rendah," ungkap pakar ekologi James Burnham.
Pertambangan pasir juga merusak flora dan fauna. Pertambangan pasir di samudra dan pantai berkontribusi terhadap erosi pantai. Di Indonesia, 20 pantai dipercaya tenggelam karena penambangan pasir. "Laporan dampak negatif terhadap lingkungan terjadi di penjuru dunia," demikian laporan PBB pada 2014.
Kendati demikian, pembuat kebijakan sangat lambat merespons kebijakan tentang pasir. "Belum ada perhatian politik mengenai situasi krisis pasir," ungkap PBB.
"Pasir kini seperti udara. Udara di mana kita butuhkan untuk bernapas. Kita tidak berpikir banyak tentang hal itu. Namun, kita tidak bisa hidup tanpa udara," kata pendiri Sand Stories.org, Kiran Pereira, dilansir Al Jazeera.
Ketika pasir menjadi sumber daya yang semakin banyak dibutuhkan, di sisi lain alam semakin sedikit menghasilkan pasir. Laporan PBB pada 2014 memperkirakan secara global lebih dari 40 miliar ton pasir dan batu kerikil ditambang setiap tahun. Itu menjadikan produksi pasir sama seperti sumber daya alam lainnya.
Secara global, industri pasir bernilai lebih dari USD70 miliar dan itu setara dengan pendapatan domestik bruto (PDB) Kenya. Pasir menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari. Bahan itu bisa digunakan untuk gelas dan sumber mineral strategis, seperti silikon dioksida. Bahkan, pasir juga ditemukan pada wine, produk pembersih, pasta gigi, dan banyak produk yang digunakan dalam keseharian. Dalam industri microchip yang dipasang di komputer dan ponsel pintar, pasir juga menjadi komponen yang tidak bisa diabaikan.
Faktanya, sebagian besar masyarakat hanya mengetahui pasir merupakan bahan baku paling penting dalam konstruksi. Hampir separuh penduduk dunia kini tinggal di perkotaan. Hingga 2030, PBB memperkirakan 60% orang akan tinggal di pemukiman urban. Tak ayal, pembangunan dan perluasan kota dengan beton dan aspal akan semakin penting.
Pasir pun akan sangat dibutuhkan. Sebagai contoh, Singapura yang merupakan satu dari sejumlah negara kota metropolis yang kecanduan pasir. Antara 1990 dan 2017, penduduk Singapura mencapai dua kali lipat dari 3 juta jiwa menjadi 5,6 juta orang. Wilayah daratan Singapura tumbuh pesat dengan reklamasi dari 581,5 km persegi pada 1960 menjadi 719,7 km persegi pada 2016 atau meningkat 24%.
Untuk reklamasi satu km persegi daratan memerlukan 37,4 juta meter kubik pasir. Pada 2016 saja, Singapura mengimpor 35 juta metrik ton pasir. Pada Juli 2017, Kamboja melarang seluruh penjualan pasir ke Singapura. Malaysia, Indonesia, dan Vietnam juga telah melaksanakan pembatasan ekspor pasir ke Singapura.
Meski demikian, pembatasan tersebut ternyata memicu penyelundupan pasir. Hingga muncul mafia pasir yang berkembang pesat. Melansir Times of India, pertambahan pasir ilegal mencapai USD2,3 miliar per tahun di Tamil Nadu. Tak semua pasir bisa digunakan untuk pembangunan konstruksi. Pasir gurun memiliki kualitas terbaik.
Kalau pasir yang diambil dari pantai atau sungai bisa dijadikan untuk kepentingan industri. Di sisi lain, penambangan pasir berdampak pada kerusakan ekologi. Danau Poyang di Provinsi Jiangxi, China, merupakan korban tambang pasir terbesar di dunia. Sebanyak 236 juta meter kubik pasir berhasil diambil dari danau tersebut setiap tahun.
"Pertambangan pasir merusak integritas ekonomi dan berkontribusi terhadap gangguan fluktuasi air secara musim dan menyebabkan tingkat pasokan air semakin rendah," ungkap pakar ekologi James Burnham.
Pertambangan pasir juga merusak flora dan fauna. Pertambangan pasir di samudra dan pantai berkontribusi terhadap erosi pantai. Di Indonesia, 20 pantai dipercaya tenggelam karena penambangan pasir. "Laporan dampak negatif terhadap lingkungan terjadi di penjuru dunia," demikian laporan PBB pada 2014.
Kendati demikian, pembuat kebijakan sangat lambat merespons kebijakan tentang pasir. "Belum ada perhatian politik mengenai situasi krisis pasir," ungkap PBB.
(amm)