Ini Empat Industri Lokal yang Sangat Potensial
A
A
A
JAKARTA - Keberadaan Industri Kecil Menengah (IKM) dinilai penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Apalagi Indonesia saat inimemiliki daya saing lebih baik dibandingkan beberapa tahun lalu. Hal ini terlihat dari massifnya pembangunan infrastruktur.
"Pembangunan infrastruktur sudah tampak hasilnya. Juga sedang dikembangkan pelabuhan (Patimban) yang selama ini dibutuhkan untuk mendukung ekspor. Semuanya tentu akan meningkatkan daya saing kita," ujar Duta Investasi Indonesia untuk Jepang, Rachmat Gobel dalam diskusi "Membangun Strategi Kebijakan untuk Memperkuat Struktur Perekonomian" di Jakarta, Kamis (11/1/2018).
Menurut Rachmat, ada empat industri lokal yang potensial jika dikembangkan dengan benar. Industri yang dimaksud yakni barang tekstil, handicraft dan mebel, produk herbal (jamu), dan produk makanan dan minuman.
Sementara itu, ekonom Faisal Basri menilai industri manufaktur memberikan kontribusi yang cukup besar bagi negara. Namun, sejak 2011, industri manufaktur terus melemah sehingga kontribusi industri ini terhadap penerimaan negara juga turun. Padahal industri ini mampu memberikan kontribusi sebesar 30,7% penerimaan negara dari pajak.
"Pada 2011, Indonesia menduduki peringkat ke-21 sebagai negara dengan industri manufaktur terbesar di dunia. Namun setelah itu posisinya naik turun," tegasnya.
Faisal menyebutkan, pada 2012 Indonesia menduduki peringkat ke-17, lalu merosot ke peringkat 19 pada 2013. Pada 2014, peringkat Indonesia naik ke posisi 14. Lalu pada 2015 turun lagi ke posisi 21. Turunnya kinerja industri manufaktur tersebut disinyalir akibat Industri Kecil Menengah (IKM) pendukung industri manufaktur menghadapi berbagai kendala dalam pengembangan usahanya.
"Karena itu perlu dibantu anggaran dan peningkatan keterampilan agar dapat berinovasi dalam menciptakan suatu produk," sebut Faisal. Meski kinerjanya jeblok, hingga sekarang sumbangan industri manufaktur terhadap penerimaan pajak negara dinilai masih cukup tinggi.
Faisal juga menyebutkan bahwa industri ini juga memiliki andil terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). "Jadi jangan sembarangan. Sharenya terhadap industri PDB juga paling tinggi 21%. Saya bikin istilah baru yang mungkin tidak terlalu tepat yaitu tax coefisien per sektor. Kalau dilihat industri manufaktur, jika pemerintah berhasil meningkatkan 1% share manufaktur dalam PDB, maka share manufaktur dalam pajak meningkat 1,5%, jadi elastis dia," tuturnya.
Penggunaan teknologi dinilai mampu mendorong IKM di Indonesia untuk naik kelas, sehingga bertransformasi menjadi industri besar. "IKM ini harus di intervensi pemerintah. Diberikan bobot, baik keahlian dan teknologi untuk tumbuh. Pada gilirannya nanti dia bisa membangun kekuatan yang lebih besar dan menggantikan peran asing," kata Sekjen Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia, Abdul Sobur.
Menurut Sobur, penggunaan teknologi di beberapa sektor IKM nyatanya mampu menghemat waktu maupun biaya produksi, misalnya pada industri mebel. Dia menambahkan perlunya memperluas paradigma bahwa penggunaan teknologi akan meningkatkan daya saing IKM itu sendiri, hingga usaha yang dijalankan meningkat dan pada akhirnya mami menciptakan lapangan kerja baru.
Penyempurnaan teknologi pada IKM yang ia pimpin terbukti mampu meningkatkan kapasitas produksi hingga 10 kali lipat hanya dalam waktu delapan tahun, sehingga kini usahanya naik kelas menjadi industri besar. "Ini memang penyempurnaan teknologi. Kami kerja sama dengan perusahaan Jepang, menerapkan teknologi mereka, manajemen produksi diperbaiki, sehingga bisa naik kelas," ungkap Sobur.
Menurutnya, intervensi teknologi yang didukung peningkatan kapasitas dan kapabilitas Sumber Daya Manusia (SDM) dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kelas IKM nasional. "Industri mebel dengan omzet USD2,6 miliar berasal dari 3.500 perusahaan. Bisa dibayangkan kalau semua didorong seperti di China, naik kelasnya, itu bisa mendatangkan USD160 miliar dari pasar domestik maupun ekspor. Jadi bisa menampung lapangan kerja hingga 48 juta orang," tegasnya.
"Pembangunan infrastruktur sudah tampak hasilnya. Juga sedang dikembangkan pelabuhan (Patimban) yang selama ini dibutuhkan untuk mendukung ekspor. Semuanya tentu akan meningkatkan daya saing kita," ujar Duta Investasi Indonesia untuk Jepang, Rachmat Gobel dalam diskusi "Membangun Strategi Kebijakan untuk Memperkuat Struktur Perekonomian" di Jakarta, Kamis (11/1/2018).
Menurut Rachmat, ada empat industri lokal yang potensial jika dikembangkan dengan benar. Industri yang dimaksud yakni barang tekstil, handicraft dan mebel, produk herbal (jamu), dan produk makanan dan minuman.
Sementara itu, ekonom Faisal Basri menilai industri manufaktur memberikan kontribusi yang cukup besar bagi negara. Namun, sejak 2011, industri manufaktur terus melemah sehingga kontribusi industri ini terhadap penerimaan negara juga turun. Padahal industri ini mampu memberikan kontribusi sebesar 30,7% penerimaan negara dari pajak.
"Pada 2011, Indonesia menduduki peringkat ke-21 sebagai negara dengan industri manufaktur terbesar di dunia. Namun setelah itu posisinya naik turun," tegasnya.
Faisal menyebutkan, pada 2012 Indonesia menduduki peringkat ke-17, lalu merosot ke peringkat 19 pada 2013. Pada 2014, peringkat Indonesia naik ke posisi 14. Lalu pada 2015 turun lagi ke posisi 21. Turunnya kinerja industri manufaktur tersebut disinyalir akibat Industri Kecil Menengah (IKM) pendukung industri manufaktur menghadapi berbagai kendala dalam pengembangan usahanya.
"Karena itu perlu dibantu anggaran dan peningkatan keterampilan agar dapat berinovasi dalam menciptakan suatu produk," sebut Faisal. Meski kinerjanya jeblok, hingga sekarang sumbangan industri manufaktur terhadap penerimaan pajak negara dinilai masih cukup tinggi.
Faisal juga menyebutkan bahwa industri ini juga memiliki andil terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). "Jadi jangan sembarangan. Sharenya terhadap industri PDB juga paling tinggi 21%. Saya bikin istilah baru yang mungkin tidak terlalu tepat yaitu tax coefisien per sektor. Kalau dilihat industri manufaktur, jika pemerintah berhasil meningkatkan 1% share manufaktur dalam PDB, maka share manufaktur dalam pajak meningkat 1,5%, jadi elastis dia," tuturnya.
Penggunaan teknologi dinilai mampu mendorong IKM di Indonesia untuk naik kelas, sehingga bertransformasi menjadi industri besar. "IKM ini harus di intervensi pemerintah. Diberikan bobot, baik keahlian dan teknologi untuk tumbuh. Pada gilirannya nanti dia bisa membangun kekuatan yang lebih besar dan menggantikan peran asing," kata Sekjen Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia, Abdul Sobur.
Menurut Sobur, penggunaan teknologi di beberapa sektor IKM nyatanya mampu menghemat waktu maupun biaya produksi, misalnya pada industri mebel. Dia menambahkan perlunya memperluas paradigma bahwa penggunaan teknologi akan meningkatkan daya saing IKM itu sendiri, hingga usaha yang dijalankan meningkat dan pada akhirnya mami menciptakan lapangan kerja baru.
Penyempurnaan teknologi pada IKM yang ia pimpin terbukti mampu meningkatkan kapasitas produksi hingga 10 kali lipat hanya dalam waktu delapan tahun, sehingga kini usahanya naik kelas menjadi industri besar. "Ini memang penyempurnaan teknologi. Kami kerja sama dengan perusahaan Jepang, menerapkan teknologi mereka, manajemen produksi diperbaiki, sehingga bisa naik kelas," ungkap Sobur.
Menurutnya, intervensi teknologi yang didukung peningkatan kapasitas dan kapabilitas Sumber Daya Manusia (SDM) dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kelas IKM nasional. "Industri mebel dengan omzet USD2,6 miliar berasal dari 3.500 perusahaan. Bisa dibayangkan kalau semua didorong seperti di China, naik kelasnya, itu bisa mendatangkan USD160 miliar dari pasar domestik maupun ekspor. Jadi bisa menampung lapangan kerja hingga 48 juta orang," tegasnya.
(ven)