Cegah Badai PHK, Pelaku Usaha Bergantung pada Belanja Parpol Jelang Pemilu 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi yang paling terpukul ketika pelemahan permintaan terjadi. Sehingga harapannya dengan masuknya tahun politik seperti saat ini, parpol (Partai politik) bisa berbelanja atribut partai dan kebutuhan kampanye ke pelaku usaha dalam negeri dan tidak perlu melakukan impor.
"Saya tidak berhenti mengingatkan kepada tim sukses capres dan cawapres, dan anggota legislatif, kaos itu (kebutuhan kampanye) pasti jutaan, harganya dan anggarannya cukup besar. Kita sangat berharap, supaya untuk tahun ini itu semua dibelanjakan di dalam negeri untuk menghidupi Industri kita," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Sarman Simanjorang dalam Market Review IDXChannel, Jumat (10/11/2023).
Sarman mengakui, barang impor ini memang kadang cenderung menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan dengan industri dalam negeri. Tapi menurutnya selisih perbandingan harga tidak terlalu jauh, namun jika mengonsumsi produk dalam negeri bakal berdampak pada masyarakat yang kemungkinan bisa bekerja kembali karena permintaan menguat.
"Sekalipun harganya lebih mahal sedikit, tapi kalau itu berputar dalam negeri, dan itu membantu memberikan kontribusi terhadap perekonomian kita, sehingga mereka mampu bertahan dan tidak melakukan PHK, dan tentu bisa memberikan kontribusi kekuatan ekonomi nasional," bebernya.
Sarman Simanjorang mengatakan, saat ini kondisi industri manufaktur di tanah air masih belum menunjukan pemulihan. Hal itu berdampak pada badai PHK yang hingga saat ini diproyeksikan masih terus berlanjut.
Diterangkan olehnya, pelemahan permintaan pasar paling terasa pada sektor TPT. Sehingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga paling banyak terjadi di sektor tersebut yang juga merupakan industri padat karya.
"Kalau kita lihat dari kementerian ketenagakerjaan, bahwa sampai dengan bulan September, sudah terjadi PHK hampir 42 ribu karyawan, ini semua sektor padat karya," ujar Sarman
Menurutnya paling tidak ada 3 faktor yang menyebabkan industri lesu pada saat ini, pertama pelemahan pasar ekspor, pelemahan nilai tukar rupiah, dan membanjirnya produk-produk barang impor ke pasar domestik.
Berdasarkan data BPS kinerja ekspor Indonesia mengalami penurunan 4,26% secara tahunan, sedangkan untuk impor mengalami pelemahan 6,18% secara tahunan.
"Saya tidak berhenti mengingatkan kepada tim sukses capres dan cawapres, dan anggota legislatif, kaos itu (kebutuhan kampanye) pasti jutaan, harganya dan anggarannya cukup besar. Kita sangat berharap, supaya untuk tahun ini itu semua dibelanjakan di dalam negeri untuk menghidupi Industri kita," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Sarman Simanjorang dalam Market Review IDXChannel, Jumat (10/11/2023).
Sarman mengakui, barang impor ini memang kadang cenderung menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan dengan industri dalam negeri. Tapi menurutnya selisih perbandingan harga tidak terlalu jauh, namun jika mengonsumsi produk dalam negeri bakal berdampak pada masyarakat yang kemungkinan bisa bekerja kembali karena permintaan menguat.
"Sekalipun harganya lebih mahal sedikit, tapi kalau itu berputar dalam negeri, dan itu membantu memberikan kontribusi terhadap perekonomian kita, sehingga mereka mampu bertahan dan tidak melakukan PHK, dan tentu bisa memberikan kontribusi kekuatan ekonomi nasional," bebernya.
Sarman Simanjorang mengatakan, saat ini kondisi industri manufaktur di tanah air masih belum menunjukan pemulihan. Hal itu berdampak pada badai PHK yang hingga saat ini diproyeksikan masih terus berlanjut.
Diterangkan olehnya, pelemahan permintaan pasar paling terasa pada sektor TPT. Sehingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga paling banyak terjadi di sektor tersebut yang juga merupakan industri padat karya.
"Kalau kita lihat dari kementerian ketenagakerjaan, bahwa sampai dengan bulan September, sudah terjadi PHK hampir 42 ribu karyawan, ini semua sektor padat karya," ujar Sarman
Menurutnya paling tidak ada 3 faktor yang menyebabkan industri lesu pada saat ini, pertama pelemahan pasar ekspor, pelemahan nilai tukar rupiah, dan membanjirnya produk-produk barang impor ke pasar domestik.
Berdasarkan data BPS kinerja ekspor Indonesia mengalami penurunan 4,26% secara tahunan, sedangkan untuk impor mengalami pelemahan 6,18% secara tahunan.
(akr)