Pengawasan DPR dan Kompleksitas Holding BUMN

Jum'at, 12 Januari 2018 - 21:55 WIB
Pengawasan DPR dan Kompleksitas Holding BUMN
Pengawasan DPR dan Kompleksitas Holding BUMN
A A A
JAKARTA - Pembentukan Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus mendapatkan penolakan dari kalangan DPR, ketika Menteri BUMN dinilai tidak tepat menterjemahkan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menciptakan BUMN yang profesional dan berkelas dunia. Pasalnya Anggota Komisi VI DPR Nasril Bahar menilai langkah penggabungan tidak serta merta menghilangkan inefisiensi sampai intervensi kepentingan yang menjadi masalah perusahaan pelat merah.

Menurutnya pembentukan holding BUMN Tambang yang sudah terjadi dianggap sebagai “Success Story”, di awal justru tidak berjalan mulus. Terang dia motivasi utama dan menjadi urgensi pembentukan holding BUMN tambang adalah langkah divestasi Freeport yang ditargetkan selesai akhir tahun 2017.

"Holding BUMN Tambang diharapkan akan menciptakan kemampuan keuangan yang besar sehingga dapat membeli saham Freeport sampai minimum 51%. Tapi nyatanya divestasi Freeport tidak sesederhana itu dan akhirnya gagal dilaksanakan di tahun 2017," jelasnya lewat keterangan resmi di Jakarta, Jumat (12/1/2018).

Tambah dia kompleksitas timbul atas kepemilikan dari Rio Tinto sampai 40%. Kenyataannya hari ini, akuisisi 40% hak dari Rio Tinto dapat dilakukan Inalum secara mandiri sendiri, sehingga menurutnya tidak perlu dengan Holding. "Sekarang seolah mencari motivasi lain diarahkan pada hilirisasi industri tambang. Ini bukti bahwa perencanaan yang salah dan fatal," ungkapnya.

Kompleksitas lainnya yakni bagaimana BUMN profesional diartikan sebagai perusahaan yang bebas intervensi politik sehingga dinyatakan bahwa pergeseran kekayaan negara dengan inbreng saham ini tidak memerlukan persetujun dari DPR. Hal ini terang dua eksplisit dalam PP No 72/2016, walaupun saham negara di BUMN berasal dari APBN namun mekanisme inbreng justru tidak melalui mekanisme APBN.

"Tidak diperlukan persetujun DPR karena sudah merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Menariknya kekayaan negara yang berupa saham di BUMN setelah diinbreng akan berubah menjadi kekayaan BUMN atau perseroan terbatas. Perubahan status kekayaan negara ini dapat dilakukan langsung tanpa persetujuan DPR. Seolah lupa bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi jelas bahwa kekayaan negara yang dipisahkan di BUMN tetap dinyatakan sebagai kekayaan negara dan tetap dalam pengawasan BPK," tegas politisi dari partai PAN tersebut.

Perubahan status BUMN menjadi anak usaha BUMN diyakini seolah menjadi usaha untuk dapat keleluasaan dalam pemanfaatan kekayaan negara tanpa pengawasan dan persetujuan dari DPR seperti ketika berstatus BUMN. Diterangkan olehnya masalah fundamental kedua adalah masalah strategi korporasi.

"Pembuatan holding dengan inbreng saham yang harus diperhatikan kesesuaiannya dengan hukum dan konstitusi yang ada bukan satu-satunya masalah, tapi pembentukan holding adalah penggabungan beberapa perusahaan dalam satu payung. Artinya ada proses integrasi, asimilasi dan sinergi yang harus diperjuangkan sehingga pembentukan holding menciptakan nilai tambah atau value creation," sambung dia.

Namun Nasril memberikan contoh holding BUMN yang sudah ada saat ini malahan masih memiliki bertumpuk masalah yang belum terselesaikan. "Holding perkebunan yang masih merugi, holding semen yang terus tergerus kinerjanya, holding pupuk dan lainnya masih terus berjuang. Ini bukan perkara mudah. Konsep yang tidak jelas, urgensi yang tidak jelas perlu dievalusi lagi," sambungnya.

Dari sisi fundamental strategi korporasi, terang dua jelas harus dievaluasi kembali. Maka pembentukan holding BUMN dengan skema inbreng saham bukan sekedar upaya geser menggeser kekayaan negara yang sederhana dan dapat dilakukan seenaknya.

"Ini bukan hanya tentang investasi kekayaan negara, ini tentang pengelolaan BUMN Indonesia dan ini tentang menjalankan amanat konstitusi. Bersama sama mengawal BUMN Indonesia untuk kemakmuran rakyat," tutup Nasril.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5036 seconds (0.1#10.140)