DPR Pertanyakan Rencana Pemerintah Lakukan Impor Beras
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akhirnya mengambil kebijakan untuk mengimpor beras sebanyak 500.000 ton dari Vietnam dan Thailand. Alasannya, kurangya stok beras di dalam negeri mengharuskan impor untuk mengamankan kebutuhan pangan serta menjaga stabilitas harga beras di pasaran.
Namun, langkah pemerintah tersebut dipertanyakan oleh Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo. Menurut dia, langkah impor menimbulkan banyak kejanggalan dan tanda tanya.
"Kenapa pemerintah tiba-tiba melakukan impor beras di saat kondisi pangan kita terbilang stabil? Menteri pertanian pernah bilang tidak akan melakukan impor beras setidaknya hingga pertengahan 2018 karena produksinya mencukupi. Selain itu, pemerintah juga memiliki serapan beras 8.000-9.000 ton per hari. Bahkan di beberapa daerah mengalami surplus beras. Impor beras adalah bentuk mengkhianati petani kita sendiri," tegasnya melalui keterangan tertulis, Minggu (14/1/2018).
Edhy menambahkan, beberapa waktu lalu, pemerintah berani tidak melakukan impor beras meski musim kemarau melanda. Karena itu, dia heran di saat kondisi iklim sedang normal seperti sekarang ini pemerintah malah memutuskan untuk melakukan impor beras.
"Saat ini, anggaran yang dimiliki pemerintah untuk sektor pertanian jauh lebih besar dari sebelumnya. Seharusnya dengan meningkatnya anggaran, pemerintah punya kemampuan menjaga ketersediaan pangan tanpa melakukan impor. Menurut saya, penambahan anggaran tidak mengubah hasil pencapaian karena masih melakukan impor beras," sambungnya.
Selama ini, lanjut Edhy, persoalan beras selalu ditangani oleh Badan Urusan Logistik (Perum Bulog). Karena itu, dia mengaku heran mengapa untuk persoalan impor kali ini tidak dipercayakan kepada Bulog, melainkan menunjuk BUMN bernama Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Padahal, tegas dia, dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018, persoalan seperti ini menjadi domain Bulog.
"Apakah PPI memiliki infrastruktur yang lebih memadai dari Bulog? Apakah PPI lebih mengerti persoalan beras daripada Bulog? Atau ada kepentingan lain?" kejarnya.
Secara umum Edhy juga menyayangkan pemerintah yang menurutnya dalam tiga tahun terakhir tak berhasil mewujudkan keinginan Presiden Joko Widodo yang dulu berjanji akan kembali mewujudkan swasembada pangan. Merujuk ada luasnya lahan sawah Indonesia, Presiden dulu mempertanyakan langkah impor beras selama ini. Terlebih, kata dia, anggaran yang dialokasikan untuk sektor pertanian kini hampir dua kali lipat dari pemerintahan sebelumnya.
"Semoga ke depan Indonesia mampu mewujudkan swasembada pangan demi memakmurkan petani kita dan mewujudkan kedaulatan pangan, dan tidak mengatasi persoalan hajat hidup rakyat hanya dengan impor," pungkas Edhy.
Namun, langkah pemerintah tersebut dipertanyakan oleh Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo. Menurut dia, langkah impor menimbulkan banyak kejanggalan dan tanda tanya.
"Kenapa pemerintah tiba-tiba melakukan impor beras di saat kondisi pangan kita terbilang stabil? Menteri pertanian pernah bilang tidak akan melakukan impor beras setidaknya hingga pertengahan 2018 karena produksinya mencukupi. Selain itu, pemerintah juga memiliki serapan beras 8.000-9.000 ton per hari. Bahkan di beberapa daerah mengalami surplus beras. Impor beras adalah bentuk mengkhianati petani kita sendiri," tegasnya melalui keterangan tertulis, Minggu (14/1/2018).
Edhy menambahkan, beberapa waktu lalu, pemerintah berani tidak melakukan impor beras meski musim kemarau melanda. Karena itu, dia heran di saat kondisi iklim sedang normal seperti sekarang ini pemerintah malah memutuskan untuk melakukan impor beras.
"Saat ini, anggaran yang dimiliki pemerintah untuk sektor pertanian jauh lebih besar dari sebelumnya. Seharusnya dengan meningkatnya anggaran, pemerintah punya kemampuan menjaga ketersediaan pangan tanpa melakukan impor. Menurut saya, penambahan anggaran tidak mengubah hasil pencapaian karena masih melakukan impor beras," sambungnya.
Selama ini, lanjut Edhy, persoalan beras selalu ditangani oleh Badan Urusan Logistik (Perum Bulog). Karena itu, dia mengaku heran mengapa untuk persoalan impor kali ini tidak dipercayakan kepada Bulog, melainkan menunjuk BUMN bernama Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Padahal, tegas dia, dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018, persoalan seperti ini menjadi domain Bulog.
"Apakah PPI memiliki infrastruktur yang lebih memadai dari Bulog? Apakah PPI lebih mengerti persoalan beras daripada Bulog? Atau ada kepentingan lain?" kejarnya.
Secara umum Edhy juga menyayangkan pemerintah yang menurutnya dalam tiga tahun terakhir tak berhasil mewujudkan keinginan Presiden Joko Widodo yang dulu berjanji akan kembali mewujudkan swasembada pangan. Merujuk ada luasnya lahan sawah Indonesia, Presiden dulu mempertanyakan langkah impor beras selama ini. Terlebih, kata dia, anggaran yang dialokasikan untuk sektor pertanian kini hampir dua kali lipat dari pemerintahan sebelumnya.
"Semoga ke depan Indonesia mampu mewujudkan swasembada pangan demi memakmurkan petani kita dan mewujudkan kedaulatan pangan, dan tidak mengatasi persoalan hajat hidup rakyat hanya dengan impor," pungkas Edhy.
(fjo)