Tenang! Pembatalan Ekspor Beras 1 Juta Ton oleh India Ternyata Kebanyakan Menir
loading...
A
A
A
JAKARTA - India sudah menutup pintu ekspor beras untuk mengamankan stok dalam negerinya. Meski tidak berdampak besar, kebijakan itu memengaruhi pengadaan beras Indonesia dari India sebanyak 1 juta ton.
Khudori, pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP), mengatakan semula rencana impor 1 juta ton beras dari India itu sebagai bentuk jaga-jaga. Mengantisipasi apabila El Nino berdampak buruk terhadap produktivitas pertanian di Indonesia.
"Skemanya pakai kontrak beli. Kontrak itu akan didatangkan jika Indonesia benar-benar butuh. Jika tidak, ya kontrak belinya tidak direalisasikan," kata Khudori kepada MNC Portal, Selasa (5/9/2023).
Khudori menjelaskan, saat ini India tengah mengalami inflasi pangan, sehingga membuat pemerintah perlu menstabilkan harga beras di pasar dengan membanjiri produk, sebelum melakukan ekspor.
Selain itu, India juga menghadapi tantangan dalam produksi pertanian seperti padi. Kondisi itu dikarenakan adanya musim kemarau panjang akibat El Nino. Kondisi ini tidak hanya dialami oleh Vietnam, China, Thailand, bahkan Indonesia.
Di satu sisi, menurut Khudori, India juga tengah masuk dalam tahun politik. Pemilu yang akan diikuti lagi oleh rezim yang tengah berkuasa saat ini yaitu Narendra Modi.
"Pemerintah di mana pun yang akan ikut pemilu akan mengamankan harga pangan dan inflasi," lanjutnya.
Menurut Khudori, kebijakan protektif India dampaknya tidak terlalu besar ke Indonesia karena impor kita dari India sebagian besar berupa beras patahan (broken rice). Impor beras patahan atau menir itu sebagian besar untuk industri, bukan untuk konsumsi harian masyarakat.
"Bahwa ada dampak tidak langsung dari kebijakan beras India itu, ya ada, yaitu dalam bentuk harga beras yang naik setelah kebjakan India itu dikeluarkan. Dari sisi produksi, produksi padi India diperkirakan menurun, tapi penurunannya tipis," pungkasnya.
Khudori, pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP), mengatakan semula rencana impor 1 juta ton beras dari India itu sebagai bentuk jaga-jaga. Mengantisipasi apabila El Nino berdampak buruk terhadap produktivitas pertanian di Indonesia.
"Skemanya pakai kontrak beli. Kontrak itu akan didatangkan jika Indonesia benar-benar butuh. Jika tidak, ya kontrak belinya tidak direalisasikan," kata Khudori kepada MNC Portal, Selasa (5/9/2023).
Khudori menjelaskan, saat ini India tengah mengalami inflasi pangan, sehingga membuat pemerintah perlu menstabilkan harga beras di pasar dengan membanjiri produk, sebelum melakukan ekspor.
Selain itu, India juga menghadapi tantangan dalam produksi pertanian seperti padi. Kondisi itu dikarenakan adanya musim kemarau panjang akibat El Nino. Kondisi ini tidak hanya dialami oleh Vietnam, China, Thailand, bahkan Indonesia.
Di satu sisi, menurut Khudori, India juga tengah masuk dalam tahun politik. Pemilu yang akan diikuti lagi oleh rezim yang tengah berkuasa saat ini yaitu Narendra Modi.
"Pemerintah di mana pun yang akan ikut pemilu akan mengamankan harga pangan dan inflasi," lanjutnya.
Menurut Khudori, kebijakan protektif India dampaknya tidak terlalu besar ke Indonesia karena impor kita dari India sebagian besar berupa beras patahan (broken rice). Impor beras patahan atau menir itu sebagian besar untuk industri, bukan untuk konsumsi harian masyarakat.
"Bahwa ada dampak tidak langsung dari kebijakan beras India itu, ya ada, yaitu dalam bentuk harga beras yang naik setelah kebjakan India itu dikeluarkan. Dari sisi produksi, produksi padi India diperkirakan menurun, tapi penurunannya tipis," pungkasnya.
(uka)