Sulawesi Utara Dukung Penuh Kemudahan Izin Berusaha
A
A
A
MANADO - Sulawesi Utara (Sulut) mendukung penuh kebijakan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk mempermudah investor yang akan mengurus izin usaha di Indonesia.
Pemprov Sulut selama ini telah mempelajari faktor yang mendorong para investor untuk menanamkan modalnya atau membuka usaha di sejumlah daerah, salah-satunya persoalan administrasi.
Kabag Humas Pemprov Sulut, Roy Saroinsong menjelaskan, dukungan terhadap program presiden itu disampaikan Gubernur Sulut Olly Dondokambey usai mengikuti rapat kerja pemerintah tentang percepatan pelaksanaan berusaha di daerah yang dilaksanakan di Istana Negara Jakarta, kemarin.
Dalam kesempatan tersebut gubernur mengatakan, sebagai provinsi yang yang memiliki posisi geografis strategis di wilayah Asia Pasifik, Sulut mempunyai potensi besar dalam meningkatkan sektor wisata, terutama wisata alam.
"Wisata ini butuh infrastruktur pendukung dengan dana besar, karena itu kita butuh investor. Saya sudah perintahkan jajaran untuk mempermudah pengurusan perizinan," terang Olly.
Soal keamanan dan kenyamanan bagi investor, pihaknya memastikan tidak ada kendala karena akan menggandeng seluruh elemen, termasuk TNI/Polri. "Saya pastikan investor akan aman dan nyaman, kalau ada kendala tolong dilaporkan dan kami akan berikan perlindungan," tegasnya.
Dengan mempermudah perizinan untuk investor yang kemudian membuat mereka tertarik menanamkan modalnya di Sulut, maka akan mampu menampung tenaga kerja. Bahkan, tahun ini, Pemprov Sulut telah menetapkan beberapa target "Indikator Ekonomi Makro" pembangunan termasuk penurunan tingkat pengangguran.
Indikator tersebut yakni pertumbuhan ekonomi daerah di angka 6,2%, laju inflasi provinsi, 5%, pendapatan per kapita Rp37 juta/kapita, IPM berada pada angka 70,8, indeks gini sebesar 0,39 dan tingkat kemiskinan 8,2% serta tingkat pengangguran 6,75%.
"Kalau ada pengusaha yang akan membangun hotel, pusat perbelanjaan dan usaha-usaha besar lainnya tentu akan menjadi solusi terhadap persoalan pengangguran ini," terang dia.
Sementara, ekonom Universitas Sam Ratulangi Manado, Vecky Apollos Masinambow menyarankan agar semua kendala investasi di daerah yang utama seperti masih bertumpu pada birokrasi sebagian kabupaten dan kota dapat diurai.
Begitu pula dengan kendala lainnya yakni terkait dengan proses pembebasan lahan yang sering bermasalah. "Tata ruang yang belum dilengkapi rencana detail seperti tata ruang untuk kawasan usaha pada sebagian daerah juga cukup menghambat lajunya investasi di Sulut. Ini harus segera diselesaikan," terangnya.
Sebelumnya Presiden Jokowi mengemukakan, dibanding negara-negara pesaing terutama negara tetangga, pertumbuhan investasi di Indonesia masih kalah jauh.
Sesuai data BKPM tahun 2017, investasi di India naik 30%, Filipina naik 38%, Malaysia naik 51%, sementara Indonesia hanya 10%. Menurut Presiden, alasan utama Indonesia kalah bersaing karena persoalan regulasi.
"Kita ini kebanyakan aturan-aturan, kebanyakan persyaratan-persyaratan, kebanyakan perizinan-perizinan yang masih berbelit-belit," kata Jokowi.
Untuk itu, Jokowi berpesan kepada seluruh Gubernur dan terutama Ketua DPRD, agar jangan membuat peraturan daerah (perda) baru yang menambah keruwetan. Apalagi, kalau perda tersebut berorientasi proyek.
"Kalau orientasinya hanya ingin membuat perda sebanyak-banyaknya, sudahlah. Yang paling penting menurut saya perda itu kualitasnya bukan banyak-banyakan. Kalau sudah ngeluarin perda banyak itu sebuah prestasi, menurut saya tidak," ujarnya.
Presiden membandingkan proses perizinan yang dibutuhkan investor di tingkat pusat dengan di daerah. Untuk pembangkit listrik misalnya, tambah Jokowi, pada tingkat pusat sudah bisa dipangkas menjadi 19 hari. Namun, di daerah masih 775 hari.
Sementara di bidang pertanian, ujar Presiden, untuk tingkat pusat sudah 19 hari, sedangkan di daerah masih 726 hari. Di perindustrian, untuk pemerintah pusat 143 hari, sedangkan di daerah hingga 529 hari.
Untuk itu, Jokowi menekankan pentingnya mengharmonisasi kembali kebijakan pemerintah daerah dengan kebijakan pemerintah pusat. "Ini perlu saya ingatkan, yang namanya otonomi daerah itu bukan federal. Kita negara kesatuan, Negara Kesatuan Republik Indonesia, jadi hubungan antara pusat, provinsi, kabupaten, dan kota ini masih satu, masih satu garis," tegasnya.
Jika seluruh provinsi, kabupaten, dan kota masing-masing mengeluarkan peraturan, regulasi, standar, serta prosedur sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan harmonisasi, menurut presiden, yang terjadi adalah fragmentasi.
"Kita menjadi bukan menjadi sebuah pasar besar lagi, pasar nasional, pasar tunggal yang besar tetapi terpecah menjadi pasar yang kecil-kecil, sebanyak 34 provinsi dan 514 kabupaten dan kota," katanya.
Menurutnya, kekuatan Bangsa Indonesia yakni sebuah pasar tunggal besar yaitu pasar nasional. Itulah, yang dirasakan investor bahwa dari sisi regulasi begitu mengurus di tingkat pusat kemudian dilanjutkan ke daerah itu seperti masuk ke wilayah yang lain. "Ini yang bahaya kalau persepsi itu muncul," ucap dia.
Atas dasar itu, Jokowi ingin diperbaiki melalui single submission. "Kita duduk bersama nanti untuk berkoordinasi, untuk membuat harmonisasi, sehingga menyatukan pasar besar kita dalam satu kesatuan, dalam sebuah destinasi investasi nasional, dengan aturan main dengan perizinan, dengan undang-undang, dengan perda yang inline satu garis," tuturnya.
Pemprov Sulut selama ini telah mempelajari faktor yang mendorong para investor untuk menanamkan modalnya atau membuka usaha di sejumlah daerah, salah-satunya persoalan administrasi.
Kabag Humas Pemprov Sulut, Roy Saroinsong menjelaskan, dukungan terhadap program presiden itu disampaikan Gubernur Sulut Olly Dondokambey usai mengikuti rapat kerja pemerintah tentang percepatan pelaksanaan berusaha di daerah yang dilaksanakan di Istana Negara Jakarta, kemarin.
Dalam kesempatan tersebut gubernur mengatakan, sebagai provinsi yang yang memiliki posisi geografis strategis di wilayah Asia Pasifik, Sulut mempunyai potensi besar dalam meningkatkan sektor wisata, terutama wisata alam.
"Wisata ini butuh infrastruktur pendukung dengan dana besar, karena itu kita butuh investor. Saya sudah perintahkan jajaran untuk mempermudah pengurusan perizinan," terang Olly.
Soal keamanan dan kenyamanan bagi investor, pihaknya memastikan tidak ada kendala karena akan menggandeng seluruh elemen, termasuk TNI/Polri. "Saya pastikan investor akan aman dan nyaman, kalau ada kendala tolong dilaporkan dan kami akan berikan perlindungan," tegasnya.
Dengan mempermudah perizinan untuk investor yang kemudian membuat mereka tertarik menanamkan modalnya di Sulut, maka akan mampu menampung tenaga kerja. Bahkan, tahun ini, Pemprov Sulut telah menetapkan beberapa target "Indikator Ekonomi Makro" pembangunan termasuk penurunan tingkat pengangguran.
Indikator tersebut yakni pertumbuhan ekonomi daerah di angka 6,2%, laju inflasi provinsi, 5%, pendapatan per kapita Rp37 juta/kapita, IPM berada pada angka 70,8, indeks gini sebesar 0,39 dan tingkat kemiskinan 8,2% serta tingkat pengangguran 6,75%.
"Kalau ada pengusaha yang akan membangun hotel, pusat perbelanjaan dan usaha-usaha besar lainnya tentu akan menjadi solusi terhadap persoalan pengangguran ini," terang dia.
Sementara, ekonom Universitas Sam Ratulangi Manado, Vecky Apollos Masinambow menyarankan agar semua kendala investasi di daerah yang utama seperti masih bertumpu pada birokrasi sebagian kabupaten dan kota dapat diurai.
Begitu pula dengan kendala lainnya yakni terkait dengan proses pembebasan lahan yang sering bermasalah. "Tata ruang yang belum dilengkapi rencana detail seperti tata ruang untuk kawasan usaha pada sebagian daerah juga cukup menghambat lajunya investasi di Sulut. Ini harus segera diselesaikan," terangnya.
Sebelumnya Presiden Jokowi mengemukakan, dibanding negara-negara pesaing terutama negara tetangga, pertumbuhan investasi di Indonesia masih kalah jauh.
Sesuai data BKPM tahun 2017, investasi di India naik 30%, Filipina naik 38%, Malaysia naik 51%, sementara Indonesia hanya 10%. Menurut Presiden, alasan utama Indonesia kalah bersaing karena persoalan regulasi.
"Kita ini kebanyakan aturan-aturan, kebanyakan persyaratan-persyaratan, kebanyakan perizinan-perizinan yang masih berbelit-belit," kata Jokowi.
Untuk itu, Jokowi berpesan kepada seluruh Gubernur dan terutama Ketua DPRD, agar jangan membuat peraturan daerah (perda) baru yang menambah keruwetan. Apalagi, kalau perda tersebut berorientasi proyek.
"Kalau orientasinya hanya ingin membuat perda sebanyak-banyaknya, sudahlah. Yang paling penting menurut saya perda itu kualitasnya bukan banyak-banyakan. Kalau sudah ngeluarin perda banyak itu sebuah prestasi, menurut saya tidak," ujarnya.
Presiden membandingkan proses perizinan yang dibutuhkan investor di tingkat pusat dengan di daerah. Untuk pembangkit listrik misalnya, tambah Jokowi, pada tingkat pusat sudah bisa dipangkas menjadi 19 hari. Namun, di daerah masih 775 hari.
Sementara di bidang pertanian, ujar Presiden, untuk tingkat pusat sudah 19 hari, sedangkan di daerah masih 726 hari. Di perindustrian, untuk pemerintah pusat 143 hari, sedangkan di daerah hingga 529 hari.
Untuk itu, Jokowi menekankan pentingnya mengharmonisasi kembali kebijakan pemerintah daerah dengan kebijakan pemerintah pusat. "Ini perlu saya ingatkan, yang namanya otonomi daerah itu bukan federal. Kita negara kesatuan, Negara Kesatuan Republik Indonesia, jadi hubungan antara pusat, provinsi, kabupaten, dan kota ini masih satu, masih satu garis," tegasnya.
Jika seluruh provinsi, kabupaten, dan kota masing-masing mengeluarkan peraturan, regulasi, standar, serta prosedur sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan harmonisasi, menurut presiden, yang terjadi adalah fragmentasi.
"Kita menjadi bukan menjadi sebuah pasar besar lagi, pasar nasional, pasar tunggal yang besar tetapi terpecah menjadi pasar yang kecil-kecil, sebanyak 34 provinsi dan 514 kabupaten dan kota," katanya.
Menurutnya, kekuatan Bangsa Indonesia yakni sebuah pasar tunggal besar yaitu pasar nasional. Itulah, yang dirasakan investor bahwa dari sisi regulasi begitu mengurus di tingkat pusat kemudian dilanjutkan ke daerah itu seperti masuk ke wilayah yang lain. "Ini yang bahaya kalau persepsi itu muncul," ucap dia.
Atas dasar itu, Jokowi ingin diperbaiki melalui single submission. "Kita duduk bersama nanti untuk berkoordinasi, untuk membuat harmonisasi, sehingga menyatukan pasar besar kita dalam satu kesatuan, dalam sebuah destinasi investasi nasional, dengan aturan main dengan perizinan, dengan undang-undang, dengan perda yang inline satu garis," tuturnya.
(izz)