Impor 3,7 Juta Ton Garam Industri Akan Dinikmati Sektor Ini
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menerangkan kemudahan izin importasi bahan baku garam bakal dipakai untuk memenuhi kebutuhan sejumlah manufaktur. Lebih lanjut Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memaparkan sektor mana saja yang membutuhkan demi menunjang keberlanjutan produksi dan investasi.
“Pemenuhan bahan baku untuk industri tentu membawa multiplier effect bagi perekonomian nasional. Misalnya, impor bahan baku garam sebesar 3,7 juta ton yang senilai Rp1,8 triliun, akan diolah menjadi berbagai macam produk dengan nilai tambah besar,” kata Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono di Jakarta Rabu (24/1).
Nilai tambah itu, antara lain melalui kontribusi PDB sebesar Rp1.100 triliun, penyerapan tenaga kerja sebanyak 4 juta orang, dan perolehan devisa dari ekspor mencapai USD30 miliar. Oleh karenanya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengajukan kebutuhan bahan baku garam untuk industri nasional sekitar 3,7 juta ton pada tahun 2018.
Kebutuhan tersebut akan disalurkan kepada industri Chlor Alkali Plant (CAP), untuk memenuhi permintaan industri kertas dan petrokimia sebesar 2.488.500 ton. Selain itu, bahan baku garam juga didistribusikan kepada industri farmasi dan kosmetik sebesar 6.846 ton serta industri aneka pangan 535.000 ton.
“Sesuai dengan hasil rapat pembahasan, garam untuk industri aneka pangan diimpor dalam bentuk kristal yang kasar (bahan baku) dan akan diolah oleh industri pengolah garam menjadi garam untuk kebutuhan industri,” papar Sigit seperti dilansir laman resmi Kemenperin.
Sisanya, kebutuhan bahan baku garam sebanyak 740.000 ton untuk sejumlah industri, seperti industri pengasinan ikan, industri penyamakan kulit, industri pakan ternak, industri tekstil dan resin, industri pengeboran minyak, serta industri sabun dan detergen.
“Beberapa sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, seperti industri petrokimia, makanan dan minuman, serta farmasi dan kosmetik,” ungkap Sigit. Terlebih lagi, industri manufaktur menjadi sektor andalan karena berkontribusi signifikan dalam upaya memenuhi target pertumbuhan ekonomi nasional.
“Pemenuhan bahan baku untuk industri tentu membawa multiplier effect bagi perekonomian nasional. Misalnya, impor bahan baku garam sebesar 3,7 juta ton yang senilai Rp1,8 triliun, akan diolah menjadi berbagai macam produk dengan nilai tambah besar,” kata Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono di Jakarta Rabu (24/1).
Nilai tambah itu, antara lain melalui kontribusi PDB sebesar Rp1.100 triliun, penyerapan tenaga kerja sebanyak 4 juta orang, dan perolehan devisa dari ekspor mencapai USD30 miliar. Oleh karenanya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengajukan kebutuhan bahan baku garam untuk industri nasional sekitar 3,7 juta ton pada tahun 2018.
Kebutuhan tersebut akan disalurkan kepada industri Chlor Alkali Plant (CAP), untuk memenuhi permintaan industri kertas dan petrokimia sebesar 2.488.500 ton. Selain itu, bahan baku garam juga didistribusikan kepada industri farmasi dan kosmetik sebesar 6.846 ton serta industri aneka pangan 535.000 ton.
“Sesuai dengan hasil rapat pembahasan, garam untuk industri aneka pangan diimpor dalam bentuk kristal yang kasar (bahan baku) dan akan diolah oleh industri pengolah garam menjadi garam untuk kebutuhan industri,” papar Sigit seperti dilansir laman resmi Kemenperin.
Sisanya, kebutuhan bahan baku garam sebanyak 740.000 ton untuk sejumlah industri, seperti industri pengasinan ikan, industri penyamakan kulit, industri pakan ternak, industri tekstil dan resin, industri pengeboran minyak, serta industri sabun dan detergen.
“Beberapa sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, seperti industri petrokimia, makanan dan minuman, serta farmasi dan kosmetik,” ungkap Sigit. Terlebih lagi, industri manufaktur menjadi sektor andalan karena berkontribusi signifikan dalam upaya memenuhi target pertumbuhan ekonomi nasional.
(akr)