Terapkan Filosofi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara

Kamis, 25 Januari 2018 - 13:43 WIB
Terapkan Filosofi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara
Terapkan Filosofi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara
A A A
KINERJA bisnis Bank BNI yang positif tak terlepas dari peran bisnis menengah yang juga terus bertumbuh. Direktur Bisnis Menengah BNI Putrama Wahju Setyawan dinilai berhasil mengembangkan segmen bisnis tersebut, terutama dalam penyelesaian kredit bermasalah. Menurut Putrama, komunikasi dan keterbukaan menjadi kunci.

Menangani bisnis menengah yang pasar utamanya belum feasible dan bankable memang menantang, tapi juga menarik karena bisa menjadi saksi perkembangan bisnis nasabah mulai usaha kecil hingga level korporasi. Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai geliat bisnis menengah di industri perbankan, khususnya BNI, berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan Putrama, baru-baru ini.

Bagaimana Anda melihat proyeksi ekonomi pada 2018?
Pada 2018 rasanya akan lebih menantang karena disebut sebagai tahun politik. Namun, harapan kami pada tahun politik ini iklim investasi bisa stabil dan tidak terganggu. Saya melihat ada tren positif dari harga komoditas yang mengalami perbaikan. Selain itu, juga ada sentimen positif dari respons pada surat utang Komodo Bond dari Jasa Marga, yang berdenominasi rupiah.

Ketika diterbitkan di luar negeri ternyata mengalami oversubscribed atau kelebihan permintaan. Hal ini artinya kepercayaan terhadap iklim investasi di Indonesia bagus sekali. Selain rating dari perusahaan pemeringkat, iklim bisnis juga termasuk penilaian penting. Jadi, pada 2018 masih terbuka peluang besar. Ini sejalan dengan rencana kami yang menargetkan pertumbuhan. Kami ingin aset tumbuh seperti tahun lalu yang mencapai Rp709,33 triliun atau naik 17,6% dibandingkan 2016.

Bagaimana dengan kinerja bisnis menengah BNI pada 2017?
Kinerja kredit bisnis menengah sepanjang 2017 berhasil tumbuh 14,6% atau naik Rp8,9 triliun, dengan rasio kredit bermasalah atau NPL membaik dari 3,2% pada 2016 menjadi 2,8%. Ekspansi kami sebenarnya secara gross mencapai Rp20,8 triliun. Namun, ada debitur yang lunas dan ada yang pindah ke bank lain. Selain itu, juga ada masalah hukum lainnya sehingga kredit bermasalah itu harus kami putihkan atau write off.

Ini yang membuat nett growth atau tumbuh sebesar 14,6% itu. Kinerja ini menandakan strategi yang dibangun sejak awal sudah di jalur tepat sehingga tinggal dijaga saja, khususnya untuk kualitas kredit. Pada 2018 kami menargetkan kredit tumbuh pada kisaran 14-15%. Sementara untuk target simpanan atau dana pihak ketiga (DPK) harus sedikit di atas target kredit, supaya rasio likuiditas nanti masih terjaga.

Anda sudah cukup lama memimpin bisnis menengah di BNI. Bisa diceritakan seperti apa perkembangannya?
Bisnis menengah BNI telah berjalan dua tahun sejak 2016. Saya memimpin sejak awal. Secara relatif, pertumbuhannya memang lebih tinggi pada awal karena pada 2015 mesinnya belum optimal. Namun pada 2016 bisa dimaksimalkan sehingga langsung tumbuh tinggi juga pada 2017. Untuk tahap sekarang kami akan coba meningkatkan kapasitasnya.

Apakah sudah sesuai dengan harapan stakeholder?
Pemegang saham memang ingin kami terus tumbuh dan memberi kontribusi optimum untuk laba. Selain itu, juga ada fungsi lainnya sebagai agen pembangunan, terutama menjalankan program pemerintah seperti bansos, Program Keluarga Harapan (PKH), atau perhutanan sosial. Itu ada prospek bisnisnya, sekaligus kami melakukan literasi keuangan di masyarakat. Caranya dengan mengajarkan praktik mengelola keuangan dengan dompet elektronik.

Peran bisnis menengah di BNI seperti apa?

Dalam bisnis BNI ada beberapa level pengelolaan nasabah berdasarkan ukuran feasibility atau kemampuannya secara keuangan, dan bankable yang berarti soal agunan nasabah. Faktanya, banyak pengusaha yang belum siap untuk keduanya. Oleh karena itu, muncul Program Kemitraan & Bina Lingkungan (PKBL) untuk pembinaan sehingga nantinya nasabah bisa feasible.

Kemudian nasabah itu diangkat ke level KUR mikro, lalu KUR ritel, kredit Business Continuity Management (BCM), kemudian menengah, dan akhirnya di level korporasi. Kami justru sangat senang mendukung di level menengah karena itu pasar utamanya yang belum feasible dan bankable karena nanti loyalitasnya akan tinggi. Kami bantu mereka dari bukan siapa-siapa lalu dibina. Hal ini yang saya lakukan sewaktu saya bertugas di kantor wilayah Kendari. Saya men jaga relasi nasabah sejak kecil hingga sekarang mereka di level korporasi.

Apa kiat agar selalu berhasil menyelesaikan kredit bermasalah?
Kuncinya hanya komunikasi dan keterbukaan. Bagaimana kita berlaku sebagai dokter yang ingin mengobati pasien sehingga harus berkomunikasi, sebaliknya pasien juga harus terbuka tentang penyakitnya. Saya ini bukan komunikator andal, karena itu saya harus terus belajar.

Bagaimana Anda bisa dikenal piawai soal strategi di BNI?
Soal strategi, intinya bagaimana menurunkan strategi besar dari corporate plan menjadi business plan. Eksekusi memang penting, tapi yang juga penting dalam perencanaannya, yaitu bagaimana pemetaan potensi, menentukan strategi, faktor kunci sukses, enabler, dan ancamannya. Intinya lakukan analisis internal dan eksternal. Lalu tinggal meramunya saja. Harus dibikin simpel. Hal ini juga berlaku dalam meng hadapi isu disrupsi teknologi digital. Kita harus terje mah kan dalam konteks bagai mana perilaku konsumen yang berubah.

Inovasi seperti apa yang dibutuhkan?
Era digitalisasi kini tidak terhindarkan. Apakah kita akan menghindari atau justru memanfaatkannya. Ini sesuatu yang tidak bisa kita lawan. Oleh karena itu, semua insan BNI, mereka minimal harus punya paradigma untuk go digital.

Sebagai salah satu pimpinan, prinsip atau filosofi kepemimpinan seperti apa yang Anda terapkan?
Dalam pemahaman saya, teori leadership itu lebih kepada soal manajerial. Sangat jarang yang menyentuh sisi personal. Buat saya prinsip kepemimpinan yang mengena itu dari Ki Hajar Dewantara yang disingkat "Ing Ing Tut". Filosofinya, Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Jadi, pemimpin itu harus fleksibel. Ibarat memimpin pasukan, saya harus bisa dari belakang menentukan arah dan membuat strategi, setelah itu ke tengah membaur memotivasi mereka. Kemudian, di depan memberi contoh. Baru setelah jalan harus pindah lagi ke belakang. Keberhasilan pemimpin itu saat menciptakan pemimpin yang lain.

Dalam belajar ataupun berkarya, siapa yang men jadi sosok panutan bagi Anda?

Secara formal saya melihat para senior BNI, seperti Achmad Bai quni, Herry Sidharta, Elia Massa Manik. Di luar pergaulan kantor, saya juga belajar dari sahabat-sahabat lainnya untuk mendapatkan pandangan yang berbeda. Dua sahabat itu adalah seorang pelukis di Yogyakarta dan seorang tukang becak di depan rumah orang tua. Si tukang becak ini saya anggap berhasil karena anaknya lima jadi sarjana dengan pekerjaan yang lumayan. Saya yakin, dia pasti punya sesuatu. Jadi, ketika pulang ke rumah menengok ibu, saya suka ngobrol dengan dia. Artinya, kita harus bisa belajar dari siapa pun, bahkan dari daun yang jatuh sekalipun itu ada maknanya. Saya meyakini, semua disediakan di sekeliling kita. Setiap perjumpaan tidak ada yang kebetulan, hanya bagaimana kita melatih kepekaan. Semua diberi pesan yang sama dan tinggal bagaimana kita melatih kepekaan dan naluri membaca pesan. Jadi, segala sesuatu tidak bisa mendasarkan pada rasionalitas semata.

Selama berkarier, pengalaman apa yang paling berkesan?

Saat saya bertugas di Sentra Kredit Menengah atau SKM di Jakarta Kota. Saya berhasil membawa unit tersebut dari level 0,25 jadi 4,25 dalam skala lima untuk kredit macet.

Apa yang ingin dicapai dalam karier Anda?

Ada dua yang ingin saya capai. Secara profesional, yaitu perusahaan tempat saya mengabdi ini mampu melewati tantangan zaman dan menghasilkan pemimpin untuk masa depan BNI. Namun, secara personal ambisi saya tidak ada. Tidak bisa diungkapkan karena saya ingin jajaran saya juga profesional. Kapan pun jabatan saya ini diambil, saya siap. Ini pesan personal dari saya.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7613 seconds (0.1#10.140)