Indonesia Menangi Sengketa Biodiesel dengan Uni Eropa
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyampaikan bahwa Indonesia berhasil memenangi sengketa biodiesel dengan Uni Eropa (UE). Hasil akhir putusan Panel Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) WTO memenangkan enam gugatan Indonesia atas UE.
"Hal ini merupakan bentuk kemenangan telak untuk Indonesia yang tentunya akan membuka lebar akses pasar dan memacu kembali kinerja ekspor biodiesel ke UE bagi produsen Indonesia," kata Mendag dari Islamabad, Pakistan, melalui siaran pers, Jumat (26/1/2018).
Sebelumnya, ekspor biodiesel sempat mengalami kelesuan akibat adanya pengenaan bea masuk anti
dumping (BMAD)oleh UE sejak tahun 2013 dengan margin dumping sebesar 8,8%-23,3%. Sejak saat itu, ekspor biodiesel Indonesia ke UE mengalami penurunan.
Berdasarkan data statistik BPS, pada periode 2013–2016 ekspor biodiesel Indonesia ke UE turun sebesar 42,84%, dari USD649 juta pada tahun 2013 turun menjadi USD150 juta pada tahun 2016. Nilai ekspor biodiesel Indonesia ke UE paling rendah terjadi di tahun 2015 yaitu hanya sebesar USD 68 juta.
Kemenangan Indonesia atas sengketa ini memberikan harapan kepada eksportir/produsen biodiesel Indonesia. Tren ekspor biodiesel Indonesia ke UE pada periode sejak pengenaan BMAD sampai dengan dikeluarkannya putusan akhir Badan Penyelesaian Sengketa WTO (2013-2016) diestimasikan sebesar 7%.
"Jika peningkatan tersebut dapat dipertahankan dalam dua tahun ke depan, maka nilai ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2019 diperkirakan akan mencapai USD386 juta dan pada tahun 2022 akan mencapai USD1,7 miliar," imbuh Mendag.
Panel Badan Penyelesaian Sengketa WTO telah melihat bahwa UE tidak konsisten dengan peraturan Perjanjian Anti Dumping WTO selama proses penyelidikan dumping hingga penetapan BMAD atas impor biodiesel dari Indonesia.
Ketentuan Perjanjian Anti Dumping WTO yang dilanggar UE dalam sengketa Indonesia dan UE untuk biodiesel (DS480), yaitu pertama, UE tidak menggunakan data yang telah disampaikan oleh eksportir Indonesia dalam menghitung biaya produksi. Kedua, UE tidak menggunakan data biaya-biaya yang terjadi di Indonesia pada penentuan nilai normal untuk dasar penghitungan margin dumping.
Ketiga, UE menentukan batas keuntungan yang terlalu tinggi untuk industri biodiesel di Indonesia.
Keempat, metode penentuan harga ekspor untuk salah satu eksportir Indonesia tidak sejalan
dengan ketentuan.
Kelima, UE menerapkan pajak yang lebih tinggi dari margin dumping. Keenam, UE tidak dapat membuktikan bahwa impor biodiesel asal Indonesia mempunyai efek merugikan terhadap harga biodiesel yang dijual oleh industri domestik UE.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan menuturkan bahwa hasil putusan Badan Penyelesaian Sengketa WTO dapat menjadi acuan bagi semua otoritas penyelidikan anti dumping agar konsisten dengan peraturan WTO, terutama selama proses investigasi.
Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati mengatakan, sebagai konsekuensi kemenangan Indonesia dalam sengketa biodiesel dengan UE tersebut, maka putusan Panel Badan Penyelesaian Sengketa WTO harus diimplementasikan sejalan dengan ketentuan WTO.
"UE diwajibkan melakukan penyesuaian BMAD yang telah dikenakan sebelumnya agar sejalan dengan peraturan Perjanjian Anti Dumping WTO," jelasnya.
"Hal ini merupakan bentuk kemenangan telak untuk Indonesia yang tentunya akan membuka lebar akses pasar dan memacu kembali kinerja ekspor biodiesel ke UE bagi produsen Indonesia," kata Mendag dari Islamabad, Pakistan, melalui siaran pers, Jumat (26/1/2018).
Sebelumnya, ekspor biodiesel sempat mengalami kelesuan akibat adanya pengenaan bea masuk anti
dumping (BMAD)oleh UE sejak tahun 2013 dengan margin dumping sebesar 8,8%-23,3%. Sejak saat itu, ekspor biodiesel Indonesia ke UE mengalami penurunan.
Berdasarkan data statistik BPS, pada periode 2013–2016 ekspor biodiesel Indonesia ke UE turun sebesar 42,84%, dari USD649 juta pada tahun 2013 turun menjadi USD150 juta pada tahun 2016. Nilai ekspor biodiesel Indonesia ke UE paling rendah terjadi di tahun 2015 yaitu hanya sebesar USD 68 juta.
Kemenangan Indonesia atas sengketa ini memberikan harapan kepada eksportir/produsen biodiesel Indonesia. Tren ekspor biodiesel Indonesia ke UE pada periode sejak pengenaan BMAD sampai dengan dikeluarkannya putusan akhir Badan Penyelesaian Sengketa WTO (2013-2016) diestimasikan sebesar 7%.
"Jika peningkatan tersebut dapat dipertahankan dalam dua tahun ke depan, maka nilai ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2019 diperkirakan akan mencapai USD386 juta dan pada tahun 2022 akan mencapai USD1,7 miliar," imbuh Mendag.
Panel Badan Penyelesaian Sengketa WTO telah melihat bahwa UE tidak konsisten dengan peraturan Perjanjian Anti Dumping WTO selama proses penyelidikan dumping hingga penetapan BMAD atas impor biodiesel dari Indonesia.
Ketentuan Perjanjian Anti Dumping WTO yang dilanggar UE dalam sengketa Indonesia dan UE untuk biodiesel (DS480), yaitu pertama, UE tidak menggunakan data yang telah disampaikan oleh eksportir Indonesia dalam menghitung biaya produksi. Kedua, UE tidak menggunakan data biaya-biaya yang terjadi di Indonesia pada penentuan nilai normal untuk dasar penghitungan margin dumping.
Ketiga, UE menentukan batas keuntungan yang terlalu tinggi untuk industri biodiesel di Indonesia.
Keempat, metode penentuan harga ekspor untuk salah satu eksportir Indonesia tidak sejalan
dengan ketentuan.
Kelima, UE menerapkan pajak yang lebih tinggi dari margin dumping. Keenam, UE tidak dapat membuktikan bahwa impor biodiesel asal Indonesia mempunyai efek merugikan terhadap harga biodiesel yang dijual oleh industri domestik UE.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan menuturkan bahwa hasil putusan Badan Penyelesaian Sengketa WTO dapat menjadi acuan bagi semua otoritas penyelidikan anti dumping agar konsisten dengan peraturan WTO, terutama selama proses investigasi.
Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati mengatakan, sebagai konsekuensi kemenangan Indonesia dalam sengketa biodiesel dengan UE tersebut, maka putusan Panel Badan Penyelesaian Sengketa WTO harus diimplementasikan sejalan dengan ketentuan WTO.
"UE diwajibkan melakukan penyesuaian BMAD yang telah dikenakan sebelumnya agar sejalan dengan peraturan Perjanjian Anti Dumping WTO," jelasnya.
(fjo)