Panen Raya Diperkirakan Tak Cukup Tutup Kebutuhan Beras
A
A
A
JAKARTA - Pasokan beras di pasar semakin berkurang, dan diprediksi akan berlangsung ke depan. Meski panen raya mulai berlangsung, stok yang didapat diperkirakan tidak akan mencukupi kebutuhan.
Salah satu indikatornya saat ini bisa dilihat dari pasokan beras di Cipinang, Jakarta. Posisi stok pada Minggu (4/2) sebanyak 22.707 ton per hari. Padahal, dalam kondisi normal rata-rata stok beras berkisar 25.000-30.000 ton per hari.
"Indikator kurang itu karena pasokan di Cipinang kan. Untuk menambah itu dilakukan dengan operasi pasar. Tapi kalau hanya mengandalkan operasi pasar tetap tak berdampak. Satu sisi, stok di Bulog kan jauh dari ikhtiar, itu yang harus dibenahi semuanya," terang Ketua DPD Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (Perpadi) DKI Jakarta Nellys Sukidi, Rabu (7/2/2018).
Menurutnya, stok beras di pasaran yang kurang ini terjadi sejak November 2017. Penyebabnya, lahan yang digunakan petani untuk menanam padi semakin berkurang.
Ironisnya, pemerintah terkesan lupa menyeimbangkan ketersediaan lahan dengan kebutuhan penduduk yang terus bertambah. Alhasil, pemerintah mau tak mau harus melakukan impor untuk menutup kekurangan tersebut. Selain itu, beras impor harus menyelaraskan harga di pasaran.
"Dulu lahan pertanian yang ada di Cikarang itu banyak sekali. Sekarang sudah dikonversi jadi lahan nonpertanian, siapa yang bertanggung jawab atas hasil itu? Kasihan petani," ungkapnya.
Dia mengatakan, yang penting impor beras yang dilakukan tidak merugikan petani. "Kalau enggak ada barang di Bulog, siapa yang jamin panen yang akan datang itu berlimpah. Kan belum tahu masih berbentuk tanaman, masih di lahan. Itu barang masih di sawah jangan dipandang sebagai buffer stock," tuturnya.
Di penghujung 2017, Kementerian Perdagangan bersama Bulog rajin melakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga, khususnya beras. Langkah tersebut diyakini bisa menahan harga yang melambung di akhir tahun akibat permintaan yang meningkat.
Namun, memasuki bulan kedua 2018, harga beras masih tetap tinggi. Permintaan yang tinggi tidak lagi menjadi faktor utama, lantaran pada faktanya suplai memang menipis.
Terhadap hal ini, Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti menyatakan, Stok Bulog memang sudah terlihat mulai menurun sejak Desember 2017. Hingga saat ini, posisinya terus menurun dan hanya berada di angka 700 ribu ton per 4 Februari 2017.
Padahal, idealnya minimal stok beras di Bulog harus di atas 1 juta ton, masih jauh lebih kecil dibanding India yang menetapkan stok harus 1,5 juta ton.
"Kami sudah melaporkan kepada kementerian-kementerian terkait sejak November kemarin soal stok beras ini. Ke Kemenko Pererekonomian, ke Kementerian Pertanian, juga ke Kementerian Perdagangan," imbuh Djarot di kesempatan berbeda.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas pun mengungkapkan prediksi pesimis soal ketersediaan beras. Petani-petani di daerah sentra beras bahkan sudah tidak memiliki stok beras.
Menurutnya, mayoritas gudang tani di 84 kabupaten se-Indonesia kosong, karena gabah simpanan yang petani sisihkan ketika panen, telah dijual kembali untuk modal tanam musim hujan di Oktober sampai Desember.
Harapannya, panen raya akan hadir di sekitar Maret-April untuk tahun ini. "Sekitar Januari bisa dipastikan hampir sebagian besar kosong stoknya. Mereka jadi nett consumer. Mereka mesti beli beras dari luar," ucap Dwi.
Salah satu indikatornya saat ini bisa dilihat dari pasokan beras di Cipinang, Jakarta. Posisi stok pada Minggu (4/2) sebanyak 22.707 ton per hari. Padahal, dalam kondisi normal rata-rata stok beras berkisar 25.000-30.000 ton per hari.
"Indikator kurang itu karena pasokan di Cipinang kan. Untuk menambah itu dilakukan dengan operasi pasar. Tapi kalau hanya mengandalkan operasi pasar tetap tak berdampak. Satu sisi, stok di Bulog kan jauh dari ikhtiar, itu yang harus dibenahi semuanya," terang Ketua DPD Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (Perpadi) DKI Jakarta Nellys Sukidi, Rabu (7/2/2018).
Menurutnya, stok beras di pasaran yang kurang ini terjadi sejak November 2017. Penyebabnya, lahan yang digunakan petani untuk menanam padi semakin berkurang.
Ironisnya, pemerintah terkesan lupa menyeimbangkan ketersediaan lahan dengan kebutuhan penduduk yang terus bertambah. Alhasil, pemerintah mau tak mau harus melakukan impor untuk menutup kekurangan tersebut. Selain itu, beras impor harus menyelaraskan harga di pasaran.
"Dulu lahan pertanian yang ada di Cikarang itu banyak sekali. Sekarang sudah dikonversi jadi lahan nonpertanian, siapa yang bertanggung jawab atas hasil itu? Kasihan petani," ungkapnya.
Dia mengatakan, yang penting impor beras yang dilakukan tidak merugikan petani. "Kalau enggak ada barang di Bulog, siapa yang jamin panen yang akan datang itu berlimpah. Kan belum tahu masih berbentuk tanaman, masih di lahan. Itu barang masih di sawah jangan dipandang sebagai buffer stock," tuturnya.
Di penghujung 2017, Kementerian Perdagangan bersama Bulog rajin melakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga, khususnya beras. Langkah tersebut diyakini bisa menahan harga yang melambung di akhir tahun akibat permintaan yang meningkat.
Namun, memasuki bulan kedua 2018, harga beras masih tetap tinggi. Permintaan yang tinggi tidak lagi menjadi faktor utama, lantaran pada faktanya suplai memang menipis.
Terhadap hal ini, Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti menyatakan, Stok Bulog memang sudah terlihat mulai menurun sejak Desember 2017. Hingga saat ini, posisinya terus menurun dan hanya berada di angka 700 ribu ton per 4 Februari 2017.
Padahal, idealnya minimal stok beras di Bulog harus di atas 1 juta ton, masih jauh lebih kecil dibanding India yang menetapkan stok harus 1,5 juta ton.
"Kami sudah melaporkan kepada kementerian-kementerian terkait sejak November kemarin soal stok beras ini. Ke Kemenko Pererekonomian, ke Kementerian Pertanian, juga ke Kementerian Perdagangan," imbuh Djarot di kesempatan berbeda.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas pun mengungkapkan prediksi pesimis soal ketersediaan beras. Petani-petani di daerah sentra beras bahkan sudah tidak memiliki stok beras.
Menurutnya, mayoritas gudang tani di 84 kabupaten se-Indonesia kosong, karena gabah simpanan yang petani sisihkan ketika panen, telah dijual kembali untuk modal tanam musim hujan di Oktober sampai Desember.
Harapannya, panen raya akan hadir di sekitar Maret-April untuk tahun ini. "Sekitar Januari bisa dipastikan hampir sebagian besar kosong stoknya. Mereka jadi nett consumer. Mereka mesti beli beras dari luar," ucap Dwi.
(izz)