Mendorong Loyalitas, Komitmen, dan Kepercayaan Karyawan
A
A
A
BISNIS properti dan hospitality bisa menjadi dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Peluang ini ditangkap Alfaland Group dengan mengembangkan properti mulai hunian hingga perhotelan di kota-kota sekunder yang sedang berkembang terutama dari sisi pariwisatanya.
Presiden Direktur Alfaland Group Hanto Djoko Susanto punya cita-cita tinggi terhadap bisnis layanan properti perhotelan di Indonesia. Dari sisi kepemimpinan, putra dari taipan Djoko Susanto ini punya tiga hal yang senantiasa dipegang teguh. Apa saja dan bagaimana strategi dari sosok yang sudah hampir dua dekade berkecimpung di dunia properti ini? Berikut petikan wawancaranya dengan KORAN SINDO:
Bisa diceritakan sekilas berdirinya Alfaland Group seperti apa?
Alfaland ini secara historis masih satu holding dengan Alfamart. Dulunya Alfamart itu sendiri dikenal sebagai Alfa Toko Gudang Rabat, yang mana di dalamnya memiliki divisi pengembangan bisnis. Nah, setelah saya masuk dan bergabung di divisi pengembangan bisnis, kami ekspansi lagi dengan mendirikan PT Perkasa Internusa Mandiri pada tahun 2000. Dua tahun kemudian lahirlah Alfaland Group.
Bisnis inti Alfaland kan di sektor properti. Proyek apa saja yang sudah digarap?
Proyek-proyek yang kami memang belum sebesar pengembang properti kelas kakap. Di Jakarta Utara, kami membangun ruko dan ruko multiguna pada 2002. Sekarang ini proyek kami di sana sudah habis terjual, setelah itu kami sempat membangun cluster perumahan di daerah Bambu Apus Jakarta Timur, dengan membangun 18 unit yang kami namakan Grand Bima Mansion. Kami juga membangun konsep rumah sederhana di daerah Ciputat dan Cirebon dengan nama Griya Hijau Regency.
Berarti Alfaland ini membawahi beberapa pilar di bisnis properti. Apa saja?
Selain properti seperti hunian dan komersial, bisnis kami juga di hospitality yaitu operator perhotelan dengan brand Omega Hotel Management (OHM). Dalam menggarap bisnis ini, kami juga bekerja sama dengan investor. Dari 10 hotel yang ada, 8 di antaranya memang milik sendiri. Ke depan, mungkin kami akan lebih fokus sebagai operator, sedangkan pembangunannya dibiayai investor.
Apa saja brand hotel yang dikelola OHM dan bermain di segmen mana?
OHM punya lima brand jaringan hotel, yaitu Cordex (bintang 1), Cordela Inn (bintang 2), Cordela Hotel (bintang 2 plus), hingga Grand Cordela (bintang 3) dan Alfa Resort. Lokasinya tersebar mulai Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan, hingga Pangkal Pinang. Kami lebih banyak bermain di segmen budget hotel. Meski begitu, kami akan tetap berusaha untuk meningkat, misalnya investor mau bangun bintang empat atau bintang lima, ya silakan, kami sebagai operator siap saja.
Kalau melihat kondisi sekarang ini, mana yang lebih prospektif, bisnis akomodasi seperti perhotelan ataukah properti?
Kalau kami lebih banyak fokus di hospitality, karena di kalangan pengembang dan properti sendiri pasarnya sedang slowing down, artinya sangat berkurang. Jadi, sekarang ini fokusnya ke perhotelan. Selain itu, kalau kita bermain di properti, land bank-nya kan harus banyak. Adapun untuk pengembangan perhotelan, kami melihat-lihat destinasi wisata mana yang menarik. Sebab, modal kami saat ini di sektor perhotelan di mana kami sudah memiliki izin sebagai operator sehingga dipercaya oleh sejumlah investor.
Bapak bilang properti agak slowing down, dampaknya bagaimana?
Penurunan itu terasa sekitar tahun lalu, tapi bersyukur bahwa kami tidak terlalu terdampak. Pasalnya, produk-produk yang kami jual saat ini semua berada di bawah Rp500 juta, di mana masyarakat masih bisa menjangkau dan peminatnya juga masih lebih banyak. Hal berbeda misalnya kalau kita bangun proyek di atas Rp2 miliar itu agak berat.
Untuk tahun ini, bagaimana proyeksi pertumbuhan sektor properti?
Terkadang kalau saya bertemu dengan rekan bisnis seperti pengembang, mereka bilang 2-3 tahun ke depan properti masih belum tumbuh. Ada beberapa faktor penyebab, misalnya kita tahu bahwa tahun ini ada rentetan pilkada. Kemudian, tahun depan juga masih ada pilpres, dan itu pun pilpres belum tentu dalam satu tahun langsung pulih. Artinya, ada jeda setelahnya, atau dengan kata lain banyak yang wait and see. Meski demikian, saya pikir tahun ini pertumbuhannya akan lebih baik daripada tahun lalu. Kenapa? saya melihat banyak pengembang sudah mulai jualan dengan memasang iklan. Kalau tahun lalu boleh dibilang agak sedikit lesu dari segi iklan.
Menyoal target untuk mengoperasikan 50 hotel pada 2020, seberapa optimis itu akan terwujud?
Jika melihat perkembangan pasar yang ada, kami optimistis. Saat ini kami juga sudah dapat tiga calon investor hotel yang sudah teken kontrak kerja sama. Jadi, kami melihat peluang ini cukup besar. Saya yakin pada 2020 bisa mencapai 50 unit. Untuk tahun ini, saja kami menargetkan memiliki atau mengelola lebih dari 2.000 kamar di sejumlah kota besar di Indonesia.
Daerah mana saja yang Bapak lihat potensial untuk dibangun hotel di sana? Bagaimana dengan potensi kota-kota sekunder?
Hampir semua kota, terutama kota-kota yang sedang berkembang. Maka itu, saya sarankan juga kepada tim supaya kita terus mencari kota yang sedang berkembang dan sudah ada penerbangan komersialnya. Contohnya Banyuwangi dan Jember kan sudah buka, pastinya ada peluang dan investor sangat terbuka untuk buka hotel di sana. Selain itu, kawasan Indonesia timur juga potensial, dan saya optimistis Indonesia timur akan terus berkembang seiring pembangunan infrastruktur di sana, misalnya di Papua serta wilayah timur lainnya.
Untuk perhotelan sendiri, rata-rata bisa balik modal berapa tahun?
Tergantung jenis dan tipe hotelnya. Kalau bintang 3 kurang lebih 6-8 tahun. Bintang 2, bisa 3-6 tahun. Kami juga punya yang bintang satu yang formatnya ruko, nama brand-nya Cordela Express. Untuk format ruko ini, kami patok rate of return 2-3 tahun.
Untuk tahun ini ada target yang mau dikejar atau dicapai?
Kalau hotel kami tetap ekspansi. Tahun ini kami akan buka tiga lagi di Lampung, Palembang dan Bengkulu. Harapannya bisa dikejar sebelum lebaran. Selain itu, kami baru saja menandatangani kontrak kerja sama dengan investor untuk pembangunan hotel di Indonesia Timur yaitu Jayapura, Papua. Untuk pengembangan hotel tahun ini saya juga sedang mencari lahan sambil mengurus proses perizinan. Intinya, kami selalu terbuka bekerja sama dengan investor.
Untuk proyek kerja sama dengan PT Hong Kong Kingland itu bagaimana, Pak?
Kerja sama proyek ini masih on going, dan diperkirakan kami akan serah-terima pada 2018/2019. Investasinya masih berkisar di angka Rp5 triliun.
Bicara kepemimpinan, prinsip atau filosofi kepemimpinan seperti apa yang Bapak terapkan di perusahaan?
Tiga hal yang selalu jadi pegangan yaitu loyalitas, komitmen, dan trust atau kepercayaan. Saya sendiri waktu lulus kuliah tidak langsung bekerja di perusahaan keluarga ini. Saya kerja dulu di luar. Mau di luar atau di dalam, sama saja saya pikir loyalitas itu penting. Beberapa orang Alfaland bahkan sudah bersama kami sejak saya belum bergabung.
Bagaimana mengomunikasikan atau mendekatkan dengan tim?
Kami ada pertemuan mingguan dan bulanan. Di situ saya selalu sampaikan bahwa kita harus loyal, taat, berkomitmen, dan trust tadi. Saya beri nasihat-nasihat.
Selama hampir dua dekade berkecimpung di bisnis properti, tantangan apa yang Bapak rasakan?
Yang pasti, kompetitor. Kami berusaha memberikan fasilitas hunian yang layak untuk masyarakat, harganya juga terjangkau, lokasinya strategis. Itu tidak gampang. Terkadang harga tanahnya murah, tapi lokasi kurang bagus. Ini salah satu tantangan juga. Tiga minggu terakhir, kami cari proyek, murah, tapi ada yang masuk bukit, harus bikin infrastruktur jalannya sendiri. Jadi kalau dihitung, investasinya mahal juga.
Presiden Direktur Alfaland Group Hanto Djoko Susanto punya cita-cita tinggi terhadap bisnis layanan properti perhotelan di Indonesia. Dari sisi kepemimpinan, putra dari taipan Djoko Susanto ini punya tiga hal yang senantiasa dipegang teguh. Apa saja dan bagaimana strategi dari sosok yang sudah hampir dua dekade berkecimpung di dunia properti ini? Berikut petikan wawancaranya dengan KORAN SINDO:
Bisa diceritakan sekilas berdirinya Alfaland Group seperti apa?
Alfaland ini secara historis masih satu holding dengan Alfamart. Dulunya Alfamart itu sendiri dikenal sebagai Alfa Toko Gudang Rabat, yang mana di dalamnya memiliki divisi pengembangan bisnis. Nah, setelah saya masuk dan bergabung di divisi pengembangan bisnis, kami ekspansi lagi dengan mendirikan PT Perkasa Internusa Mandiri pada tahun 2000. Dua tahun kemudian lahirlah Alfaland Group.
Bisnis inti Alfaland kan di sektor properti. Proyek apa saja yang sudah digarap?
Proyek-proyek yang kami memang belum sebesar pengembang properti kelas kakap. Di Jakarta Utara, kami membangun ruko dan ruko multiguna pada 2002. Sekarang ini proyek kami di sana sudah habis terjual, setelah itu kami sempat membangun cluster perumahan di daerah Bambu Apus Jakarta Timur, dengan membangun 18 unit yang kami namakan Grand Bima Mansion. Kami juga membangun konsep rumah sederhana di daerah Ciputat dan Cirebon dengan nama Griya Hijau Regency.
Berarti Alfaland ini membawahi beberapa pilar di bisnis properti. Apa saja?
Selain properti seperti hunian dan komersial, bisnis kami juga di hospitality yaitu operator perhotelan dengan brand Omega Hotel Management (OHM). Dalam menggarap bisnis ini, kami juga bekerja sama dengan investor. Dari 10 hotel yang ada, 8 di antaranya memang milik sendiri. Ke depan, mungkin kami akan lebih fokus sebagai operator, sedangkan pembangunannya dibiayai investor.
Apa saja brand hotel yang dikelola OHM dan bermain di segmen mana?
OHM punya lima brand jaringan hotel, yaitu Cordex (bintang 1), Cordela Inn (bintang 2), Cordela Hotel (bintang 2 plus), hingga Grand Cordela (bintang 3) dan Alfa Resort. Lokasinya tersebar mulai Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan, hingga Pangkal Pinang. Kami lebih banyak bermain di segmen budget hotel. Meski begitu, kami akan tetap berusaha untuk meningkat, misalnya investor mau bangun bintang empat atau bintang lima, ya silakan, kami sebagai operator siap saja.
Kalau melihat kondisi sekarang ini, mana yang lebih prospektif, bisnis akomodasi seperti perhotelan ataukah properti?
Kalau kami lebih banyak fokus di hospitality, karena di kalangan pengembang dan properti sendiri pasarnya sedang slowing down, artinya sangat berkurang. Jadi, sekarang ini fokusnya ke perhotelan. Selain itu, kalau kita bermain di properti, land bank-nya kan harus banyak. Adapun untuk pengembangan perhotelan, kami melihat-lihat destinasi wisata mana yang menarik. Sebab, modal kami saat ini di sektor perhotelan di mana kami sudah memiliki izin sebagai operator sehingga dipercaya oleh sejumlah investor.
Bapak bilang properti agak slowing down, dampaknya bagaimana?
Penurunan itu terasa sekitar tahun lalu, tapi bersyukur bahwa kami tidak terlalu terdampak. Pasalnya, produk-produk yang kami jual saat ini semua berada di bawah Rp500 juta, di mana masyarakat masih bisa menjangkau dan peminatnya juga masih lebih banyak. Hal berbeda misalnya kalau kita bangun proyek di atas Rp2 miliar itu agak berat.
Untuk tahun ini, bagaimana proyeksi pertumbuhan sektor properti?
Terkadang kalau saya bertemu dengan rekan bisnis seperti pengembang, mereka bilang 2-3 tahun ke depan properti masih belum tumbuh. Ada beberapa faktor penyebab, misalnya kita tahu bahwa tahun ini ada rentetan pilkada. Kemudian, tahun depan juga masih ada pilpres, dan itu pun pilpres belum tentu dalam satu tahun langsung pulih. Artinya, ada jeda setelahnya, atau dengan kata lain banyak yang wait and see. Meski demikian, saya pikir tahun ini pertumbuhannya akan lebih baik daripada tahun lalu. Kenapa? saya melihat banyak pengembang sudah mulai jualan dengan memasang iklan. Kalau tahun lalu boleh dibilang agak sedikit lesu dari segi iklan.
Menyoal target untuk mengoperasikan 50 hotel pada 2020, seberapa optimis itu akan terwujud?
Jika melihat perkembangan pasar yang ada, kami optimistis. Saat ini kami juga sudah dapat tiga calon investor hotel yang sudah teken kontrak kerja sama. Jadi, kami melihat peluang ini cukup besar. Saya yakin pada 2020 bisa mencapai 50 unit. Untuk tahun ini, saja kami menargetkan memiliki atau mengelola lebih dari 2.000 kamar di sejumlah kota besar di Indonesia.
Daerah mana saja yang Bapak lihat potensial untuk dibangun hotel di sana? Bagaimana dengan potensi kota-kota sekunder?
Hampir semua kota, terutama kota-kota yang sedang berkembang. Maka itu, saya sarankan juga kepada tim supaya kita terus mencari kota yang sedang berkembang dan sudah ada penerbangan komersialnya. Contohnya Banyuwangi dan Jember kan sudah buka, pastinya ada peluang dan investor sangat terbuka untuk buka hotel di sana. Selain itu, kawasan Indonesia timur juga potensial, dan saya optimistis Indonesia timur akan terus berkembang seiring pembangunan infrastruktur di sana, misalnya di Papua serta wilayah timur lainnya.
Untuk perhotelan sendiri, rata-rata bisa balik modal berapa tahun?
Tergantung jenis dan tipe hotelnya. Kalau bintang 3 kurang lebih 6-8 tahun. Bintang 2, bisa 3-6 tahun. Kami juga punya yang bintang satu yang formatnya ruko, nama brand-nya Cordela Express. Untuk format ruko ini, kami patok rate of return 2-3 tahun.
Untuk tahun ini ada target yang mau dikejar atau dicapai?
Kalau hotel kami tetap ekspansi. Tahun ini kami akan buka tiga lagi di Lampung, Palembang dan Bengkulu. Harapannya bisa dikejar sebelum lebaran. Selain itu, kami baru saja menandatangani kontrak kerja sama dengan investor untuk pembangunan hotel di Indonesia Timur yaitu Jayapura, Papua. Untuk pengembangan hotel tahun ini saya juga sedang mencari lahan sambil mengurus proses perizinan. Intinya, kami selalu terbuka bekerja sama dengan investor.
Untuk proyek kerja sama dengan PT Hong Kong Kingland itu bagaimana, Pak?
Kerja sama proyek ini masih on going, dan diperkirakan kami akan serah-terima pada 2018/2019. Investasinya masih berkisar di angka Rp5 triliun.
Bicara kepemimpinan, prinsip atau filosofi kepemimpinan seperti apa yang Bapak terapkan di perusahaan?
Tiga hal yang selalu jadi pegangan yaitu loyalitas, komitmen, dan trust atau kepercayaan. Saya sendiri waktu lulus kuliah tidak langsung bekerja di perusahaan keluarga ini. Saya kerja dulu di luar. Mau di luar atau di dalam, sama saja saya pikir loyalitas itu penting. Beberapa orang Alfaland bahkan sudah bersama kami sejak saya belum bergabung.
Bagaimana mengomunikasikan atau mendekatkan dengan tim?
Kami ada pertemuan mingguan dan bulanan. Di situ saya selalu sampaikan bahwa kita harus loyal, taat, berkomitmen, dan trust tadi. Saya beri nasihat-nasihat.
Selama hampir dua dekade berkecimpung di bisnis properti, tantangan apa yang Bapak rasakan?
Yang pasti, kompetitor. Kami berusaha memberikan fasilitas hunian yang layak untuk masyarakat, harganya juga terjangkau, lokasinya strategis. Itu tidak gampang. Terkadang harga tanahnya murah, tapi lokasi kurang bagus. Ini salah satu tantangan juga. Tiga minggu terakhir, kami cari proyek, murah, tapi ada yang masuk bukit, harus bikin infrastruktur jalannya sendiri. Jadi kalau dihitung, investasinya mahal juga.
(amm)