Penjualan Properti Masih Lesu Imbas Pelemahan Daya Beli
A
A
A
SURABAYA - Kinerja penjualan properti, termasuk apartemen tahun ini diprediksi masih mengalami perlambatan akibat daya beli masyarakat yang rendah. Daya beli yang rendah itu bukan disebabkan tidak ada uang, tapi masyarakat lebih cenderung menyimpan dananya.
Wakil Ketua Bidang Pembangunan dan Pengelolaan Apartemen, Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Jawa Timur (Jatim) Triandy Gunawan mengatakan, masyarakat cenderung menunggu situasi yang tepat bagi mereka untuk bisa membelanjakan uangnya. Terutama untuk belanja properti. “Sejauh ini belum ada sesuatu yang bisa meyakinkan masyarakat untuk belanja properti,” katanya di Surabaya, Jumat (9/2/2018).
CEO Gunawangsa Group ini menambahkan, pelemahan daya beli masyarakat untuk berinvetasi, utamanya disektor properti ini dampak dari kebijakan-kebijakan pemerintah. Salah satunya pengenaan pajak. Lesunya daya beli membuat sejumlah pengembang di Jatim sejak tahun lalu tiarap. “Ada yang proyeknya tidak jalan meski sudah melakukan promo penjualan, ada juga yang tidak punya proyek baru atau hanya meneruskan proyek sebelumnya,” terangnya.
Sementara Gunawangsa Group, kata dia, tahun ini tidak membangun proyek baru, melainkan hanya meneruskan dua proyek superblok sebelumnya yakni Gunawangsa Tidar dan Gunawangsa Gresik. Gunawanga juga akan lebih banyak fokus membangun fasilitas tambahan dari kedua proyek tersebut, terutama untuk memenuhi sektor pasar ritel. "Kita tidak bisa berhenti untuk membangun karena kita punya anak buah yang harus dihidupi,” tandas Triandy.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI), Jatim Rudi Sutanto menyatakan, secara umum pasar properti secara umum tumbuh. Namun harga jualnya, terutama untuk yang landed house (rumah) akan tertahan. Hal ini karena investor masih menahan pembelian. Kalau pun ada, tidak sebesar beberapa tahun lalu. "Permintaan dan produk properti tahun ini masih akan tumbuh. Tapi harga masih stagnan, bahkan sama dua tahun yang lalu, bisa jadi sama," katanya.
Dia mencontohkan, rumah di kawasan Surabaya Barat, pada tahun 2016 dijual dan laku dengan harga Rp2 miliar hingga Rp3 miliar. Di tahun ini harganya diprediksi sama. Hal ini sudah tampak sejak di triwulan IV tahun 2017 lalu, yang menunjukkan penjualan rumah sekunder mampu menopang industri penjualan properti dalam jumlah besar, tapi harga tetap.
“Namun bagi agen properti atau broker, tahun ini adalah tantangan tersendiri dalam menjual produk properti. Komunikasi yang lebih kuat dan kerjasama yang lebih erat diperlukan bagi agen dan developer atau pengembang,” tandasnya.
Wakil Ketua Bidang Pembangunan dan Pengelolaan Apartemen, Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Jawa Timur (Jatim) Triandy Gunawan mengatakan, masyarakat cenderung menunggu situasi yang tepat bagi mereka untuk bisa membelanjakan uangnya. Terutama untuk belanja properti. “Sejauh ini belum ada sesuatu yang bisa meyakinkan masyarakat untuk belanja properti,” katanya di Surabaya, Jumat (9/2/2018).
CEO Gunawangsa Group ini menambahkan, pelemahan daya beli masyarakat untuk berinvetasi, utamanya disektor properti ini dampak dari kebijakan-kebijakan pemerintah. Salah satunya pengenaan pajak. Lesunya daya beli membuat sejumlah pengembang di Jatim sejak tahun lalu tiarap. “Ada yang proyeknya tidak jalan meski sudah melakukan promo penjualan, ada juga yang tidak punya proyek baru atau hanya meneruskan proyek sebelumnya,” terangnya.
Sementara Gunawangsa Group, kata dia, tahun ini tidak membangun proyek baru, melainkan hanya meneruskan dua proyek superblok sebelumnya yakni Gunawangsa Tidar dan Gunawangsa Gresik. Gunawanga juga akan lebih banyak fokus membangun fasilitas tambahan dari kedua proyek tersebut, terutama untuk memenuhi sektor pasar ritel. "Kita tidak bisa berhenti untuk membangun karena kita punya anak buah yang harus dihidupi,” tandas Triandy.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI), Jatim Rudi Sutanto menyatakan, secara umum pasar properti secara umum tumbuh. Namun harga jualnya, terutama untuk yang landed house (rumah) akan tertahan. Hal ini karena investor masih menahan pembelian. Kalau pun ada, tidak sebesar beberapa tahun lalu. "Permintaan dan produk properti tahun ini masih akan tumbuh. Tapi harga masih stagnan, bahkan sama dua tahun yang lalu, bisa jadi sama," katanya.
Dia mencontohkan, rumah di kawasan Surabaya Barat, pada tahun 2016 dijual dan laku dengan harga Rp2 miliar hingga Rp3 miliar. Di tahun ini harganya diprediksi sama. Hal ini sudah tampak sejak di triwulan IV tahun 2017 lalu, yang menunjukkan penjualan rumah sekunder mampu menopang industri penjualan properti dalam jumlah besar, tapi harga tetap.
“Namun bagi agen properti atau broker, tahun ini adalah tantangan tersendiri dalam menjual produk properti. Komunikasi yang lebih kuat dan kerjasama yang lebih erat diperlukan bagi agen dan developer atau pengembang,” tandasnya.
(akr)