Kadin Dukung Pengelolaan Lapangan Sukowati oleh Pertamina EP
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komite Tetap Regulasi dan Hubungan Kelembagaan di Industri Migas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Firlie Ganinduto mengatakan, pemerintah seharusnya segera menunjuk PT Pertamina EP (PEP) sebagai operator lapangan Sukowati.
Menurut dia, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menolak anak usaha Pertamina yang bergerak di sektor hulu migas itu untuk menjadi pengelola lapangan migas darat (onshore) di Blok Tuban, Jawa Timur, tersebut. Terlebih, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sudah mengonfirmasikan kepastian pengalihan lapangan tersebut untuk dikelola oleh Pertamina EP.
"Onshore ini sebenarnya tidak butuh teknologi advance. Untuk mengedepankan keberpihakan kepada perusahaan domestik, pemerintah harus segera tunjuk Pertamina EP sebagai pengelola lapangan Sukowati," ujarnya di Jakarta, Selasa (13/2/2018).
Firlie menilai, Pertamina EP dapat menjadi lokomotif di sektor hulu migas saat menjadi operator lapangan Sukowati. Pertamina EP juga bisa mitra di dalam negeri untuk memaksimalkan pengelolaan hulu migas di Tanah Air agar lebih efektif.
Menurut Firlie, dampak berantai pengelolaan lapangan Sukowati oleh Pertamina EP sangat besar karena melibatkan banyak orang di dalam negeri sebagai mitra. Apalagi, Pertamina EP juga terbukti memiliki komitmen tinggi untuk meningkatkan produksi dari lapangan Sukowati.
Presiden Direktur PHE R Gunung Sardjono Hadi mengonfirmasi dukungannya kepada PEP untuk mengelola dan menjadi operator di lapangan tersebut. PHE bahkan telah menyiapkan strategi khusus untuk bisa mengelola Blok Tuban yang sudah diserahkan Pertamina kepada PHE tanpa Lapangan Sukowati.
"Tidak apa-apa (tanpa Sukowati). Kan ada Mudi, Sumber, lalu Lengowangi. Kami akan kembangkan struktur lain yang masih nonaktif," kata Gunung.
PHE juga telah menyurati Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait pengembalian dan pemindahan operatorship lapangan migas yang berada di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur itu, kepada Pertamina EP.
Direktur Pengembangan PHE Afif Saifudin menambahkan, Pertamina EP memang lebih pas menjadi pengelola sekaligus operator lapangan Sukowati. Pasalnya, di lapangan unitisasi tersebut porsi Pertamina EP mencapai 80% sedangkan Joint Operating Body (JOB) Pertamina PetroChina East Java (PPEC), yang menjadi operator Blok Tuban sebelum terminasi 28 Februari 2018, hanya memiliki porsi 20%.
"Dari 20% itu, porsi kami 75% dan PetroChina 25%. Setelah terminasi, kami punya 100% di 20% porsi kami tersebut," jelasnya.
Tak hanya sebagai pemilik porsi terbesar di Sukowati, lokasi lapangan tersebut juga dekat dengan ladang minyak Pertamina EP yang berada di Cepu, Kabupaten Blora. "Fasilitas produksi juga tak masalah. Di Tuban juga ada, di Sukowati ada," imbuhnya.
Gunung mengatakan, setelah menyerahkan pengelolaan lapangan Sukowati ke PEP, PHE akan mengintegrasikan Blok Tuban dengan Blok Randugunting di sekitar Jepara/Rembang, Jawa Tengah. Jika rencana tersebut bisa direalisasikan, tegas dia, akan terjadi efisiensi pengelolaan.
Terkait dengan berakhirnya kontrak PPEJ di Blok Tuban pada 28 Februari 2018, Kementerian ESDM telah menunjuk operator blok terminasi tetap melakukan kegiatan operasional hingga proses penandatanganan kontrak baru selesai dibahas. Saat ini Blok Tuban dikelola JOB PPEJ dengan dengan kepemilikan hak partisipasi PHE dan PetroChina masing-masing sebesar 50%.
Di bawah pengelolaan PPEJ, produksi minyak lapangan Sukowati terus turun. Padahal, produksi lapangan Sukowati sempat mencapai level di atas 30.000 barel per hari (bph). Selang setahun terakhir, produksi lapangan Sukowati terjun bebas di bawah 10.000 bph karena tidak ada investasi signifikan dari operator untuk mempertahankan produksi.
Anggota Komisi VII DPR Harry Poernomo menegaskan, untuk blok-blok migas yang relatif mudah seperti Tuban, Pertamina seharusnya didorong mengelola secara mandiri tanpa harus bekerja sama dengan mitra. "Tidak perlu kerja sama dengan pihak lain. Paling kerja sama dengan BUMD setempat guna memberi peluang dan pembinaan kepada potensi daerah. Apalagi blok tersebut tidak butuh biaya besar dan teknologi canggih," tuturnya pada media.
Harry menambahkan, Pertamina juga berpengalaman mengelola lapangan migas pascaterminasi, sekaligus meningkatkan produksi migas di lapangan-lapangan tersebut.
Pertamina EP antara lain mengelola lapangan Sanga-Sanga di Kalimantan Timur, pengelolaan lapangan migas Offshore North West Java (ONWJ), dan mampu meningkatkan produksinya sampai sekarang. Contoh lain, pengelolaan Blok West Madura Offshore (WMO) yang diambilalih dari Kodeco pada 2011 hingga saat ini terus meningkat produksinya.
Menurut dia, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menolak anak usaha Pertamina yang bergerak di sektor hulu migas itu untuk menjadi pengelola lapangan migas darat (onshore) di Blok Tuban, Jawa Timur, tersebut. Terlebih, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sudah mengonfirmasikan kepastian pengalihan lapangan tersebut untuk dikelola oleh Pertamina EP.
"Onshore ini sebenarnya tidak butuh teknologi advance. Untuk mengedepankan keberpihakan kepada perusahaan domestik, pemerintah harus segera tunjuk Pertamina EP sebagai pengelola lapangan Sukowati," ujarnya di Jakarta, Selasa (13/2/2018).
Firlie menilai, Pertamina EP dapat menjadi lokomotif di sektor hulu migas saat menjadi operator lapangan Sukowati. Pertamina EP juga bisa mitra di dalam negeri untuk memaksimalkan pengelolaan hulu migas di Tanah Air agar lebih efektif.
Menurut Firlie, dampak berantai pengelolaan lapangan Sukowati oleh Pertamina EP sangat besar karena melibatkan banyak orang di dalam negeri sebagai mitra. Apalagi, Pertamina EP juga terbukti memiliki komitmen tinggi untuk meningkatkan produksi dari lapangan Sukowati.
Presiden Direktur PHE R Gunung Sardjono Hadi mengonfirmasi dukungannya kepada PEP untuk mengelola dan menjadi operator di lapangan tersebut. PHE bahkan telah menyiapkan strategi khusus untuk bisa mengelola Blok Tuban yang sudah diserahkan Pertamina kepada PHE tanpa Lapangan Sukowati.
"Tidak apa-apa (tanpa Sukowati). Kan ada Mudi, Sumber, lalu Lengowangi. Kami akan kembangkan struktur lain yang masih nonaktif," kata Gunung.
PHE juga telah menyurati Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait pengembalian dan pemindahan operatorship lapangan migas yang berada di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur itu, kepada Pertamina EP.
Direktur Pengembangan PHE Afif Saifudin menambahkan, Pertamina EP memang lebih pas menjadi pengelola sekaligus operator lapangan Sukowati. Pasalnya, di lapangan unitisasi tersebut porsi Pertamina EP mencapai 80% sedangkan Joint Operating Body (JOB) Pertamina PetroChina East Java (PPEC), yang menjadi operator Blok Tuban sebelum terminasi 28 Februari 2018, hanya memiliki porsi 20%.
"Dari 20% itu, porsi kami 75% dan PetroChina 25%. Setelah terminasi, kami punya 100% di 20% porsi kami tersebut," jelasnya.
Tak hanya sebagai pemilik porsi terbesar di Sukowati, lokasi lapangan tersebut juga dekat dengan ladang minyak Pertamina EP yang berada di Cepu, Kabupaten Blora. "Fasilitas produksi juga tak masalah. Di Tuban juga ada, di Sukowati ada," imbuhnya.
Gunung mengatakan, setelah menyerahkan pengelolaan lapangan Sukowati ke PEP, PHE akan mengintegrasikan Blok Tuban dengan Blok Randugunting di sekitar Jepara/Rembang, Jawa Tengah. Jika rencana tersebut bisa direalisasikan, tegas dia, akan terjadi efisiensi pengelolaan.
Terkait dengan berakhirnya kontrak PPEJ di Blok Tuban pada 28 Februari 2018, Kementerian ESDM telah menunjuk operator blok terminasi tetap melakukan kegiatan operasional hingga proses penandatanganan kontrak baru selesai dibahas. Saat ini Blok Tuban dikelola JOB PPEJ dengan dengan kepemilikan hak partisipasi PHE dan PetroChina masing-masing sebesar 50%.
Di bawah pengelolaan PPEJ, produksi minyak lapangan Sukowati terus turun. Padahal, produksi lapangan Sukowati sempat mencapai level di atas 30.000 barel per hari (bph). Selang setahun terakhir, produksi lapangan Sukowati terjun bebas di bawah 10.000 bph karena tidak ada investasi signifikan dari operator untuk mempertahankan produksi.
Anggota Komisi VII DPR Harry Poernomo menegaskan, untuk blok-blok migas yang relatif mudah seperti Tuban, Pertamina seharusnya didorong mengelola secara mandiri tanpa harus bekerja sama dengan mitra. "Tidak perlu kerja sama dengan pihak lain. Paling kerja sama dengan BUMD setempat guna memberi peluang dan pembinaan kepada potensi daerah. Apalagi blok tersebut tidak butuh biaya besar dan teknologi canggih," tuturnya pada media.
Harry menambahkan, Pertamina juga berpengalaman mengelola lapangan migas pascaterminasi, sekaligus meningkatkan produksi migas di lapangan-lapangan tersebut.
Pertamina EP antara lain mengelola lapangan Sanga-Sanga di Kalimantan Timur, pengelolaan lapangan migas Offshore North West Java (ONWJ), dan mampu meningkatkan produksinya sampai sekarang. Contoh lain, pengelolaan Blok West Madura Offshore (WMO) yang diambilalih dari Kodeco pada 2011 hingga saat ini terus meningkat produksinya.
(fjo)