Menagih Keseriusan Reforma Agraria

Senin, 26 Februari 2018 - 05:26 WIB
Menagih Keseriusan Reforma...
Menagih Keseriusan Reforma Agraria
A A A
DANANG KEMAYAN JATI
Praktisi Industri Properti

SALAH
satu agenda prioritas yang diusung Presiden Joko Widodo dalam Nawa Cita adalah Reforma Agraria. Ada tiga tujuan utama Reforma Agraria yang lahir seiring terbitnya Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960. Ketiga tujuan itu, yakni menata ulang struktur agraria yang timpang menjadi lebih berkeadilan, menyelesaikan konflik agraria, dan menyejahterakan rakyat setelah reforma agraria dijalankan.

Meski cita-cita tersebut mulia, namun pelaksanannya di lapangan tak berlangsung mulus. Hal ini karena pemerintah tidak banyak melakukan upaya konstruktif untuk mewujudkannya. Bahkan, terkesan pemerintah tidak bisa membedakan implementasi reforma agraria dan program sertifikasi tanah yang sudah dilakukan saat ini.

Reforma Agraria hanya disederhanakan 'hanya' dengan melakukan program sertifikasi tanah yang sebenarnya merupakan kebijakan Badan Pertanahan Nasional untuk melegalkan tanah bagi masyarakat. Jika memang sertifikasi dilakukan dalam rangka reforma agraria, maka pensertifikatan kepada petani-petani yang tanahnya gurem-lah yang harus ditambah, sehingga skala ekonomi meningkat.

Yang lebih tepat adalah penataan agraria harus dilakukan, sebelum sertifikasi yang sesuai Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) diterapkan. Reforma Agraria harusnya menata ulang dulu, yang punya kecil tanah harus ditambah, diinjeksi tanah dari yang berlebihan. Yang berlebihan tentu harus ditarik, tak boleh ada monopoli atas tanah menurut UUPA.

Sebagai contoh reforma agraria yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah memberi tanah pada petani yang hanya memiliki tanah 0,3 hektare, alih-alih mensertifikasi lahan seluas 10 hektare milik seseorang. Jika pemerintah hanya melakukan sertifikasi tanah yang dimiliki sang petani dan orang lain, maka ketimpangan sosial akan terpelihara. Keadilan dapat diciptakan jika pemerintah meredistribusi lahan sebelum memberi sertifikat.

Belum berjalannya agenda Reforma Agraria sesuai UUPA terjadi karena belum kuatnya niat yang dimiliki pemerintah untuk hal tersebut. Dugaan ini muncul mengingat sampai saat ini belum disahkannya Peraturan Presiden tentang Reforma Agraria. Padahal, rancangan aturan itu sudah selesai disusun sejak 2016.

Kalau pemerintah serius dengan Reforma Agraria, Perpres hukum Agraria itu harus segera diteken. Fakta ini, tentu menjadi kontradiktif dengan janji yang dikemukakan pemerintah untuk memberi kesejahteraan kepada masyarakat lewat pemilikan tanah

Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017, Reforma Agraria terbagi dalam dua program yaitu redistribusi tanah seluas 4,5 juta hektare dan legalisasi aset (sertifikasi tanah) seluas 4,5 juta hektare. Secara orientasi, sertifikasi tidak ditujukan untuk mengurangi ketimpangan struktur agraria, bahkan jika diberikan dengan tidak tepat sasaran, dapat melegalkan ketimpangan yang telah terjadi melalui sertifikat tanah.

Reforma Agraria bukanlah program yang berkesinambungan alias berkelanjutan, tetapi program yang harus dijalankan dalam sebuah operasi dengan kerangka waktu yang jelas. Di sisi lain, kelembagaan yang ideal untuk menjalankan reforma agraria sebenarnya adalah Badan Otoriter Reforma Agraria langsung di bawah pimpinan Presiden, tak boleh ditempatkan di bawah Kementerian. Saat ini justru diserahkan pada Menko Perekonomian.

Badan pelaksana reforma agraria tersebut haruslah melibatkan organisasi rakyat yang memperjuangkan reforma agraria. Pelibatan ini sejak dari perencanan, pelaksanaan hingga evaluasi. Hal itu demi mencegah kesalahan fatal dalam pelaksaan Reforma Agraria yang kerap terjadi pada objek atau lokasi dan subjek atau penerima manfaat redistribusi tanah.

Prioritas penerima manfaat redistribusi tanah adalah buruh tani, tani gurem, masyarakat adat, nelayan, pemuda dan perempuan. Penerima tersebut dapat berbentuk koperasi usaha, sehingga menjadi jalan bagi transformasi ekonomi dan sosial masyarakat. Selain itu, objek reforma agraria haruslah berkesesuaian dengan tujuan Reforma Agraria.

Jika Reforma Agraria ditujukan untuk mengurangi ketimpangan agraria dan menyelesaikan konflik agraria maka lokasi dengan angka ketimpangan dan konflik agraria tinggi yang hendaknya diprioritaskan.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0797 seconds (0.1#10.140)