Pemanfaatan Ruang Udara Jalur Selatan Terus Didorong

Kamis, 01 Maret 2018 - 23:01 WIB
Pemanfaatan Ruang Udara...
Pemanfaatan Ruang Udara Jalur Selatan Terus Didorong
A A A
TANGERANG - Pemanfaatan ruang udara di jalur selatan diyakini akan mengurangi kepadatan pergerakan pesawat udara pada rute sebelah utara yang selama ini menjadi basis utama rute penerbangan maskapai komersial.

Manager Pengendalian Pelayanan Air Navigation (Airnav) Moeji Soebagyo mengatakan jalur selatan yang dikenal sebagai area T1 (Tanggo 1) bisa sangat efektif mengurangi kepadatan jalur utara saat ini.

"Rute ini sebenarnya sudah ada, makanya kita usul supaya jadi jalur alternatif yang existing," ujar dia dalam diskusi bertajuk "Tinjauan Efektivitas Rute Penerbangan Jalur Selatan serta Dampaknya Terhadap Perekonomian, Pertahanan dan Kedaulatan Nasional" di Tangerang, Kamis (1/3/2018)

Dia mengatakan, penggunaan jalur selatan saat ini sudah dimanfaatkan namun untuk kebutuhan yang sifatnya darurat. Misalnya ketika terjadi kondisi luar biasa seperti gunung berapi, pemanfaatan ruang udara jalur selatan telah dimanfaatkan sejumlah oleh maskapai.

"Sudah dimanfaatkan hampir oleh semua maskapai, cuma memang belum efisien. Pemanfaatannya juga ketika terjadi kondisi luar biasa. Belum efisien sebab jaraknya perlu diperpendek," ungkapnya.

Dia menambahkan, pihaknya selaku BUMN yang melayani navigasi penerbangan nasional akan berupaya untuk mengefektifkan rute jalur selatan. Sebab, jalur ini akan diperlukan ketika jalur utara sudah sangat padat. "Mau tidak mau jalur selatan akan padat, sehingga dibutuhkan ruang udara lain sebagai jalur alternatif. Nah potensi jalur selatan ini besar sebagai alternatif," tandasnya.

Sementara, Direktur Operasi PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) Triyanto Muhartono mengatakan, pemanfaatan jalur selatan dinilai masih belum efisien. Dia menjelaskan bahwa Garuda Indonesia telah menguji coba jalur selatan dengan penerbangan dari Jakarta ke Bali. Hasilnya, didapat waktu 1 jam 34 menit. Sedangkan jalur utara dari Jakarta ke Bali hanya butuh 1 jam 28 menit.

"Kondisi ini tentu belum efisien bagi kami di maskapai yang memperhitungkan cost. Namun begitu tetap ada solusi selama belokannya lebih diperkecil," ujar dia.

Dia mengatakan dengan perbedaan waktu enam menit, jumlah bahan bakar avtur yang dibutuhkan juga lebih besar, mencapai selisih sekitar 300 kg atau 375 liter. "Satu jam itu 2.600 kg avtur. Makanya karena rute ini sudah ada, sebaiknya dimodifikasi lagi supaya bisa lebih efisien. Apakah boleh dipotong jalurnya, kemudian kalau mendarat apakah boleh langsung tanpa harus memutar dan sebagainya," ucapnya.

Dia mengakui, pemanfaatan ruang udara jalur selatan akan mampu mengurangi kepadatan di jalur utara hingga 30%. Apalagi kondisi kondisi komunikasi di jalur utara juga kian padat.

"Tinggal mencari titik-titik mana saja yang mau dipotong, dan itu membutuhkan koordinasi para stakeholder terkait. Misalnya regulator Kemenhub, TNI AU serta pemerintah daerah setempat serta pihak maskapai dan Airnav," pungkas dia.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8921 seconds (0.1#10.140)